AGAMA ISLAM DI INDONESIA
Islam adalah satu-satunya agama yang lengkap lagi komprehensif (syumul)
kerana ia diasaskan atas tiga komponen utama iaitu akidah, syariat dan akhlak.
Ketiga-tiga komponen ini menjadi tonggak utama kepada kekuatan, kesempurnaan
dan keindahan Islam.
Rahasia kejituan Islam adalah berdasarkan kepada dua sumber utama
yaitu Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Maka keselamatan umat Islam di dunia dan di
akhirat adalah ditentukan kepada ukuran sejauh mana seseorang itu berpegang
teguh kepada kandungan Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Hal ini ditegaskan dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Malik Radiallahu ‘anhu yang bermaksud :
“Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku tinggalkan untuk kamu
dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih
berpegang kepada keduanya iaitu Kitab Allah (Al-Qur‘an) dan sunnah RasulNya”.
(Hadis riwayat Malik)
1. Sejarah Masuknya Agama Islam
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang
sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA
mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama
berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan
Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam
meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan
Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah
kerajaan Islam pertama di Indonesia
berdiri, yakni Samudra Pasai. Berita
dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H
/ 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita
dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di
Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum
Muslimin yang ditemukan di Indonesia
terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu
diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun.
Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan
Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan
makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada
pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad
ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para
pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara
besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah
memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya
beberapa kerajaan bercorak Islam
seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon ,
serta Ternate . Para
penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi
pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M
antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh
kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan
Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa
kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan
Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang,
tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara
yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
2. Kebudayaan Islam di Indonesia
Kebudayaan Islam di Indonesia umumnya didominasi
dengan pengaruh-pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Selain itu, di Indonesia
terdapat pusat pengaruh kebudayaan Islam yang berakar dari pemimpin-pemimpin
islam, seperti Walisongo di Pulau Jawa. Percampuran kebudayaan untuk proses
penyebaran agama pun sering kali terjadi, seperti penyebaran yang dilakukan
dengan menggunakan media musik gamelan.
Citra Islam bagi penduduk Indonesia
sangatlah kuat, maka tidak diherankan segala kebudayaan-kebudayaan yang
berkembang di Indonesia
selalu saja berhubungan dengan masalah keagamaan. Hal-hal yang dilakukan harus
sesuai dengan segala ketentuan di Al-Quran dan Al-Hadist.
3. Hukum Islam di Indonesia
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama
telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam
sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU tentang
Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh.
Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tentang
Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa keseluruhan sistem pembinaan
peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung, timbul
keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu,
terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang
menghawatirkan kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama.
Pembinaan kemandirian lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang
dilakukan bertahap, yaitu dengan jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun
itu, berbagai kemungkinan mengenai keberadaan pengadilan agama masih mungkin
terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik buruknya pembinaan
administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di bawah Mahkamah
Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.
Di samping itu, fungsi peradilan dan penyelelesaian
sengketa hukum selain tergantung pada lembaga peradilan, juga berkaitan dengan
sistem penyelesaian sengketa dengan menggunakan mekanisme ‘Alternative Dispute Resolution’ (ADR) seperti melalui penggunaan
fungsi lembaga arbitrase dan hakim perdamaian seperti di desa ataupun dengan
menggunakan jasa para tokoh dan pemimpin informal yang dipercaya oleh
masyarakat, seperti para ulama dan guru. Karena itu, perlu ditelaah pula
sejauhmana sistem Hukum Islam dapat berperan dalam pengembangan pemikiran dan
praktek mengenai penyelesaian sengketa hukum melalui mekanisme alternatif ini.
Hirarki Makna mengenai
Hukum Islam
Sehubungan dengan digunakannya istilah-istilah hukum
Islam, syari’at Islam, fiqh Islam, dan qanun Islam tersebut di atas, penting
disadari adanya ‘hirarki makna’ dalam konsep-konsep mengenai hukum Islam tersebut.
Melalui pendekatan hirarki makna ini, kita akan mengetahui bahwa
istilah-istilah yang biasa digunakan dalam hubungannya dengan terminologi hukum
Islam itu, tidak saja mengandung perbedaan pengertian semantik, tetapi memang
berbeda secara konseptual dan maknawi karena perkembangan sejarah. Pada hirarki
pertama, pengertian kita tentang norma atau kaedah hukum Islam itu bersifat
konkrit dan kontan yang terkait dengan proses turunnya wahyu dari Allah swt
melalui Rasulullah saw yang langsung menjadi jawaban atas pertanyaan yang
timbul atau langsung menjadi solusi terhadap aneka persoalan yang terjadi di
masa kerasulan nabi Muhammad saw. Pada waktu itu, maka setiap wahyu yang
mengandung norma hukum baik yang berisi kaedah larangan (haromat), kewajiban
(fardu atau wajibat), anjuran positif (sunnah), anjuran negatif (makruh),
ataupun kebolehan (ibahah), dapat langsung kita sebut sebagai norma hukum
(al-ahkaam) yang di kemudian hari, ketika ummat Islam membutuhkan identitas
pembeda, disebut dengan Hukum Islam.
Pada hirarki makna yang kedua, pengertian Hukum Islam
itu dapat dikaitkan dengan masa sepeninggal Rasulullah saw, ketika dibutuhkan
usaha pengumpulan dan penulisan wahyu Ilahi itu ke dalam satu naskah.
4. Organisasi-organisasi Islam di Indonesia
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan
organisasi Islam terbesar di Indonesia
dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam
traditionalis, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Pesantren
adalah sekolah agama Islam yang dikelola oleh para kiai NU, dan biasanya
menyediakan penginapan bagi murid-muridnya. Pesantren pada umumnya mengajarkan
cara membaca dan menulis Al-Quran dalam bahasa Arab, menghapal ayat-ayat suci
Al-Quran, pelajaran agama Islam lainnya, dan juga ilmu dan pengetahuan umum.
Muhammadiyah merupakan
organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia , dengan keanggotaannya
sekitar 30 juta. Seringkali dikategorikan sebagai Islam modernis, Muhammadiyah
memiliki ribuan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan
rumah sakit di seluruh Indonesia .
5. Ajaran Islam Sesat di Indonesia
Ajaran Islam sering kali berubah menjadi sebuah
kepercayaan yang menentang dari Islam itu sendiri, inilah yang disebut
penyesatan terhadap suatu agama, yang berujung pada sebuah kepercayaan yang
didukung oleh masyarakat.
Ciri-ciri ajaran sesat (Aneka, Pelita Brunei :
Bilangan 14, 5 April 2000 m/s: 3) yaitu :
a.
Ajaran
sesat merupakan sebarang ajaran atau amalan yang dibawa oleh orang-orang Islam
atau bukan Islam yang mendakwa bahawa ajaran dan amalan tersebut adalah ajaran
Islam atau bersandarkan kepada ajaran Islam, sedangkan pada hakikatnya ajaran
dan amalan yang dibawa itu bertentangan dengan Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam serta bertentangan dengan ajaran, fahaman, keyakinan dan
amalan Ahli Sunnah Wal Jemaah.
b.
Amalan-amalan
kebatinan yang menjurus kepada matlamat untuk mendapatkan kelebihan-kelebihan
diri yang luar biasa yang menjadi kemegahan seperti kebal, ghaib dan
sebagainya.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka sebagai umat
Muslim, kita tidak boleh dengan mudah
terpengaruh akan hal-hal yang mendekatkan diri pada sesat. Kita harus yakin
bahwa Allah swt. adalah segalanya dan Al-Quran adalah petunjuk juga penuntun
bagi kita.
6. Tragedi yang terjadi di Indonesia
Tragedi Lampung, 1989. Niat mulia untuk membangun
perkampungan Islami tidak terlaksana, malah pembantaian keji yang terjadi.
Itulah gambaran peristiwa lampung, 4 Februari 1989.
Tragedi Tanjung Priok, Jakarta , 1984. Seorang oknum ABRI beragama
Katholik, Sersan Satu Hermanu, mendatangi mushala As-Sa'adah untuk menyita
pamflet berbau 'SARA'. Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung
perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram
dinding mushala dengan air got, bahkan menginjak Al-Qur'an. Warga marah dan
motor motor Hermanu dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk
Kodim. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak mendapat respon dari aparat.
Malah mereka memprovokasi dengan mempertontonkan salah seorang ikhwan yang
ditahan itu, dengan tubuh penuh luka akibat siksaan.
Peristiwa Poso, Ambon ,
yang berunjuk ke SARA, membuat umat Muslim merasa tersuduti dan terpecah belah.
Peristiwa pelanggaran hukum Islam di Aceh, sehingga
mencoreng nama Aceh sebagai kota
“serambi mekah”.
Peristiwa perusakan ajaran-ajaran sesat yang ada di Indonesia ,
peristiwa perusakan tempat-tempat umum oleh umat Muslim, yang dinilai tidak
mendasar dan tidak memiliki alasan yang sesuai.
Semua peristiwa pengeboman yang terjadi di Indonesia
diduga merupakan aksi jama’ah islamiyah. Hal tersebut mencoreng nama baik Islam
sebagai agama yang paling sempurna dan benar.
Baru-baru ini, masalah karikatur Nabi Muhammad saw.
yang sangat meremehkan umat islam di seluruh dunia, juga ditentang oleh
masyarakat Indonesia
yang 88% beragama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar