METODOLOGI BIBEL DALAM STUDI AL QUR’AN
Para teolog
Yahudi – Kristen mengakui Bibel yang selama ini dianggap sebagai textus receptus ternyata memiliki
sejumlah kesalahan mendasar. Kajian kritis Bibel melahirkan banyak metode
kritis yang disebut dengan biblical
criticism (kritik Bibel)
1.
Biblical
Criticism
Naskah
perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno baru pertama kali dicetak pada tahun
1514 di Spanyol oleh Universitas Alcala. Naskah Perjanjian Baru dalam bahasa
Yunani Kuno yang pertama kali mendapat sambutan di pasaran adalah edisi naskah
yang diterbitkan oleh Desiderus Erasmus (1469 – 1536) pada tahun 1516.
Perjanjian
Baru versi Erasmus yang dijadikan textus
receptus mendapat kritikan untuk pertama kalinya dari Richard Simon (1638 –
1712). Simon adalah orang yang pertama menggunakan metode-metode kritis didalam
studi historis asal mula bentuk tradisional teks Perjanjian Baru.
Memanfaatkan
karya-karya Simon, John Mill (1645 – 1707), menganalisa secara kritis teks
Perjanjian Baru. John Mill Mengkaji kritis teks (textual criticism) Perjanjian Baru dengan cara menghimpun varian
bacaan dari manuskrip-manuskrip Yunani kuno, ragam versi teks Perjanjian Baru
dari Petinggi Gereja. Meski demikian, John Mill belum berani untuk mengubah textus receptus.
Dr. Edward
Wells (1667 -1727) melanjutkan penilitian yang telah dilakukan John mill. Wells
adlah orang yang pertama kali mengedit secara lengkap Perjanjian Baru dalam
bahasa Yunani kuno. Selain itu Richard Bentley. (1662 – 1742) mengkaji secara
kritis teks edisi Perjanjian baru dalam bahasa Yunani kuno dan latin. Hasilnya,
Bentley meninggalkan textus receptus
lebih dari 40 tempat.
Daniel Mace
seorang Pastur menerbitkan Perjanjian Baru dalam 2 jilid dan dua bahasa, Yunani
kuno dan Inggris.
Fase baru
dalam analisa teks Perjanjian baru bermula dengan Johann Albrecht Bengel (1687
– 1752). Bengel memfokuskan kajiannya kepada periwayatan teks ( the
transmission of the text). Ia mengkaji individu-individu yang mengarang bibel.
Menurut Johann Salomo Semler (1725 – 1791) bagian-bagian dari bibel bukanlah
inspirasi tetapi murni historis belaka. dan tidak dapat diterima secara
otoritatif.
Murid Semler,
Johann Jakob Griesbach (1745 – 1812) menerbitkan sebuah edisi Perjanjian Baru
Yunani yang memasukan versinya sendiri ketimbang menggunakan textus receptus. Griesbach mengakhiri
dominasi Perjanjian Baru Yunani edisi Erasmus. Ia melakukan kritik metodologis
(methodological criticism). Ia
mengkaji keterkaitan antara matius, Markus Lukas. Dalam pandangannya, susunan
kronologis dari objek pembahasan ketiga para pengarang Bibel (Synoptics) tersebut tidak dapat
dipercaya. Karya mereka mustahil diharmonisasikan.
Menolak
mengharmonisasikan Synoptics, Johann Gottfried Herder (1744 – 1803), seorang
pastor menyatakan setiap pengarang Bibel memiliki maksud, waktu, dan lokasi
masing-masing. Bibel yang utam (Primal
Gospel) adalah oral disbanding tilisan. Bibel yang paling tua adalah ucapan
oral Yesus.
Menurut Friedrich
Daniel Ernst Schleiermacher (1768 – 1834) , sekalipun Bibel adalah wahyu, namun
ia ditulis dalam bahasa manusia. Schleiermacher berpendapat bahwa buku-buku
yang ada di dalam Bibel sepatutnya diperlakukan sama dengan karya-karya tulis
yang lain.
2. Aplikasi Metodologi Bibel Dalam Al Qur’an
Para sarjana
Barat, Orientalis dan islamolog Barat sudah mulai menerapkan biblical
criticism ke dalam studi Al Qur’an sejak abad ke-19 M. Kajian yang serius
untuk melacak secara kritis asal-muasal Al Qur’an dilakukan oleh Theodor
Noldeke (1930), seorang orientalis
Jerman dan menulis disertasi Geschichte des Qorans (Sejarah Al Qur’an)
ketika berumur 20 tahun. Karyanya merupakan buku yang pertama kali memberikan
landasan ilmiah yang sebenarnya untuk mengkaji Kitab Suci Islam. Maksud dari
landasan sebenarnya tidak lain adalah biblical criticism.
Kemudian usaha
Noldeke untuk meneruskan mengkaji Kitab Suci Islam diteruskan oleh muridnya
Friedrich Schwally pada tahun 1898. Schwally mengedit dan merevisi buku
karangan gurunya sendiri menjadi dua edisi, yaitu edisi pertama tentang asal
mula Al Qur’an (1909) dan edisi kedua tentang penyusunan Al Qur’an (1919).
Ketika sedang menyelesaikan edisi ketiga Schwally meninggal dunia, tepatnya
tanggal 5 Februari 1919, sehingga tulisannya hanya sampai pada kata pengantar
tentang sejarah text Al Qur’an.
Menjadikan
karya Noldeke Geschichte des Qorans sebagai model, pendeta Edward Sell,
misionaris terkemuka di Madras, India, menyeru sekaligus mendesak agar kajian
terhadap historisitas Al Qur’an dilakukan. Menurutnya, kajian kritis-historis
AL Qur’an tersebut perlu menggunakan kritik bible. Merealisasikan gagasannya,
Sell menggunakan metodologi higher criticism dalam bukunya Historical
Development of The Qur’an (1909). Sebagiamana seruan Edward Sell, pendeta
Alphonse Mingana (1937) menyatakan, “Sudah tiba masanya untuk melakukan
kritik teks terhadap Al Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap bible
Yahudi yng berbahasa Ibrani dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani”
Orientalis
lain yang menerapkan metode kritis-historis untuk mengkaji Al Qur’an adalah
Arthur Jeffery. Ia berasal dari Australia penganut Kristen Metodist. Ia
berpendapat bahwa agama yang memiliki kitab suci akan memiliki masalah dalam
sejarah teks (textual history). Ini disebabkan tidak ada satupun
autografi dari naskah asli dulu yang masih ada. Saat ini, masing-masing pemeluk
agama memiliki naskah-naskah yang telah turun temurun yang paling tidak telah
berubah di berbagai komunitas masyarakat. Jadi, tidak ada satu naskahpun yang
tidak berubah. Sekalipun alasan perubahan itu demi kebaikan, namun tetap saja,
menurut Jeffery, wajah teks yang asli sudah berubah. Manuskrip-manuskrip awal
Al Qur’an misalnya tidak memiliki titik dan baris, serta ditulis dengan khat
Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan. Jadi menurut
Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang melengkapi teks dengan tanda
titik dan baris, sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun itu telah merusak
teks asli. Teks yang diterima saat ini, bukan fax dari Al Qur’an yang pertama
kali. Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan
ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas
masyarakat.
Paruh kedua
pertengahan abad 20, metodologi Bibel yang diterapkan oleh para orientalis
dalam studi Al Qur’an semakin mapan. Tahun 1977, karya John Wansbrough, Quranic
Studies terbit. John menerapkan literary criticism dan form criticism dalam
studi Al Qur’an. John berpendapat bentuk struktur Al Qur’an yang ada sekarang
merupakan produk perkembangan tradisi dalam periode periwayatan yang panjang.
Tradisi-tradisi tersebut dapat dianggap sebagai unit-unit tersendiri dari
wacana kenabian yang telah diriwayatkan secara lisan dalam masa yang lebih
panjang dan akhirnya berkembang menjadi standar (kanon). Kanonisasi teks Al Qur’an
tidak berada dalam satu kesatuan dari masa nabi Muhammad sampai akhir abad 2
hijriah. Oleh sebab itu, semua hadist yang menyatakan tentang himpunan Al
Qur’an dalam pandangan John secara hsitoris harus dianggap sebagai informasi
yang tidak dapat dipercaya. Semua informasi tersebut adalah fiktif yang punya
maksud-maksud tertentu. Semua informasi tersebut mungkin dibuat oleh para
fuqaha untuk menjelaskan doktrin doktrin syariah yang tidak ditemukan di dalam
teks, atau mengikuti model periwayatan teks orisinal Pantekosta dan kanonisasi
kitab suci ibrani.
Awal abad 21,
tepatnya 2001, Chistoph Luxenberg dengan pengetahuan Syiria-Aramaik yang masih
perlu dipertanyakan menyimpulkan AL Qur’an perlu dibaca dalam bahasa Armaik.
Dalam pandangannya, sebagian besar Al Qur’an tidak benar secara tata bahasa
Arab. Al Qur’an ditulis dalam dua bahasa, Aramaik dan Arab.
Luxemberg
menulis “Cara membaca Al Qur’an dengan bahasa Aramaik, sebuah sumbangsih upaya
pemecahan kesulitan memahami bahasa Al Qur’an. Ketika mereview karya
Luxernberg, Robert R Phonix menyatakan: “tidak di dalam sejarah tafsir Al
Qur’an karya seperti ini pernah dihasilkan. Karya-karya yang sama hanya dapat
ditemukan di dalam bentuk kesarjanaan kritis teks Bibel”
Demikian
beberapa metodologi yang digunakan para misionaris dan orientalis dalam
mengkritik Al Qur’an dengan cara biblical
criticism yang apabila kita teliti lebih jauh maka akan banyak kelemahan
dan kecacatan dari mereka yang mengkritisi Al Qur’an.
3.
Mohammed Arkoun Dan Metodologi Studi
Al-Qur’an
Mohammed Arkoun sangat menyayangkan jika
sarjana Muslim tidak mau mengikuti jejak
kaum Yahudi-Kristen. la menyatakan:
"Sayang sekali kritik-kritik filsafat tentang teks-teks suci yang telah diaplikasikan kepada Bibel Ibrani
dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi negatif
untuk ide wahyu terns ditolak oleh pendapat
kesarjanaan Muslim. Karya-karya mazhab Jerman terus ditolak, dan kesarjanaan Muslim tidak berani menempuh penelitian seperti itu sekalipun
penelitian tersebut akan menguatkan sejarah mushaf dan teologi wahyu. '70
Menurut Mohammed Arkoun, sarjana Muslim
menolak menggunakan metode ilmiah (biblical
criticism) karena alasan politis
dan psikologis. Politis karena
mekanisme demokratis masih belum berlaku. Psikologis karena pandangan
muktazilah mengenai kemakhlukan Al-Qur'an di dalam waktu gagal. Akibat menolak pandangan muktazilah, tulis Mohammed
Arkoun, kaum Muslimin menganggap bahwa semua halaman yang ada di dalam mushaf
adalah kalam Ilahi. Al-Qur'an yang ditulis dijadikan
identik dengan Al-Qur'an yang dibaca, yang dianggap juga sebagai emanasi
langsung dari Lawh al-MahfuZ.11
Akibat menolak biblical
criticism, maka dalam pandangan Mohammed Arkoun, studi
Al-Qur'an sangat ketinggalan dibanding dengan studi Bibel
(Quranic studies lag considerably behind biblical studies to which they must be
compared). Ia berpendapat metodologi John Wansbrough memang sesuai dengan apa
yang selama ini memang ingin ia kembangkan. Mohammed
Arkoun berkata: "Intervensi ilmiah Wansbrough menemukan tempatnya di dalam framework yang saya
usulkan. Framework tersebut
memberikan prioritas kepada metode-metode
analisa sastra, seperti bacaan antropologis historis, menggiring kepada pertanyaan-pertanyaan yang
ditinggalkan kepada disiplin-disiplin lain dan sebuah tingkat
refleksi yang tidak
terbayangkan di dalam konteks fundamentalis saat ini.
Dalam pandangan
Mohammed Arkoun, Mushaf Uthmani tidak lain hanyalah hasil
sosial dan budaya masyarakat yang dijadikan "tak
terfikirkan" disebabkan semata-mata kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi.
Untuk mengubah "tak terfikirkan" (unthinkable) menjadi
"terfikirkan" (thinkable), Mohammed
Arkoun mengusulkan supaya membudayakan pemikiran liberal (free
thinking). Menurutnya, pemikiran liberal merupakan
tanggapan kepada dua kebutuhan makro. Pertama, kaum Muslimin perlu
memikirkan masalah-masalah yang selama ini
tidak pernah terfikirkan. Masalah-masalah tersebut dibuat pemikir Muslim ortodoks. Kedua, pemikiran
kontemporer perlu membuka wawasan
baru, melalui pendekatan sistematis
lintas budaya terhadap masalah-masalah fundamental.
Menurut Mohammed
Arkoun, pendekatan historisitas, sekalipun berasal dari
Barat, namun pendekatan tersebut bukan hanya sesuai untuk warisan budaya Barat
saja. Bagi Arkoun, pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam semua sejarah umat
manusia. Menurutnya lagi, tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Mohammed Arkoun
sangat menyadari jika pendekatan historisitas akan menantang segala bentuk
pensakralan dan penafsiran transenden yang
dibuat teolog tradisional. Dalam pandangan
Mohammed Arkoun, sekalipun Muslim ortodoks menganggap pendekatan tersebut sebagai tak terpikirkan (im-pensable), namun ia justru percaya jika
pendekatan tersebut akan memberikan akibat yang baik terhadap Al-Qur'an.
Metodologi tersebut adalah ijtihad,
sekalipun dalam berbagai hal
mengguncang cara berfikir konvensional. Menurut Arkoun, pendekatan tersebut dapat memperkaya sejarah
pemikiran dan memberikan sebuah
pemahaman yang lebih baik tentang Al-Qur'an.
Pendekatan tersebut adalah baik karena membongkar lapisan-lapisan konsep
Al-Qur'an yang sudah mengendap lama
dalam pandangan geologis kaum Muslim ortodoks yang membeku. Padahal,
dalam pandangan Arkoun, konsep Al- Qur'an
merupakan hasil pembakuan dan pembekuan tokoh-tokoh historis, yang
mengangkat statusnya menjadi kitab suci.
Mengenai wahyu, Arkoun
membaginya dalam dua peringkat. Peringkat pertama adalah
apa yang disebut Al-Qur'an sebagai Umm al-Kitab (Induk
Kitab) (Al-Qur'an, 13:39; 43:4). Peringkat kedua adalah
berbagai kitab termasuk Bible, Gospel, dan Al-Qur'an.
Umm al-Kitab adalah Kitab Langit, wahyu yang sempurna, dari mana Bibel dan
Al-Qur'an berasal. Pada peringkat pertama (Umm al-Kitab), wahyu bersifat abadi, tidak terikat waktu, serta mengandung
kebenaran tertinggi. Namun, menurut
Arkoun, kebenaran absolut ini di luar jangkauan manusia, karena bentuk
wahyu yang seperti itu diamankan dalam Lawh
Mahfuz (Preserved Tablet) dan tetap berada bersama dengan Tuhan sendiri.
Wahyu hanya dapat diketahui oleh manusia
melalui bentuk pada peringkat kedua. Peringkat
kedua ini, dalam istilah Arkoun dinamakan "edisi dunia" (editions terrestres). Menurutnya, pada
peringkat ini, wahyu telah mengalami
modifikasi, revisi, dan substitusi.
Mengenai sejarah Al-Qur'an,
Arkoun membaginya menjadi tiga periode: periode pertama berlangsung ketika
pewahyuan (610-632 H); periode kedua, berlangsung ketika koleksi dan penetapan mushaf (12-324 H/632 - 936 M) dan periode berlangsung ketika masa ortodoks (324 H/936 M). Arkoun menamakan
periode pertama sebagai Prophetic Discourse (Diskursus Kenabian) dan periode
kedua sebagai Official Closed Corpus
(Korpus Resmi Tertutup). Berdasarkan pada kedua periode
tersebut, Arkoun mendefinisikan Al-Qur'an sebagai
"sebuah korpus yang selesai dan terbuka yang diungkapkan dalam
bahasa Arab, dimana kita tidak dapat mengakses
kecuali melalui teks yang ditetapkan setelah abad ke 4H/10 M."
Arkoun membedakan
antara periode pertama dan periode kedua. Menurut
Arkoun, dalam periode diskursus kenabian, Al-Qur'an
lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding
ketika dalam bentuk tertulis. Sebabnya, Al-Qur'an terbuka untuk semua arti
ketika dalam bentuk lisan, tidak seperti
dalam bentuk tulisan. Arkoun berpendapat status Al-Qur'an dalam bentuk tulisan telah berkurang dari
kitab yang diwahyukan (al-kitab al-muhi) menjadi sebuah buku biasa
(kitab 'adi). Arkoun berpendapat bahwa Mushaf itu tidak layak untuk mendapatkan
status kesucian. Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah
status sebagai firman Tuhan.
4.
Nama-nama tokoh dan pemikirannya
a.
Pemikiran Mohammad Arkoun.
Mohammed
Arkoun mencapai pemikiran liberal dengan dekonstruksi. Baginya,
dekonstruksi (membongkar) adalah sebuah ijtihad. Tegasnya, dekonstruksi akan
memperkaya sejarah pemikiran dan akan mendinamisir pemikiran Islam kontemporer. Masalah-masalah yang selama ini telah
ditekan, ditabukan, dibatasi,
dilarang, dan semua itu diklaim sebagai sebuah kebenaran, jika didekonstruksi, maka semua diskursus tadi
akan menjadi diskursus terbuka.
Pemikiran
Mohammed Arkoun yang liberal telah membuat paradigma baru tentang hakikat teks
Al-Qur'an. Pendekatan historisitas Mohammed
Arkoun justru menggiringnya untuk
menyimpulkan sesuatu yang ahistoris, yaitu kebenaran Wahyu hanya ada pada level di luar jangkauan manusia. Mohammed
Arkoun mengakui kebenaran Umm al-Kitab, hanya ada pada Tuhan sendiri. la juga
mengakui kebenaran dan kredibilitas bentuk lisan Al-Qur'an, tetapi bentuk itu sudah hilang selama-lamanya dan tidak mungkin
ditemukan kembali. Jadi, pendekatan
historisitas yang diterapkan Arkoun justru
menggiringnya kepada sesuatu yang ahistoris. Sesuatu yang tidak mungkin
dicapai kebenarannya oleh kaum Muslimin.
Padahal, sepanjang zaman fakta historis menunjukkan, kaum Muslimin dari
sejak dulu, sekarang dan akan datang, meyakini
kebenaran Al-Qur'an Mushaf Uthmani.
b.
Pemikiran
Nasr Hamid
Menurut Nasr Hamid, teks
Ilahi (divine text) berubah menjadi
teks manusiawi (human text) sejak turunnya wahyu yang pertama kali kepada Muhammad. Nasr Hamid
menyatakan: "Teks sejak awal
diturunkan ketika teks diwahyukan dan
dibaca oleh Nabi, ia berubah dari sebuah teks Ilahi (nas ilahi) menjadi sebuah konsep atau teks manusiawi (nas insan),
karena ia berubah dari tanzil menjadi takwil. Pemahaman Muhammad atas
teks mempresentasikan tahap paling awal dalam
interaksi teks dengan akal manusia."
Dalam
pandangan Nasr Hamid, teks Al-Qur'an terbentuk dalam
realitas dan budaya, selama lebih dari 20 tahun. Oleh sebab
itu, Al-Qur'an adalah 'produk budaya' (muntaj thaqafi). la juga
menjadi 'produsen budaya' (muntij li al-thaqafah) karena menjadi teks
yang hegemonik dan menjadi rujukan bagi
teks yang lain. Disebabkan realitas dan budaya tidak bisa dipisahkan dari bahasa manusia, maka Nasr
Hamid juga menganggap Al-Qur'an
sebagai teks bahasa (nas lughawi).
5. Berikut adalah tokoh-tokoh yang menghujat Al-Qur’an dan
pemikirannya:
a.
Leo III (717-741)
Salah seorang dari kalangan Kristen termasuk yang paling awal menghujat
Al-Qur'an adalah Leo III, seorang
Kaisar Bizantium (717-741). Konon ia berpolemik melalui surat-menyurat dengan 'Umar ibn 'Abdul 'Aziz, yang
dikenal juga dengan 'Umar II, seorang Khalifah pada dinasti Umayyah yang memerintah dari tahun 99 H/717 sampai
tahun 101 H/ 720. Di dalam surat yang dinisbatkan kepada Leo dan
diperkirakan ditulis antara tahun 717-720, dinyatakan bahwa al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi (41-95 H), seorang
Gubernur di Irak dari tahun 75 H/694
sampai tahun 95 H/714 di bawah ke-khalifahan
'Abdul Malik ibn Marwan (684-704) telah mengubah Al-Qur'an yang sebelumnya
telah dikanonisasikan oleh 'Uthman. Dalam kaitannya dengan al-Hajjaj,
Leo menyebutkan dalam suratnya:
"Mengenai kepunyaanmu
(kitabmu), kamu telah memberikan contoh-contoh yang
salah, dan orang tahu, diantaranya, bahwa al-Hajjaj,
kamu menyebutnya sebagai Gubernur Persia, menyuruh
orang-orang untuk menghimpun buku-buku kuno, yang ia
ganti dengan yang lain yang dikarangnya sendiri, menurut seleranya, dan yang ia
propagandakan di mana-mana dalam bangsamu. Karena ia adalah jauh lebih mudah untuk menjalani tugas seperti itu diantara penduduk yang berbicara dengan bahasa yang satu. Meskipun demikian, ada beberapa karya dari Abu Turab yang lolos dari bencana tersebut, karena al-Hajjaj tidak dapat menghilangkannya sepenuhnya.
b.
Johannes dari Damaskus (±652-750)
Sekitar 23 tahun setelah
polemik antara Leo III dan 'Umar II, Johannes Damascenus/ John of Damascus/Yuhanna
al-Dimashql menulis dalam bahasa Yunani kuno, riepl odpeaeoov ev cjuvtomkx 66ev
rjp^avTo x<xl JtoQev Yeyovaaiv (dibaca: Peri haireseon en suntomia
othen erksan-to khai pothen gegonasin).
Johannes mengkritik kisah unta betina yang menjadi bukti kenabian Salih. Dalam pandangannya,
kisah itu tidak bisa diterima karena Muhammad tidak menceritakan secara detil tentang unta Salih.
Sebenarnya, hujatan sinis Johannes kepada Al-Qur'an disebabkan kebenciannya kepada Al-Qur'an. Ketika menunjukkan Muhammad berperilaku tidak senonoh karena
mengawini istri anak angkat, Johannes merujuk kepada Surah al-Ahzab 37.
c.
Abdul Masih al-Kindi (± 873)
Kalangan
Kristen sering menjadikan risalah ' Abdul Masih al-Kindi
sebagai rujukan untuk menghujat Al-Qur'an. Risalah tersebut
mulai diketahui secara luas ketika pada akhir abad ke-19. Al-Kindi, yang diduga penganut Kristen Nestorian, berpendapat bahwa Muhammad bukanlah seorang Nabi. Dalam pandangannya, seorang Nabi itu akan memberitahu peristiwa-peristiwa yang
tidak diketahui oleh orang lain.
Termasuk diantaranya peristiwa-peristiwa yang sudah atau yang akan berlaku. Dalam pandangannya, orang Kristen telah
mengetahui cerita Muhammad mengenai
Nuh, Ibrahim, Musa dan lsa. Mengenai
Al-Qur'an, al-Kindi berpendapat Sergius, seorang Biarawan Kristen telah
berkunjung ke Mekkah, berteman dan
mempengaruhi Muhammad. Bahkan Sergius hampir menjadikan Muhammad menjadi pengikut Kristen Nestorian.
Al-Kindi, tanpa memberi bukti,
menyatakan bahwa al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi telah menghilangkan banyak ayat-ayat Al-Qur'an. Di zaman
'Uthman, tegas al-Kindi, persetujuan mengenai teks yang benar tidak ada. Tuduhan
bahwa kisah Al-Qur'an tentang kaum ‘Ad, Thamud, unta dan gajah, adalah
cerita-cerita bodoh (idle talcs) tidak
berdasarkan kepada bukti yang kukuh.
Pendapat al-Kindi bahwa Sergius mempengaruhi dan hampir menjadikan Muhammad sebagai
pengikut Kristen; 'Abdullah ibn Sallam dan Ka'b,
telah mengubah Al-Qur'an adalah gosip. Pendapat al-Kindi mengenai al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi yang telah menghilangkan
ayat-ayat Al-Qur'an; Ibn Mas'ud yang menolak
mcnyerahkan mushafnya; Ubayy yang memuat dua tambahan Surah; wujudnya
kosa kata asing di dalam Al-Qur'an
serta ayat-ayat hilang dari Al-Qur'an. Al-Kindi
sama sekali tidak menyebutkan bukti untuk
menyokong pendapatnya.
d. Petrus Venerabilis
(Peter the Venerable 1094-1156)
Pierre
Maurice de Montboissier atau dikenal juga sebagai Petrus Venerabilis adalah
seorang Kepala Biara Cluny di Perancis. Karyanya
mcngenai Islam ada dua; Summa Totius Haeresis Saracenorum (Semua Bid'ah Tertinggi Orang-Orang Islam) dan
Liber contra sectam sive haeresim Saracenorum (Buku Menentang Cara Hidup atau
Bid'ah orang-orang Islam). Salah satu sumbcr pendapatnya mengenai Islam didasarkan pada beberapa karya
terjemahan. Gagasannya mengenai Al-Qur'an, misalnya, banyak dipengaruhi
oleh karya terjemahan yang dinisbatkan kepada al-Kindi.
Mengulangi pendapat
al-Kindi, Petrus Venerabilis menyatakan Al-Qur'an tidak terlcpas dari peran
setan. Dalam pandangannya, ketika Muhammad menyangkal Kristus adalah Tuhan
atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu
merupakan rancangan setan (diabolical
plan). Setan telah mempersiapkan Muhammad, orang yang paling nista,
menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim seorang informan kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).
e.
Ricoldo
da Monte Croce (±1243-1320)
Pada
abad ke-13 M, sudah banyak para biarawan dan pendcta
yang mulai mempelajari Islam. Diantaranya Ricoldo da Monte Crocc (Ricoldus de Monte Crucis), seorang
Biarawan Dominikus.
Ricoldo
mcnyimpulkan: Pertama, Al-Qur'an hanyalah kumpulan
bid'ah-bid'ah lama yang telah dibantah sebelum-nya
olch otoritas Gereja. Kedua, karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak mcmprediksi sebelumnya, maka Al-Qur'an tidak
boleh diterima sebagai "hukum
Tuhan/' Selain itu, doktrin-doktrin
Islam mcngenai kesalahan agama Kristen
dan Yahudi tidak bisa diterima. Ketiga, gaya bahasa Al-Qur'an
tidak sesuai untuk disebut menjadi "Kitab Suci". Ke-empat, klaim
Al-Qur'an yang berasal dari ilahi tidak memiliki
basis di dalam tradisi Bibel. Selain
itu, konsep-konsep etika di dalam
Al-Qur'an bertentangan dengan pernyataan-pernyataan filosofis. Kelima, Al-Qur'an penuh dengan
berbagai kontradiksi internal. Al-Qur'an sangat tidak teratur. Keenam,
kebenaran Al-Qur'an tidak dibuktikan
dengan mukjizat. Ketujuh, Al-Qur'an
bertentangan dengan akal. Buktinya,
kehidupan Muhammad tidak bermoral dan Al-Qur'an memuat hujatan dan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal mengenai hal-hal ketuhanan dan sebagainya. Kedelapan, Al-Qur'an mengajarkan
kekerasan untuk menyebarkan Islam dan
meng-akui kctidakadilan. Kesembilan, sejarah Al-Qur'an tidak menentu.
Kesepuluh, Peristiwa mi'raj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.
f.
Martin
Luther (1483-1546)
Dalam kaitannya dengan
Al-Qur'an, Luther melakukan dua hal. Pertama,
menerjemahkan karya Ricoldo dalam bahasa Latin, Confutatio Alcorani
(Bantahan Terhadap Al-Qur'an) ke bahasa Jerman (Verlegung des Alcoran Bruder Richard!) pada tahun 1542. Luther mcnyatakan: "Muhammad menafikan bahwa
Kristus adalah Anak Tuhan.
Luther berpendapat Al-Qur'an
mengajarkan kebohongan, pcmbunuhan
dan tidak menghargai perkawinan. Bohong karena menolak kematian Yesus
dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. Dalam pandangan Luther, Al-Qur'an membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan.
6. Alasan dan Latar belakang Biblical
Criticism/mengkritisi Bibel :
,,Benar-benar telah kaftr orang-orang yang
mengatakan Allah itu Al Masih anak Mar yam.
Katakanlah wahai Muhammad maka siapa yang (memiliki
sesuatu yang dapat menghalangi Tuhan, kalau Tuhan
berkehendak menghancurkan Al Masih anak Mar yam dan ibunya
dan semuanya yang didunia ini".
,,Contoh hal
Isa itu menurut pandangan Allah tak ubahnya
seperti Adam dibuatnya dari tanah kemudian dikatakannya jadilah engkau lain jadilah
ia". (Al Qu-r-'an
surat Al Imraan 59).
|
Jadi tiap-tiap yang menyinari akal manusia
didalam hidupnya yang gelap gulita,
itu dia kalimat Allah dari Allah. Dia suara yang berbisik dalam hati sanubari
manusia, itu dia suara pembuka peng-lihatan manusia. Isa bukan Nabi yang
pertama-tama dan bukan pula Nabi yang penghabisan.
,,Tidak lain Muhammad Itu melainkan
seorang Rasul seperti Rasul-Rasul yang
telah datang sebelumnya". (Al Qur’an surat
Al Imraan 144).
Sejak timbulnya sejarah, kalimat itu sudah mulai
turun, tetapi selamanya tidak meratai bumi seluruhnya. Bahkan dirubah dan diganti setelah pembawa-pembawanya
meninggal dunia.
Nah inilah kita yang hidup di zaman
modern ini, zaman yang tidak memperkenankan kegelapan itu berulang kembali, zaman
yang tidak mengharuskan manusia berpandangan salah, dan tahayul yang dibenci
dan tidak disukai oleh akal dan logika.
Sebagian orang beranggapan
dan mengira bahwa Injil memberikan
nas tentang ketuhanan Isa. Dan Allah mengutus anaknya ke bumi ini
untuk menyelamatkan manusia-manusia dengan dikorbankanya diri anaknya itu sebagai tebusan dosa dan beban manusia,
dipikulkannya kepadanya secara suka rela. Kemudian sesudah itu mereka berpindah menerapkan pikiran ini kesemua
segi dan sudut ilmu pengetahuan.
Lalu mereka mengira bahwa bumi ini lantaran Tuhan khususkan dengan kehormatan dan
kemuliaan itu, pasti merupakan pusat
dan sentral alam dunia seluruhnya.
Sir Arthur Van de Lai dalam bukunya
“Sachratul Haq”, terjemahan Doktor Radii
halaman 124, menyatakan tentang pengaruh pikiran ini kepada Gereja yang
mula-mula dan tantangannya terhadap arus ilmu pengetahuan
: “Gereja mengatakan bumi ini datar sedang pusatnya di baitul maqdis.
Dan dimasa-masa itu disangkanya bumi
inilah satu-satunya alam ini. Sedang matahari dan planet-planet beredar mengelilingi bumi.
Setelah para ahli ilmu pengetahuan
berusaha keluar dari lingkungan ini sesudah abad kelima belas Masehi dan
menetapkan bahwa alam itu lebih
besar dari bumi ini. Gereja masih berpegang kepada tahayulnya,
mengatakan penemuan ini bertentangan dengan ketentuan agama Kristen dan bertentangan
dengan pemikiran tentang tuhan juru selamat, lalu
dibakarnya Bruno di Roma lantaran Bruno mengatakan bahwa di sana ada alam lain
selain bumi ini. Gereja membungkam suara Copernicus yang tidak berani menerbitkan bukunya
yang menyebutkan, bumi ini tidak lain dari planet seperti planet-planet yang beredar,
kecuali waktu dekat wafatnya.
Galileo terpaksa bertekuk-lutut saking takutnya diadili, dia mengingkari apa yang
sudah dia katakan sendiri sebelumnya : Bahwa bumi itu beredar mengelilingi
matahari.
Demikianlah Gereja terus menerus, selalu
dan senantiasa mengintip dan.mengintai siapa saja yang membawa pendapat baru
yang berentangan dengan pendapat Gereja. Gereja menganggap semua pendapat baru
yang tidak sejalan dengan pendapatnya itu kufur. Tetapi pada akhirnya terpaksa menyerah
juga, mengakui kebenaran penemuan-penemuan
ini, setelah berlalu empat abad, pada abad kesembilan belas.
Kemudian akal manusia berjalan menuju penjelajahan
ruang angkasa dan perkembangan ilmu pengetahuan. Setelah ilmu pengetahuan itu
berkembang, turut serta berkembang pula cara dan keuletan pengertian dan penilaian.
Dan hilanglah sesuatu yang menutupi
pikiran, Ahli-ahli ilmu pengetahuan mengganti kedudukan orang-orang
agama, mereka memberikan tuntunan dan bimbingan
kepada manusia, diperkenalkannya
Tuhan kepada mereka, atau sebagaimana firman Tuhan dalam Al Qur'an surat
Faathir 28 :
,,Sesungguhnja yang takut kepada Allah itu
dari pada hamba-hambaNya, adalah para ahli ilmu
pengetahuan".
Ilmu pengetahuan dan
ahli-ahli ilmu pengetahuan mengakui dan mengitsbatkan adanya Allah, Tuhan pencipta
semesta alam. Dia Azali jang paling dahulu yang tidak ada permulaannya, Dia
kekal abadi yang tidak ada
penghabisannya tidak berpangkal dan tidak berujung, Dia terlepas daripada
makhluk dan terlepas daripada sajarah dan peristiwa, tidak berwaktu dan tidak
bermasa, tidak dibatasi oleh ruang dan tempat, Dia tidak sebagaimana yang tergambar dalam pikiran manusia. Dengan kata lain Dia tidak bisa digambarkan oleh otak siapapun.
Dari semua yang tersebut itu jelaslah kepada kita
betapa jauh kesalahan sebagian penafsir
memberikan tafsiran Injil secara letterlek sewaktu memberikan penilaian
yang begitu besar terhadap bumi tempat kita
hidup didunia ini, dan kesalahan yang amat-sangat besar sekali dikatakannya Isa
mempunyai sifat-sifat ke Tuhanan,
sedang dia tidak lain melainkan manusia biasa, daripada hamba-hamba Allah yang baik-baik dan
pilihan.
a. Penemuan tulisan-tulisan sedjarah.
Baru-baru ini
ditemukan tulisan-tulisan sejarah terletak disalah
satu penggalian. Sejarahnya kembali kepada masa sebelum Masehi. Disitu tertulis keterangan-keterangan mengoreksi pikiran yang
merata tentang ketuhanan Isa anak Marjam.
Ahli-ahli penelitian
menulis berbilang keterangan sekitar penilaian
yang besar terhadap penemuan itu. Tulisan-tulisan itu tersembunyi di tempat-tempat yang terbuat dari keramik lonjong yaitu
sebagian dari tulisan-tulisan orang-orang besar Essanes kuno.
Setelah dikirimkan oleh
Doktor Toraev satu naskah dari tulisan-tulisan ini kepada Doktor Albright W,
seorang tokoh dalam ilmu bekas-bekas
sejarah mengenai Injil, dia mengirimkan balasan, dikatakannya dalam
surat balasannya itu : “Patut diucapkan kata penghormatan terhadap penemuan
tulisan sejarah yang terbesar pada
masa modern ini, ditemukan di atas bukit dekat laut mati". Ia membatasi tanggal tulisannya seratus tahun sebelum Masehi. Lalu dia berkata : Tidak terdapat
keragu-raguan sedikitpun di dunia ini, tentang kebenaran dan sahnya
tulisan ini, dan akan membuat satu revolusi
dalam pemikiran kita tentang agama Masehi".
Banyak daripada ahli-ahli
penelitian dan orang-orang agama dan lain-lainnya berpendapat
bahwa tulisan-tulisan kuno itu memberikan gambaran
yang jelas tentang kitab-kitab lama yang dirubah-ubah
oleh Gereja atau yang diingkarinya, (dan yang tersebut dalam injil) akan terjadi
revolusi dalam alam pikiran setiap orang
mengadakan penyelidikan dan penelitian tentang kebenaran bukan akidah-akidah buatan atau agama jang dibikin
oleh emperor Constantin yang menjadi
pimpinan dalam majelis besar Nicea tahun
325 Masehi. Dan dalam majelis besar itu ia mengakhiri agama nazaret itu, agama ketuhanan yang Maha
Esa, dan digantinya dengan agama
trinitas, (tuhan tiga).
Kenataan yang sejogianya
tidak hilang dari pikiran kita yaitu pengakuan yang terdapat pada tulisan-tulisan sejarah itu.
”Isa adalah Mesia orang-orang Kristen dan disana ada Mesia lain". yang dimaksudkan dengan Mesia yang kedua, dia juga Isa sewaktu
kembalinya dengan roh pada akhir zaman, atau yang dimaksudkan Muhammad Rasulullah
karena dia berbicara dengan kebenaran, membenarkan ruh Isa dan mempertahankan akidah asli yang dia bawa :
,,Akan tetapi apabila datang Penolong yang
akan kusuruhkan .........
ialah akan menjaksikan dari halku".
(Jahja 15: 26).
Pastor Paul Dives
Kepala gereja di Washington dalam bukunya “Machthuthatul
Bahril Majjit" terdjemahan Doktor Radii halaman
pertama : “Tulisan-tulisan sejarah yang terdapat di laut mati ialah diantara penemuan-penemuan yang terbesar faedahnya dan kepentinganya sejak berbilang abad, telah merubah pengertian Injil yang tradisionil.
Pastor Doktor Charles
Francis Boto mengatakan dalam bukunya “Assinuunal Mafquudah Min Isa Tuksyaf"
(The lost years of Jesus revealed), terjemahan
Doktor Radii halaman 127 : Bukti-bukti cukup ada pada saya sekarang menunjukkan
kebenaran tulisan-tulisan sejarah itu “Sebagai
anugrah Tuhan kepada manusia" karena pada tiap-tiap lembar dibuka disitu
memberikan penetapan-penetapan baru bahwa Isa sendiri mengatakan tentang
dirinya adalah anak manusia", jauh
daripada menjadi anak Tu-han",
sebagaimana anggapan pengikut-pengikutnya, sedang Isa sendiri berlepas diri,
bersih daripada anggapan mereka itu. Pastor itu mengatakan pula dalam buku tersebut halaman 12 : “Sulit mencari kitab Perjanjian Lama yang tidak memerlukan
kepada pengoreksian-pengoreksian, dibawah
sorotan tulisan-tulisan sejarah yang
terdapat di dekat laut mati itu. Begitu pula kitab Perjanjian Baru, selalu memerlukan kepada penafsiran dan
interpretasi secara menyeluruh
mengenai ayat-ayat pokok selaku dasar syariatnya.
Pada halaman 15 dikatakannya pula : Bahwa Isa
sendiri menamakan dirinya “anak manusia”.
Tetapi pemgikut-pengikutnya menamakan
Isa anak Tuhan : Pribadi yang kedua daripada trinitas, Tuhan dari Tuhan, tetapi masih diragukan kalau
orang-orang Essenes atau Isa sendiri setuju dengan pengakuan dan
anggapan mereka itu.
b. Injil
Barnabas
Al Ustadz Cholil Sa'adah menterjemahkan Injil
Barnabas kedalam bahasa Arab. Darul Manaar
kepunyaan Almarhum Rasyid Ridla
menerbitkan Injil Barnabas ini. Dalam mukaddimahnya tertulis sebagai berikut:
Injil Barnabas
terdapat dalam bahasa Itali di perpustakaan istana
Wina (Vienna). Lalu diterjemahkan ke berbagai bahasa. Injil ini mengakui dengan terus-terang bahwa Isa
manusia seperti manusia-manusia biasa
dan mengingkari ketuhanan Isa, dan mengakui keEsaan Tuhan, dan mengakui Muhammad
hamba Allah dan utusanNya. Dikatakan bahwa Paus Qlasius melarang membaca Injil
ini, pada tahun 492 Masehi.
Doktor Charles Francis Boto dalam kitabnja
,,Assimuun Al Mafquudah min Isa
Tuksjaf", terdjemahan Doktor Radii menjata-kan bahwa Indjil jang tersebut
Indjil Barnabas disis'hkan oleh Q^-redja pada masanja jang pertama. Dan
tulisan-tulisan sejarah yang terdapat
baru-baru ini di daerah laut mati menguatkan injil Barnabas ini.
Sesudah itu berturut-turutlah
penemuan-penemuan, yang banyak orang di negeri kita tidak mendengarnya.
Inilah dia rahasia keheranan yang
mengherankan. Sumber-sumber yang menyebutkan soal-soal ini semuanya asing dari Barat dan disebutkan pula tulisan-tulisan sejarah yang lain terdapat di Fajjum
sedang jang lain terdapat di daerah hulu Mesir. Dan yang ketiga di
Tursina pada tahun 1958 Masehi. Yang akhir
ini tertulis dengan bahasa Demotic, ditulis
pada abad ketiga dengan perantaraan Saint Markus seorang yang terkenal,
di situ diterangkan sejarah Jesus dan mengoreksi banyak segi-segi kebiasaan yang masih berlaku.
Injil Barnabas yang
memberikan petunjuk kepada kebenaran itu disisihkan dan
disingkirkan. Di situ tercantum mengenai Muhammad
s.a.w., Diantara redaksinya : “Sewaktu manusia menyebut aku Tuhan dan anak Tuhan sedang aku berlepas diri bersih di dunia ini dari tuduhan, Tuhan berkehendak memperolok-olok manusia mengenai diriku di dunia ini dengan kematian Judas, dianggapnya oleh mereka itu saja yang mati di atas salib, supaya setan-setan tidak memperolok-olok padaku di hari qiamat. Dan akan tetap ini sehingga datangnya Muhammad. Bilamana dia telah datang terbukalah tipuan ini bagi
orang-orang jang percaya kepada syariat Tuhan (Inijil
Barnabas bab : 220).
Yang searti dengan ini Yahya seorang hawari
mengatakan dalam Injil Yahya 15 : 26 :
,,Akan tetapi bila datang roh kebenaran jang
keluar dari pada Bapa ialah akan menjaksikan dari
halku".
Barnabas menyatakan pula :
“Karena Allah akan mengangkat aku dari bumi
dan akan merubah pandangan pengkhianat itu sehingga dianggapnya
oleh tiap-tiap orang dia itu aku. Dengan matinya
sejelek-jelek kematian itu, maka tinggallah ke-hinaan padaku di dunia, beberapa
lama. Tetapi bila mana sudah datang Muhammad utusan Tuhan
yang bersih suci, hilanglah noda itu dari diriku
dan Tuhan akan melakukan hal ini karena aku
benar-benar me-ngakui kebenaran Mesia (Rasul) yang aku
akan diberi jasa ini, yakni dia akui bahwa aku
hidup dan aku bersih dari jeleknya kematian itu.
“Dan perkataan mereka: Kami telah bunuh Al
Masih Isa anak Maryam utusan Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mensalibnya tetapi mereka kabur melihat dia". (Al Qur'an surat An nisa 157. 158).
Injil Barnabas disisihkan, tinggallah tulisan-tulisan Paulus
yang mengaku dirinya sebagai Rasul.
Diantara Barnabas dan Paulus ada pertentangan
keras. Dibukanya topeng Paulus oleh Barnabas, kata Barnabas dalam mukaddimah Injilnya :
“Wahai para budiman! sesungguhnya Allah Yang
Maha Besar lagi Maha Mengagumkan, pada akhir-akhir ini telah dihilangkan NabiNya, Jesus daripada kita. Dengan karunia Tuhan yang besar daripada ajaran-ajaran
dan ayat-ayat yang telah diambilnya oleh setan sebagai
usaha untuk menyesatkan orang banyak dengan mengaku-ngaku
taqwa, mereka memberikan anjuran ajaran kekufuran yang
sangat, mengatakan Al Masih anak Tuhan dan menolak
khitan yang selamanya Tuhan perintahkan dan
membenarkan makan daging najis, diantara mereka yang sesat itu terdapat Paulus,
yang aku tidak mengatakan mengenai dia itu melainkan dengan rasa penyesalan".
Pengakuan Perjanjian Baru
dalam kisah perbuatan Rasul-Rasul 15 : 39, 40 seperti
di bawah ini :
“Maka jadilah suatu
perselisihan sangat sehingga mereka itu bercerailah, maka
Barnabas itupun mem-bawa Markus sertanya, lain berlajar ke Kiperus. Tetapi Paulus memilih Silas, lalu berangkat setelah ia diserahkan oleh saudara-saudara itu kepada anugerah Tuhan".
Disisihkan Injil Barnabas
dan tinggallah tulisan-tulisan Paulus yang membawa ajaran yang sangat kufur.
7. Kitab Suci.
,,Orang-orang yang telah diberikan kitab, mereka tahu sebagaimana mereka tahu anak-anaknya. Ada satu
golongan dari mereka itu menyembunyikan kebenaran
sedang mereka itu mengerti". (Al Qur'an Al Baqarah
:146).
a. Kitab
Suci dan Perjanjian Lama
1. Timbulnya bahasa Ibrani.
Bahasa Ibrani tidak
disebut (nas, teks) dalam kitab-kitab suci
itu menunjukan bahwa nama ini bukan pekerjaan orang Ibrani. Hanya saja dalam kitab Jesaja 19 : 18 disebut dengan bahasa Kan'an. Kan'an adalah nama cucu Nabi Nuh a.s, kemudian mereka sebut itu nama Yahudi, tersebut dalam kitab raja-raja yang Kedua 18:6 dan
dalam kitab Jesaja 36 : l3.
Nama Yahudi ini
disebut dalam kitab Nehenja. Dan disebutnya setelah
hijrahnya sepuluh suku di situ sifat ini juga disebut untuk arti bahasa dan bangsa.
Jauh
perbedaan antara kata-kata Ibrani dengan kata-kata Israil.
Kata-kata Ibrani hanya digelarkan bangsa itu sebelum timbulnja suku- suku pada masa-masa yang lampau. Adapun setelah itu mereka lalu berbangga dengan
gelar Israil.
Padahal tidak kita
dapati dari kalawgan ahli-ahli sejarah bangsa
Yunani dan Rum seperti Bozinius dan Tostius, hatta ahli sejarah orang Isratt Josephus, yang menyebutkan orang-orang Yahudi atau
menamakan mereka orang-orang Israil, mereka bulat kata menamakan
“orang-orang Ibrani". Arti kata ini diambil dari kata-kata ibr'l nahri (melintas sungai) sebagaimana yang telah diterangkan dimuka yakni sungai Furat. Kemudian mereka tambahkan “ya nisbat11 pada kata-kata ibr'l lalu menjadi i'brijj".
Orang yang pertama-tama dinamakan dengan nama ini ialah
keluarga junjungan kita Nabi Ibrahim mereka datang dari
sebelah timur Furat ke tanah (bumi) Kan'an; “Maka Abrampun
diamlah ditanah Kan'-an". (kitab kedjadian
13 : 12).
Timbulnya bahasa Ibrani yang
mula-mula tidak dikenal oleh sejarah. Paling jauh yang
dikenalnya yaitu lahirnya dari tanah Kan'an belaka pada
lidah suku Kan'an dan Phoenicia penduduk Palestina
sebelum anak-anaknya Ibrahim tinggal di negeri itu.
Nama Kan'an meliputi semua
suku-suku Kan'an, penduduk Palestina dan di perbatasan
negeri Siria ialah bagian yang digelar penduduknya dengan nama Phoenicia,
tanda-tandanya yang dapat dibuat sebagai
bukti kebenarannya ialah mata uang lama.
Pada abad kelimabelas
sebelum Masehi raja-raja Syam dan Palestina menulis
surat surat kepada Fir'aun; raja Mesir dengan tulisan
paku, memakai bahasa Babilonia. Benar terdapat pada surat-surat
ini kata-kata asing yang masuk kesitu, sedikitpun bukan bahasa aslinya. Profesor Qimmum profesor Lembaga Kesenian di kota Lepzig, mengadakan penelitian dalam hal ini. mengatakan: Bahasa ini adalah bahasa Ibrani. Kuno. Para ahli-ahli pengetahuan dan para peneliti-peneliti satu pendapat dan sejalan; pikirannya bahwa keterangan yang ada dalam tulisan ini adalah yang terkuno mengenai barang-barang sejarah bahasa Ibrani.
Sekalipun begitu
bani Israil tidak dikenal bahwa mereka tinggal di negeri Palestina pada masa
itu, namun mereka dikenal tersebar didusun-dusun antara jazirah
Arabia dan negeri Palestina.
2. Perkembangan buhasa
Ibrani:
Adapun sedjarah bahasa
Ibrani melalui dua periode.
a. Masa keemasan:
Periode ini mulai
dari permulaan timbutnja bahasa Ibrani sam-pai
hidjr^'hnja ke Babilonia, dan kitab-kitab jang ditulis dimasa itu ialah :
Taurat, kitab
kejadian, keluaran orang-orang Lewi, Bilangan, Ulangan,
yusak, kemudian nabi-nabi Jusak, Hakim-hakim, Rut, Semuel yang pertama dan yang kedua, Raja-raja yang pertama dan yang ke dua. Mazmur
dan kitab nabi-nabi Jiel, Amos, Obaja, Junus, Micha, Nahum,
Hobakuk, Zefanja, Wbjai, Zacharia, Maleachi.
b. Masa keselakan :
Masa keselakan mulai dari hijrah itu
kemasa Makab, yakni ketahun 160 sebelum Masehi. Dan pada masa ini bahasa Arania
berlaku dengan dialek orang-orang Jahudi di
tanah Babilonia.
b. Kitab Suci dan Perjanjian Baru.
Perjanjian baru ditulis dengan bahasa
Yunani. Tetapi terdapat kata-kata Arania
tertulis dengan huruf Yunani. Sebagaimana bahagian Injil nampak ditulis dengan
bahasa Arania, kedalam bahasa Yunani ini sebagaimana terjadi pada Injil-Injil yang
empat: Matius, Markus, Lukas dan Yahya.
Sedang surat2 kiriman Paulus ditulis dengan bahasa Yunani.
Kitab-kitab perjanjian Baru diterjemahkan
ke dalam bahasa Suryani. Terjemahan ini diambil oleh orang-orang Nasrani Palestina
dan Siria dan dipakainya dalam gereja-gereja mereka.
Injil-Injil Markus, Matius dan Lukas, dapat
diketahui dengan sekilas mata memandang karena isi-isi dan kejadian-kejadiannya
bisa disusun: dalam kolom-kolom yang sama. Karenanya disebut dengan nama-nama
:”Synoptic Gospels", dan ditulis dengan bahasa yunani “Greek Koind", tidak merupakan contoh
yang bersih-licin dilihat dari segi tata bahasa dan seni bahasa.
Dari sumber-sumber ini terjemahan
Inggrisnya terkenal dengan naskah Raja James (King James Version). Naskah ini
menjadi pegangan bagi dunia Inggris. Keistimewaannya karena identiknya dengan
nama raja terjemahannya jauh sekali dari ketelitian.
Naskah-naskah yang paling tua yang ada pada
Gereja dari pada Injil-Injil keempat-empatnya, sejarahnya kembali ke abad
ketiga Masehi. Adapun naskah-naskah aslinya nampak disitu tertulisr
antara tahun 60-120 Masehi pembuatan naskah itu. Kemudian setelah ditulis,
terjadi perubahan dengan sengaja dimaksudkan agar disesuaikan dengan satu
golongan orang pembuat naskah itu, atau untuk disesuaikan dengaxn kemauannya
dalam soal-soal ketuhanan dengan maksud-maksud tertentu, jangka dua abad itu telah
menjadi sasaran kesalahan-kesalahan dalam penyalinan.
Orang-orang Kristen yang membuat naskah itu yang hidup sebelum akhir abad pertama,
mereka sama sekali tidak pernah menyalin
Perjanjian Baru. Bahkan semuanya yang disalin
itu diambil dari Perjanjian Lama. Dan tidak kita dapati suatu isyarat tentang Injil Kristen sebelum tahun
150 Masehi.
a). Injil Markus.
Para ahli Kritis Bibel sependapat dan satu kata bahwa : Injil-Injil
keempat-empatnya itu yang paling terdahulu
atau yang paling tertua ialah Injil Markus. Mereka mengatakan sejarah Injil
Markus itu diantara tahun 65 — 70 Masehi.
Dikatakan bahwa Markuslah yang menyusun Injilnya daripada ingatan-ingatan yang dipindahkan kepadanya oleh
Petrus.
b).
Injil Matius.
Riwayat yang diambil dalam tradisi Orthodox (Orthodox tradition) mengatakan : Injil Matius
ialah Injil yang tertua dari
Injil-injil semuanya. Irenaes berkeyakinan Injil ini ditulis dengan
bahasa Ibrani yakni bahasa Arania.
Nampaknya Injil Matius ini adalah kumpulan
dengan bahasa Arania dari perkataan-perkataan
Al-Masih. Ada pendapat yang cenderung bahwa
Paulus mempunyai dokumen dari semacam ini. Yang demikian itu, karena dia tidak terima Injil dari Al Masih seperti halnya para hawari. Dengan dokumen ini
kadang-kadang ia memindahkan kata-kata Jesus dengan: nas (teks)nya.[1]
Tetapi tidak sampai kepada kita melainkan dengan
bahasa Yunani, Kalangan kritisi Bibel lebih
cenderung bahwa Injil ini dari susunan pengikut-pengikut Matius bukan
dari perkataan-perkataan pemungut cukai sendiri. Sebagian besar (mayoritas) ahli-ahli ilmu pengetahuan berpendapat sejarahnya
kembali kepada periode diantara
tahun 85-90 Masehi.
Kalau tujuan dan maksud
yang dimaukan oleh Matius ialah untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang
Yahudi maka ia lebih cenderung dari sebagaian besar para hawari, berpegang kepada mu'djizat-mu'jizat yang dihubungkan kepada Al Masih. Dan dia sangat
berusaha sehingga menimbulkan tanda-tanya dalam hati, untuk menetapkan bahwa kebanyakan ramalan-ramalan di Perjanjian
Lama telah terbukti pada pribadi Al Masih.
c).
Injil Lukas :
Injil menurut nas Lukas yang biasanya
kembali sejarahnya pada akhir abad pertama.
Lukas bermaksud menyusun riwayat-riwayat
yang lalu mengenai Al Masih dan menyesuaikannya dengan tujuan untuk memberikan petunjuk kepada
seluruh bangsa-bangsa, bukan kepada
orang-orang Yahudi.
Besar kemungkinan
bahwa Lukas sendiri adalah seorany Umami (istilah buat orang bukan Yahudi). Dia
kawan baiknya Paulus penyusun kisah
Perbuatan Rasul-Rasul (Josephus f Antiquities IV 10).
Banyak ia mengutip tulisan-tulisan Markus
sebagaimana yang lalu. Dan dari situ juga
Matius mensitir (Against Apion, p. 456). Orang bisa menemukan dalam Injil
Matius 600 documen dari 661 documen
yang meliputi nas yang menjadi pegangan pada Injil
Markus.
Dan
bisa didapatkan juga 350 dalam Injil Lukas hampir seperti itu juga nasnya dalam Injil Markus (Firikelstein
L, Akiba 33).
Bahkan lebih banyak daripada
itu kita dapati dalam Injil Matius, banjak
paragrap-paragrap yang terdapat dalam Injil Lukas dan tidak terdapat dalam
Injil Markus. Dan ini juga hampir sama seperti nas itu.
Nampak
bahwa Lukas mengambil nas-nas ini dari Matius, atau Lukas dan Matius
pengambilannya dari sumber jang sama yang belum kita ketahui.
Tulisan-tulisan
yang disalin dan disitir itu, diperhalus oleh Lukas dengan kemahiran sastra. Renan berprasangka bahwa Injil ini seindah-indah buku karangan yang pernah
ditulis.
d).
Injil Yahja.
Injil Yahja adatah
Injil yang keempat tidak dianggap ia menceriterakan
perihidup Jesus, bahkan itu adalah uraian tentang Jesus mengenai pandangan ketuhanan; bahwa ia
sebagai Kalimatullah dan pencipta alam dan juru selamat manusia.
Ini bertentangan, disitu terdapat titik-titik (point-point) sejarah yang
diragukan kebenarannya dan terdapat diantara
kisah-kisah motif kesangsian dengan Injil-Injil yang lain “Synoptic
Gospels" dalam ratusan uraian, dan dalam gambaran umum yang digambarkan
tentang Al Masih. Dan Injil itu bercorak
aliran yang dekat dengan aliran yang
mengatakan bahwa keselamatan itu bukan
dengan imam, tetapi dengan
pengenalan (ma'rifat). Ini adalah menguatkan pendapat-pendapat metafisika
(metephysical ideas). Hal ini membawa banyak dari kalangan ahli-ahli
penelitian dan research tentang agama
Kristen menjadi ragu-ragu bahwa pembuat Injil ini ialah Yahja. Kuat pendapat bahwa tulisan Injil ini
sudah terjadi pada abad yang
pertama, sedang penulisnya yaitu penulis surat-surat Yahja yang dikemukakan
pikiran-pikiran itu juga dengan susunan yang
sama.
Keslmpulan :
Kesimpulannya ialah
bahwa disana terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi diantara Injil-Injil itu
satu sama yang lain dan kekaburan dan keragu-raguan yang
serupa dan bersamaan sekali dengan apa yang diriwayatkan tentang tuhan-tuhan
agama berhala, dan banyak daripada peristiwa-peristiwa nampak dibuat dan dibikin dengan disengaja untuk menetapkan
banyak ramalan-ramalan yang tersebut dalam Perjanjian Lama, dan banyak paragraph-paragrap dimaksudkan sebagai pengabsahan dasar sejarah akidah belakangan daripada akidah-akidah gereja atau
sebagai pengokohan dasar sejarah cara peribadatan yang belakangan daripada
cara-cara peribadatan gereja.
Ada empat perkara yang diperselisihkan ahlul kitab mengenai Bibel:
1.
Keesaan Tuhan, Al ikhlas: 1-4.
2.
Pengampunan dosa, An nisa: 114 dan Az
zumar: 53 dan 54.
3.
Persamaan diantara manusia, Al
hujaraat: 13.
4.
Kabar gembira kedatangan Muhammad
saw.As shof: 6, Injil Barnabas 220 dan Injil Yahya: 16 : 12, 13.
Buku-buku
rujukan
1. Al Qur’an terjemahan, Departemen Agama
RI, Jakarta 1993.
1. Metodologi
Bibel dalam Studi Al-Qur’an, Adnin Armas, MA, Gema Insani, Jakarta, 2005.
2. Muhammad
SAW. Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Ibrahim Chalil Ahmad, CV Pelajar dan GUNA UTAMA, Bandung, 1969.
3. Al-Kitab
Terjemahan Baru, LAI, Jakarta 2005.
[1] (Grenfell dan Hunt menemukan
diruntuhan salafi sebuah kota lama di Mesir (mints of
oxyrhyrchus) pada tahun 1897-1903 Masehi duabelas
fragments of logia disitu ada paragrap sesuai
dengan pragraph-pragraph yang ada dalam Injil-Injil, sejarahnja
'\kembali sebelum abad ketiga Masehi. Kemungkinan
naskah yang lain yang lebih tua dari itu sampai kini masih ada).
0 komentar:
Posting Komentar