Zakat dan
Sistem Ekonomi Islam
DUNIA
Islam semakin terpuruk, miskin, terbelakang, terlilit utang, penuh konflik
politik dan sosial, serta tergantung terhadap belas kasihan bangsa-bangsa
Barat. Berbagai upaya pun dilakukan. Langkah-langkah yang digariskan lembaga-lembaga
--Barat termasuk IMF dan Bank Dunia- juga dilaksanakan. Program restrukturisasi
ekonomi, proses demokratisasi, dan proses sekularisasi seluruh aspek kehidupan
dijalankan atas nama solusi krisis.
Namun,
alih-alih memecahkan masalah, solusi ini malah menimbulkan problematika baru
yang lebih kompleks.Banyak sekali problematika yang tengah dihadapi umat. Dalam
bidang ekonomi, hampir seluruh negeri Islam masuk kategori dunia ketiga,
negeri-negeri miskin.
Ketimpangan
antara negara-negara maju dengan dunia ketiga sangatlah ironis. Wilayah dunia
yang diduduki oleh negara-negara maju sebesar 1/4 dunia, namun mereka menikmati
80% penghasilan dunia. Bahkan, 90% industri terdapat di negara-negara utara.
Sungguh menyedihkan, kaum Muslimin di negeri-negeri Islam yang sebenarnya
kaya-raya justru malah miskin, kualitas sumberdaya manusia relatif rendah,
lemah, demikian pula kualitas kesehatannya. Salah satunya di Indonesia, sebagai
salah satu negeri dengan jumlah kaum Muslimin terbesar di dunia.
Uniknya
Ismail Yusanto dalam mencermati kondisi ini mengatakan, bahwa di tengah begitu
banyak orang yang merasa kesusahan akibat krisis yang belum jelas kapan akan
berakhirnya ini, ada sebuah berkah terselubung (blessing in disguisse) yaitu
ditunjukinya kita secara nyata akan kerapuhan sistem ekonomi kapitalistik yang
tengah berjalan saat ini. Krisis ekonomi ini memberikan bukti empirik kepada
kita tentang kerusakan itu. ( Zakat dan Pendidikan Ekonomi, 2002, hlm 3)
Hal
ini diamini oleh Mustafa E Nasution (Wakaf Tunai : Strategi untuk
Menyejahterakan dan Melepaskan Ketergantungan Ekonomi, Makalah, 2002, hlm
1) yang menjelaskan bahwa :"Pelaksanaan sistem ekonomi kapitalis telah
terbukti tidak memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan umat
manusia. Sistem tersebut hanya memberi manfaat pada sebagian kecil umat manusia
yaitu kelompok-kelompok yang kebetulan memiliki `power` dalam kehidupan
perekonomian yang ada. Selain itu, berbagai krisis ekonomi selalu menyertai
perjalanan hidup sistem ekonomi kapitalis tersebut sementara usaha-usaha untuk
mencari jalan keluar dari krisis yang ada selalu menimbulkan korban di pihak
yang lemah saja yang merupakan mayoritas pelaku-pelaku sistem ekonomi kapitalis
yang notabenenya pelaku-pelaku dari negara-negara yang berpenduduk Muslim."
Oleh
karena itu, perlu kiranya dimunculkan sebuah sistem ekonomi alternatif.
Mengenai sistem ekonomi alternatif ini Ismail Yusanto (Islam Ideologi, 1998,
hlm. 198) menerangkan : "Suatu sistem yang berpihak kepada semua pelaku
ekonomi, bahkan kepada semua orang. Yakni, suatu sistem yang memberikan
kesempatan seluas-luasnya pada mekanisme pasar, tapi tetap memberikan peran
pada pemerintah, kekuatan sosial dan hukum untuk melakukan intervensi dan
koreksi demi menjamin agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat
banyak; juga suatu sistem yang menjamin kekuatan ekonomi tidak terkonsentrasi
pada sekelompok kecil pengusaha, disamping mampu melakukan pemberdayaan ekonomi
rakyat banyak, serta memberikan kesejahteraan lahir batin secara hakiki. Sistem
yang dimaksud adalah sistem ekonomi Islam. " Sebagai sebuah sistem memang
belum jelas secara faktual, tapi secara konseptual sistem ekonomi Islam sangat
menjanjikan.
Kemiskinan,
Produk Sistem Ekonomi Kapitalis
Salah satu bagian terpenting dari pembahasan ekonomi Islam adalah masalah kemiskinan. Secara mendalam Ismail Yusanto (2002:15-16) menyatakan bahwa sesungguhnya kemiskinan adalah produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan. Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.
Salah satu bagian terpenting dari pembahasan ekonomi Islam adalah masalah kemiskinan. Secara mendalam Ismail Yusanto (2002:15-16) menyatakan bahwa sesungguhnya kemiskinan adalah produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan. Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara Islam.
Untuk
itu Ismail Yusanto menawarkan: "Untuk mengatasi kemiskinan ini harus
diawali dengan cara mewujudkan tatanan ekonomi yang memungkinkan lahirnya
sistem distribusi yang adil, mendorong lahirnya kepedulian dari orang berpunya
(ahl-aghniya) terhadap kaum fakir, miskin, dhuafa dan mustadhafin, serta
kesadaran untuk meningkatkan kualitas diri, etos kerja dan sikap optimisme
terhadap perubahan kehidupan. Salah satu bentuk kepedulian ahl-aghniya adalah
kesediaannya untuk membayar zakat. Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah.
Dalam konteks ekonomi, zakat merupakan salah satu bentuk distribusi kekayaan (tauzi`u
al-tsarwah) diantara manusia. Yaitu, distribusi yang terjadi tidak melalui
transaksi-transaksi ekonomi" Akhirnya Ismail Yusanto menegaskan :
"Jadi jelaslah bahwa zakat bukan hanya sekedar sebagai sebuah bentuk
ibadah. Bukan pula sekedar realisasi dari kepedulian seorang muslim terhadap
orang miskin. Lebih dari itu, zakat ternyata memiliki fungsi yang sangat
strategis dalam konteks sistem ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrumen
distribusi kekayaan. Pemahaman ekonomi Islam secara tepat akan membawa
transformasi kesadaran, yakni dari memandang zakat secara personal yang sekedar
berfungsi superfisial dan karitatif menjadi bagian tak terpisahkan dari pola
distribusi dalam sistem ekonomi Islam."
UU
Zakat seperti Maung Ompong
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Satu hal yang sangat di sayangkan dalam Undang-Undang ini adalah ia tidak mempunyai kewenangan memaksa beserta sanksinya terhadap wajib zakat, sebagaimana dituntut dalam perintah "pungutlah" sebagaimana tersurat dalam Alquran Surat At-Taubah ayat ke 103.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Satu hal yang sangat di sayangkan dalam Undang-Undang ini adalah ia tidak mempunyai kewenangan memaksa beserta sanksinya terhadap wajib zakat, sebagaimana dituntut dalam perintah "pungutlah" sebagaimana tersurat dalam Alquran Surat At-Taubah ayat ke 103.
Oleh
karena itu, undang-undang ini bagai maung ompong yang tidak akan mampu
meningkatkan kesadaran dan memaksa wajib zakat untuk menunaikan zakatnya.
Memang dalam undang-undang ini ada fasilitas keringanan bagi wajib zakat yang
telah membayarkan zakatnya berupa pengurangan beban kena pajak, namun fasilitas
ini masih diragukan efektivitasnya bagi penggalangan dana zakat. Apalagi kita
menyadari bahwa secara psikologis antara zakat dan pajak terdapat aspek yang
saling kontradiktif. Orang yang hendak membayar zakat berusaha sejujur-jujurnya
untuk menghitung kekayaannya, sementara untuk membayar pajak orang cenderung
menyembunyikan kekayaannya. Artinya bagi orang yang kesadarannya masih
setingkat ini, fasilitas keringanan pajak ini justru menjadi semacam jebakan.
Oleh karena itu mencermati hal di atas maka sudah sewajarnya bagi pemerintah
untuk segera mengadakan revisi atas peraturan perundang-undangan tentang zakat
ini.
Kebijakan
Ekonomi Alternatif
Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan di awal tadi, nampaknya pemerintah saat ini perlu segera mengambil kebijakan perbaikan ekonomi secara fundamental dan menyeluruh. Kebijakan itu dapat diimplementasikan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : Pertama, Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap rakyat, seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Kedua, menjamin kebutuhan darurat rakyat seperti; keamanan, pengobatan dan pendidikan. Ketiga, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap rakyat untuk memuaskan kebutuhan sekunder atau tersiernya dengan semaksimal mungkin secara syar`i. Keempat, mendistribusikan kekayaan diantara masyarakat dan tidak membatasinya pada tangan orang-orang kaya. Kelima, menghentikan keterikatan rupiah dengan dolar AS sebagai devisa, dan tidak mengikatkan rupiah padanya dengan menjadikan dolar sebagai standar harga barang-barang dan jasa-jasa dalam perdagangan luar negeri.
Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan di awal tadi, nampaknya pemerintah saat ini perlu segera mengambil kebijakan perbaikan ekonomi secara fundamental dan menyeluruh. Kebijakan itu dapat diimplementasikan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : Pertama, Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap rakyat, seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Kedua, menjamin kebutuhan darurat rakyat seperti; keamanan, pengobatan dan pendidikan. Ketiga, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap rakyat untuk memuaskan kebutuhan sekunder atau tersiernya dengan semaksimal mungkin secara syar`i. Keempat, mendistribusikan kekayaan diantara masyarakat dan tidak membatasinya pada tangan orang-orang kaya. Kelima, menghentikan keterikatan rupiah dengan dolar AS sebagai devisa, dan tidak mengikatkan rupiah padanya dengan menjadikan dolar sebagai standar harga barang-barang dan jasa-jasa dalam perdagangan luar negeri.
Keenam,
mengubah basis uang kertas ke basis uang emas dan perak. Atas dasar ini dollar
akan terpukul di dunia dan mencabut akumulasi uang sehingga nilai mata uang
akan stabil. Ketujuh, tidak lagi mengambil utang kepada IMF, tidak meminta
saran kepada mereka, serta tidak menerima usulan mereka. Kedelapan, menghapus
sistem perbankan ribawi dan membuat Baitul Maal dan Bank Sentral Negara sebagai
lembaga yang memberi pinjaman kepada rakyat tanpa mengambil bunga. Kesembilan,
negara menjamin pengadaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat yang mampu maupun
tidak mampu untuk bekerja dan menjamin nafkah orang yang tak mempunyai harta,
tak punya pekerjaan dan tak ada orang yang wajib menafkahinya , juga negara
mengurus penampungan orang-orang jompo dan yang terganggu kesehatan jiwanya.
Hal-hal
tersebut tidak akan dapat terlaksana bila para pelaksananya (kaum birokrat)
berkepribadian rusak. Oleh karena itu hal tersebut baru akan dapat berjalan
dengan baik apabila sistem yang diterapkan adalah sistem yang Islami dan
pelaksananya juga orang-orang yang betul-betul takut kepada Allah SWT dan
merindukan bertemu dengan-Nya dalam keadaan ridha dan diridhai-Nya.
Political
will pemerintah
dalam menjalankan salah satu aspek Syariah Islam ini akan sangat dinantikan
oleh masyarakat yang mayoritas muslim di Indonesia ini. Akhirnya pada prosesnya
nanti, akan dilakukan perubahan mendasar pada sistem yang ada, yaitu menuju
sistem yang Islami. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar