FUNGSI ZAKAT SEBAGAI SARANA
PEMERATAAN DISTRIBUSI KEKAYAAN
Al Quran, sebagai pedoman hidup
orang Islam, secara tegas telah
memerintahkan pelaksanaan zakat. Menurut catatan Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy (1999), terdapat 30 kali penyebutan kata zakat secara ma’rifah di
dalam Al Quran, bahkan kewajiban zakat seringkali beriringan dengan perintah
sholat, seperti misalnya:
memerintahkan pelaksanaan zakat. Menurut catatan Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy (1999), terdapat 30 kali penyebutan kata zakat secara ma’rifah di
dalam Al Quran, bahkan kewajiban zakat seringkali beriringan dengan perintah
sholat, seperti misalnya:
Dan
dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS 2/ al-Baqarah: 43)
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS 2/ al-Baqarah: 43)
Penjelasan kewajiban zakat
bergandengan dengan perintah sholat terdapat pada
28 ayat Al Quran. Dengan demikian, menurut sebagian ulama besar, jika sholat
adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama atau dengan kata lain
sholat merupakan ibadah jasmaniah yang paling mulia, sedangkan zakat
dipandang sebagai ibadah hubungan kemasyarakatan yang paling mulia.
Beberapa pandangan ulama besar, menyatakan, bergandengannya kewajiban zakat
dan perintah sholat dalam Al Quran menyiratkan bahwa semestinya Allah tidak akan menerima
salah satu, dari sholat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Pada
dasarnya, kepentingan ibadah sholat tidak dimaksudkan untuk mengurangi arti
penting zakat, karena sholat merupakan wakil dari jalur hubungan dengan
Allah, sedangkan zakat adalah wakil dari jalan hubungan dengan sesama
manusia.
28 ayat Al Quran. Dengan demikian, menurut sebagian ulama besar, jika sholat
adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama atau dengan kata lain
sholat merupakan ibadah jasmaniah yang paling mulia, sedangkan zakat
dipandang sebagai ibadah hubungan kemasyarakatan yang paling mulia.
Beberapa pandangan ulama besar, menyatakan, bergandengannya kewajiban zakat
dan perintah sholat dalam Al Quran menyiratkan bahwa semestinya Allah tidak akan menerima
salah satu, dari sholat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Pada
dasarnya, kepentingan ibadah sholat tidak dimaksudkan untuk mengurangi arti
penting zakat, karena sholat merupakan wakil dari jalur hubungan dengan
Allah, sedangkan zakat adalah wakil dari jalan hubungan dengan sesama
manusia.
Zakat adalah salah satu rukun islam
dan merupakan kewajiban umat islam. Selain kata zakat, Al-Qur`an juga merupakan
istilah shadaqah untuk perbuatan-perbuatan yang berkenaan dengan harta kekayaan
yang dimiliki seseorang. Walau tujuannya sama, namun kedua istilah itu berbeda
jika dipandang dari segi hukum. Oleh karena itu, orang mempergunakan istilah
shadaqah wajib untuk zakat dan shadaqah sunnat untuk shadaqah biasa.
Walaupun tujuannya sama, namun kalau
dipandang dari segi hukum, keduanya berbeda. Perbedaan itu adalah sebagai
berikut:
- zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya. Pengeluaran zakat dilakukan dengan cara-cara dan syarat-syarat tertentu baik mengenai jumlah maupun mengenai waktu dan kadarnya.
- shadaqah bukan merupakan suatu kewajiban. Sifatnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya, baik mengenai jumlah waktu dan kadarnya
- A. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata zaka,
artinya tumbuh dengan subur. Makna lain dari kata zaka
sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab
hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang
serta berkah. Jika pengertian tersebut dihubungkan dengan harta, maka menurut
ajaran Islam harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah
karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang memiliki
harta tersebut). Hal ini dikarenakan zakat merupakan aspek kerohanian dimana
kewajiban ini tidak dikenakan lepada orang-orang non Islam karena mereka tidak
dapat dipaksakan untuk melakukan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Islam.
Untuk lebih jelasnya aspek zakat ini dijelaskan dalam surat At-Taubah:103 yang
berbunyi:
Yang artinya adalah, “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui”
Yang maksudnya adalah bahwa zakat
membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda dan zsakat menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangakan harta benda mereka.
- B. Tujuan dan Prinsip- Prinsip Zakat
Menurut M.A Mannan dalam
bukunya ISLAMIC ECONOMICS: Theory and Practice (Lahore, 1970 :
825), zakat mempunyai enam prinsip, antara lain:
- Keyakinan keagamaan, prinsip ini menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran zakat tersebut merupakan salah satu menifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya belum merasa sempurna ibadahnya
- Pemerataan dan keadilan, perinsip ini cukup jelas yakni menggambarkantujuan dasar zakat itu sendiri yaitu membagi lebih adil atas harta kekayaan yang telah allah berikan kepada kita
- Productivitas dan kematangan, perinsip ketiga menekan bahwa zakat memang harus dibanyak karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil tersebut hanya dapat diambil zakatnya setelah lewat jangka waktu yaitu satu tahun
- Nalar,
- Kebebasan,
- Etika dan kewajaran, perinsip ini menjelaskann bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.Zakat tidak mungkin dipungut, kalau pemungutan itu orang yang membayarknya justru menderita
Seperti tercantum dalam surat QS. Al-Hasyr: 7 yang berbunyi
Yang artinya, “Apa saja
harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”
Untuk lebih jelasnya tujuan dan
peranan zakat akan diuraikan berdasarkan point-point berikut ini:
- Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan
- Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh para penerima zakat tersebut
- Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya
- Menghilangkan sifat kikir atau loba para pemilik harta
- Membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang miskin
- Memjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
- Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang memiliki harta
- Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
- Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social
10. Meningkatkan dan menjaga
daya beli para fakir miskin agar dapat memelihara sektor usaha, sehingga
perekonomian dapat terus berjalan dengan baik.
- Dasar-Dasar Penilaian
Di dalam sebuah masyarakat yang
memperbolehkan pemilikan harta secara perorangan dan inisiatif individu dengan
segala cara, perbedaan dalam pendapat tidak dapat dielakkan. Akan tetapi
perbedaan ini harus dikendalikan agar tidak terjadi peluang terciptanya
kelompok kaya dan kelompok miskin dengan jurang perbedaan yang berada diantara
mereka sebagaimana yang kita jumpai saat-saat ini. Dengan adanya dana zakat dan
pengeumpulan dana yang lainnya seperti infaq dan shadaqah, kehidupan
orang-orang miskin dan yang kekurangan akan ditingkatkan oleh pemerintah.
Seperti yang diterangkan dalam Al-Qur`an, orang-orang miskin mempunyai hak atas
harta yang berada di tangan orang kaya.
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym
È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur
”Dan pada harta-harta mereka ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan ornag miskin yang tidakdapat bahagian”.
(QS. Adz-Dzariyat: 19)
- D. Implikasi Zakat Terhadap Perilaku Konsumsi dan Produksi
- 1. Zakat Terhadap Konsumsi
- Bagi golongan fakir zakat merupakan pendapatannya dalam memenuhi kebutuhannya
- Bagi golongan miskin zakat merupakan tambahan pada pendapatannya dalamk memenuhi kebutuhannya
- Bagi golongan ibnussabil zakat menjadi pendapatan utamanya dalam memenuhi kebutuhannya
- Bagi golongan fisabilillah zakat menjadi pendapatan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan mereka
- Bagi golongan muallaf zakat menjadi pendapatan utama yang dapat meneguhkannya
- Bagi golongan amil zakat menjadi pendapatannya dalam memenuhi kebutuhannya
- Bagi golongan gharimin zakat menjadi pendapatan untuk membayar utangnya
- Bagi hamba sahaya zakat menjadi pendapatan untuk harga tebusan dirinya
- Bagi para muzakki, zakat diambil dari pendapatan atau kekayaan muzakki, sehingga mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan. Namun dengan asumsi bahwa para muzakki adalah golongan yang pada umumnya bekerja sebagai produsen, maka keuntungan sebagai produsen akan dirasakan akibat tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan, dibelanjakan oleh para mustahik untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi semakin tinggi tingkat zakat, semakin tinggi pula konsumsi yang dapat mendorong perekonomian.
- 2. Zakat Terhadap Distribusi
Dengan asumsi bahwa para muzakki
adalah golongan yang bekerja sebagai produsen, maka manfaat zakat oleh produsen
akan dirasakan melalui tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang
mereka bayarkan, dibelanjakan oleh para mustahik untuk mengkonsumsi barang dan
jasa dari produsen. Jadi semakin tinggi tingkat zakat, semakin tinggi pula
konsumsi yang dapat mendorong perekonomian. Dan yang akhirnya akan mendorong
para produsen untuk terus berproduksi demi memenuhi kebutuhan para konsumennya.
- E. Perintah Dan Anjuran Mengenai Distribusi Harta Menurut Al-Qur’an
- Perintah
Perintah Alquran menyangkut
distribusi harta di antaranya adalah mengeluarkan zakat. Firman-Nya dalam Qs.
al-Tawbah, 9: 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah
untuk mereka…”
Dalam memahami ayat 103 surat
al-Tawbah di atas, Hassan Hanafi sampai berpendapat bahwa pemerintahan yang sah
berkewajiban untuk turun tangan secara langsung mengambil harta yang berada di
tangan kaum kaya yang merupakan hak kaum yang membutuhkan, jika pihak yang
pertama ingkar dan tidak mau mendistribusikan kekayaannya kepada pihak yang
kedua. Itu karena, kata Hanafî, harta kekayaan harus mengalir di tengah-tengah
anggota masyarakat seperti mengalirnya air, di mana siapa pun yang membutuhkan
dapat mengambil dan mempergunakannya. Harta kekayaan, lanjut Hanafî, harus
didistribusikan, jangan ditimbun.
Zakat merupakan salah satu kiat
Islam dalam rangka meraih cita-cita sosialnya. Ia juga merupakan penegasan
bahwa dalam harta milik pribadi terdapat hak-hak mereka yang membutuhkan yang
harus disalurkan kepada mereka. Kiat ini ditempuh Islam sambil melarang
beberapa praktek transaksi yang dapat mengganggu keserasian hubungan antara
anggota masyarakat.
Adapun signifikansi zakat yang
paling menonjol, didasarkan atas nilai-nilai dan prinsip-prinsip ideal sebagai
berikut:
- Zakat merupakan cerminan falsafah Islam tentang harta, dan bahwasanya harta dalam pandangan Islam adalah milik Allah, manusia hanya mempunyai hak pendayagunaan dan pemanfaatan (QS. Al-Nûr, 24: 33)
- Zakat merupakan institusi Islam tentang keharusan terwujudnya keadilan sosial, yaitu dengan cara distribusi harta dari kaum kaya kepada fakir miskin dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Saking pentingnya zakat dilihat dari segi ini, tidak aneh kalau ia dijadikan salah satu pilar agama yang keislaman seseorang tidak dianggap sah tanpa terpenuhi rukun ini. Ayat-ayat Alquran tentang zakat pun senantiasa diiringi nada penegasan, peringatan dan ancaman baik di dunia maupun akhirat. Tak kurang dari empat puluh ayat menunjukkan makna ini dengan sangat jelas.
- Juga merupakan sarana pendidikan hati bagi kaum Muslim untuk ikut menanggung beban dan derita sesamanya. Sebab dengan mengeluarkan zakat berarti seorang Muslim telah mengenyahkan kepentingan priomordial, individual dan egoisnya.
- Anjuran
Adapun anjuran Alquran menyangkut
distribusi kekayaan, barangkali Qs. al-Baqarah,: 261-262 dapat kita jadikan
sampel yang mewakili ayat-ayat lain yang mempunyai kandungan makna yang serupa
dengannya. Ayat termaksud adalah:
“Perumpamaan orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tipa butir seratus biji, Allah melipat
gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha
Mengetahui (261). Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti perasaan si penerima,
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (262).
Dalam tafsir al-Munîr, Wahbah
Zuhailî mengutip al-Kalabî yang mengatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan sayyidinâ ‘Utsmân bin ‘Affân dan ‘Abd al-Rahmân
bin ‘Auf yang membelanjakan sebagian harta mereka di jalan Allah, tepatnya
untuk mendanai perang Tabûk.
Ayat di atas mengandung perumpamaan
tentang pelipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah dan demi rida-Nya. Ia juga menjelaskan bahwa setiap kebaikan yang
diberikan akan dilipatkan pahalanya sepuluh hingga 700 kali lipat.
Ayat-ayat ini terkait dengan ayat
259 yang menjelaskan tentang pertanyaan bagaimana Allah menghidupkan negeri
yang telah hancur berantakan. Dalam ayat itu dikemukakan bahwa membangun dunia
dan memakmurkannya mengharuskan adanya manusia yang hidup, tinggal, bergerak,
giat dan berusaha. Tanpa kehadiran manusia dan kehidupannya, maka satu negeri
tidak akan makmur. Hidup bukan hanya menarik nafas dan menghembuskannya. Hidup
adalah gerak, rasa, tahu, kehendak dan pilihan. Manusia tidak dapat memenuhi
semua kebutuhannya. Ia harus saling membantu, saling melengkapi, dan karena itu
pula mereka harus beragam dan berbeda-beda agar mereka saling membutuhkan. Yang
tidak mampu dalam satu bidang dibantu oleh yang lain yang mumpuni, atau
berlebih di bidang itu. Yang kuat membantu yang lemah. Inilah yang dijelaskan
kelompok ayat 261-262. Ayat 261 berpesan kepada yang berpunya agar tidak merasa
berat membantu, karena apa yang dinafkahkan akan tambah berkembang dengan
berlipat ganda.
Pendangan bahwa membantu yang lemah
itu sebenarnya memperkuat yang kuat, kita sebut sebagai solidaritas. Bantaun
yang kita berikan sebetulnya bukan anugerah, tetapi harga yang harus kita bayar
untuk kerja sama yang saling menguntungkan. Pada kehidupan sosial yang makro,
uluran tangan pihak yang beruntung dalam menolong yang tidak beruntung akan
memperkukuh integritas sosial. Sebaliknya, acuh tak acuh atas penderitaan orang
lain akan berbalik menjadi bumerang.
Menurut Hassan Hanafî, infak harta
yang disebut ayat bukanlah zakat, melainkan investasi produktif yang
menghasilkan sumber produksi. Hal ini berarti bahwa al-mâl harus
diupayakan untuk tidak idle (diam), agar fungsinya untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat dapat terpenuhi. Menurut syariat, investasi harus
mengutamakan hal-hal yang menyentuh kebutuhan pokok masyarakat yakni sandang,
pangan, dan papan, di samping pendidikan, pelayanan kesehatan, dan hal-hal lain
yang dinilai vital dalam peningkatan kesejahteraan orang banyak.
Infak tersebut bisa dilakukan secara
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan (dengan tidak bermaksud mencari
perhatian orang, tapi untuk mencapai kemaslahatan yang lebih besar), dan harus
dilakukan murni untuk mencari rida Allah dan membela kepentingan umum (Qs.
Al-Baqarah, 2: 265, 274). Tidak jarang infak yang dikeluarkan hanya untuk
mencari perhatian dan pujian orang (riyâ), atau untuk menyakiti perasaan
orang yang menerima (Qs. Al-Baqarah, 2: 264). Para penginfak yang akan mendapat
ganjaran Tuhan adalah mereka yang berinfak di “jalan Allah”, tulus karena-Nya,
dan tidak mengiringi infaknya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan
tidak menyakiti perasaan si penerima (Qs. Al-Baqarah, 2: 262).
Dengan infak, akan terlihat
keunggulan seseorang atas orang lain, kelebihan seorang mukmin atas mukmin
lainnya. Kelebihan seseorang atas orang lain bukan terletak pada jumlah harta
yang dimiliki, tapi pada kadar infak yang diberikan.
Sedang infak yang bertolak belakang
dengan kemaslahatan umum dan dimaksudkan untuk membendung laju agama Allah,
maka hal seperti itu merupakan tindakan kekufuran (Qs. Al-Anfâl, 8: 36). Kufur
dalam arti membelanjakan harta dalam rangka merusak tatanan nilai sosial serta
mencederai hati nurani dan keadilan, dan dalam rangka menanamkan nilai-nilai
yang bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah.
- DAMPAK ZAKAT DAN PAJAK TERHADAP PEREKONOMIAN
Pembahasan berikut ini akan
memberikan ilustrasi matematis mengenai perbandingan antara pendapatan
pemerintah yang diambil melalui pajak dan pendapatan pemerintah yang diperoleh
melalui pajak
Untuk memulai, asumsikan untuk
sementara waktu berkah belum dimasukan ke dalam pertimbangan konsumsi. Dengan
konteks seperti ini, kita bias menentukan fungsi maslahah agraret,
yaitu:
Dengan dan β keduanya < 1
Dengan kedua ekspresi, kita biasa
membentuk fungsi lagrangian sebagai berikut:
Dengan melakukan diferensiasi
terhadap X dan Y dan dan menyamakan dengan nol, kemudian menyamakan
terma-terma yang sama dan menyelesaikannya, diperoleh fungsi-fungsi untuk
masing-masing produk:
Sekarang, jika pemerintah mengenakan
pajak sebesar pada harga barang X sehingga barang X menjadi
Dengan harag yang baru ini maka jumlah
barang X yang bisa dibeli adalah:
Dari penggunaan pajak ini, jumlah
pajak yang bisa terkumpul adalah sebesar:
Sekarang jika pemerintah menerik
kesimpulan sejumlah pajak yang terkumpul diatas, , tetapi dikenakan secara
langsung pada pendapatan, maka jumlah diasposable income yang bisa dibelanjakan
adalah sebesar:
Dengan jumlah uang yang baru, maka
jummlah barang X yang bisa dibeli adalah:
Mengingat bahwa dihitung
melalui indeks harga pada tahun berlaku, yang besarnya minimum adalah 1 (100),
maka:
Hal ini berarti bahwa jumlah barang
yang bias dibeli adalah lebih besar pada kasus yang kedua, dimana pajak
dikenakan secara langsung pada pendaptan dan bukannya pada harga barang.
Kesimpulannya, hamper semua pajak mempunyai sifat meningkatkan biaya produksi dan
harga jual barang. Sementara kalau dilhat zakat bersifat mengurangi pendapatan.
Dengan demikian, zakat lebih baik daripada pajak, jika dilihat dari
kemampunannya mempertahankan tingkat kesejahteraaan masyarakat.
- G. Tanggung Jawab Negara
Menurut ajaran islam, zakat
sebaiknya dipungut oleh negara atau pemerintah yang bertindak sebagai wakil
fakir miskin untuk memperoleh haknya yang ada pada harta orang-orang kaya.
Cara pemindahan atau pemerataan
kekayaan seperti ini dimaksudkan agar orang kaya tidak merasa zakat yang
dikeluarkannya sebagai kebaikan hati, bukan kewajiban dan fakir miskin tidak
merasa utang budi pada ornag kaya karena menerima pembagian zakat. Zakat, pada
hakikatnya, adalah distribusi kekayaan di kalangan umat islam, untuk
mempersempit jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin dan
menghindari penumpukkan kekayaan di tangan seseorang atau kalangan tertentu
saja. Dan Keuntungan jika zakat dikelola oleh sebuah lembaga publik
professional
dengan memadukan unsur pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat adalah:
dengan memadukan unsur pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat adalah:
- para wajib zakat akan lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin lebih terjamin haknya
- perasaan fakir miskin lebih dapat terjaga
- pembagian zakat akan lebih tertib
- zakat yang diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sabilillah misalnya, dapat disalurkan dengan baik karena pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya.
- Zakat dapat pula mengisi perbendaharaan negara (daerah)
Menurut Yusuf Qardhawi, apabila
pemerintah tidak mempunyai lembaga pengumpul zakat sendiri, pengumpulan dan
pembagian zakat dapat dilakukan oleh badan-badan hukum swasta di bawah
pengawasan pemerintah.
- Kesimpulan
Tujuan dan idealisasi dari ibadah
zakat tercermin dalam komitmen Islam dalam memerangi kesenjangan sosial dan
secara konsisten memperjuangkan terciptanya keseimbangan ekonomi antara si kaya
dengan si miskin, antara kaum berada dengan kaum papa. Upaya membangun
keseimbangan antara kaya dan miskin, serta orang yang membutuhkan bantuan,
termanifestasi dalam dua bentuk. Pertama, bentuk tang bersifat kewajiban yang
bernuansa “top down”, atau bisa dikatakan struktural, yang dengan atau tanpa
kesadaran, golongan yang telah memenuhi persyaratan tertentu harus mengeluarkan
sebagian hartanya untuk mustahiq.
Kedua, bentuk yang bersifat sukarela
(tathawwu’), yang menekankan adanya kesadaran akan pentingnya
solidaritas sosial. Keduanya disyariatkan oleh Islam dalam rangka membangun
tatanan sosial masyarakat yang harmonis.
Zakat sebagai ibadah mempunyai
dimensi sosial kemasyarakatan, baik bagi pembayarnya, maupun bagi penerimanya,
di antaranya zakat sebagai sarana untuk menghilangkan sifat konsumerisme dan
kapitalisme. Zakat dapat menumbuhkan kepekaan sosial sekaligus sarana
introspeksi dan pendidikan jiwa agar bisa berbagi dengan yang lain, berbuat
baik antar sesama dengan membantu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Zakat juga
dapat mendorong masyarakat untuk menciptakan tatanan sosial yang harmonis,
dengan adanya cinta kasih antar sesama, antara si kaya dan yang tak berpunya.
Zakat bisa melepaskan manusia dari
ketergantungan terhadap harta. Zakat menjadikan harta mempunyai manfaat yang
lebih abadi (pahala), mewujudkan kesejahteraan sosial, sebagaimana iman akan
mewujudkan kesejahteraan ruhani, dan shalat akan mewujudkan kesejahteraan
badani.
DAFTAR
PUSTAKA
Pusat pengajian dan pengembangan
ekonomi Islam (P3EI).2008.Ekonomi Islam.Jakarta:PT Raja grafindo
Persada.
0 komentar:
Posting Komentar