Selasa, 27 Desember 2011

AGAMA ISLAM DI INDONESIA


AGAMA ISLAM DI INDONESIA


Islam adalah satu-satunya agama yang lengkap lagi komprehensif (syumul) kerana ia diasaskan atas tiga komponen utama iaitu akidah, syariat dan akhlak. Ketiga-tiga komponen ini menjadi tonggak utama kepada kekuatan, kesempurnaan dan keindahan Islam.
Rahasia kejituan Islam adalah berdasarkan kepada dua sumber utama yaitu Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Maka keselamatan umat Islam di dunia dan di akhirat adalah ditentukan kepada ukuran sejauh mana seseorang itu berpegang teguh kepada kandungan Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Malik Radiallahu ‘anhu yang bermaksud :
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku tinggalkan untuk kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya iaitu Kitab Allah (Al-Qur‘an) dan sunnah RasulNya”.
(Hadis riwayat Malik)
Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Meskipun 88% penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran (Alwi Shihab,2001)

1.   Sejarah Masuknya Agama Islam
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Samudra Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.

2.      Kebudayaan Islam di Indonesia
Kebudayaan Islam di Indonesia umumnya didominasi dengan pengaruh-pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Selain itu, di Indonesia terdapat pusat pengaruh kebudayaan Islam yang berakar dari pemimpin-pemimpin islam, seperti Walisongo di Pulau Jawa. Percampuran kebudayaan untuk proses penyebaran agama pun sering kali terjadi, seperti penyebaran yang dilakukan dengan menggunakan media musik gamelan.
Citra Islam bagi penduduk Indonesia sangatlah kuat, maka tidak diherankan segala kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di Indonesia selalu saja berhubungan dengan masalah keagamaan. Hal-hal yang dilakukan harus sesuai dengan segala ketentuan di Al-Quran dan Al-Hadist.

3.      Hukum Islam di Indonesia
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu, terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.
Di samping itu, fungsi peradilan dan penyelelesaian sengketa hukum selain tergantung pada lembaga peradilan, juga berkaitan dengan sistem penyelesaian sengketa dengan menggunakan mekanisme ‘Alternative Dispute Resolution’ (ADR) seperti melalui penggunaan fungsi lembaga arbitrase dan hakim perdamaian seperti di desa ataupun dengan menggunakan jasa para tokoh dan pemimpin informal yang dipercaya oleh masyarakat, seperti para ulama dan guru. Karena itu, perlu ditelaah pula sejauhmana sistem Hukum Islam dapat berperan dalam pengembangan pemikiran dan praktek mengenai penyelesaian sengketa hukum melalui mekanisme alternatif ini.
Hirarki Makna mengenai Hukum Islam
Sehubungan dengan digunakannya istilah-istilah hukum Islam, syari’at Islam, fiqh Islam, dan qanun Islam tersebut di atas, penting disadari adanya ‘hirarki makna’ dalam konsep-konsep mengenai hukum Islam tersebut. Melalui pendekatan hirarki makna ini, kita akan mengetahui bahwa istilah-istilah yang biasa digunakan dalam hubungannya dengan terminologi hukum Islam itu, tidak saja mengandung perbedaan pengertian semantik, tetapi memang berbeda secara konseptual dan maknawi karena perkembangan sejarah. Pada hirarki pertama, pengertian kita tentang norma atau kaedah hukum Islam itu bersifat konkrit dan kontan yang terkait dengan proses turunnya wahyu dari Allah swt melalui Rasulullah saw yang langsung menjadi jawaban atas pertanyaan yang timbul atau langsung menjadi solusi terhadap aneka persoalan yang terjadi di masa kerasulan nabi Muhammad saw. Pada waktu itu, maka setiap wahyu yang mengandung norma hukum baik yang berisi kaedah larangan (haromat), kewajiban (fardu atau wajibat), anjuran positif (sunnah), anjuran negatif (makruh), ataupun kebolehan (ibahah), dapat langsung kita sebut sebagai norma hukum (al-ahkaam) yang di kemudian hari, ketika ummat Islam membutuhkan identitas pembeda, disebut dengan Hukum Islam.
Pada hirarki makna yang kedua, pengertian Hukum Islam itu dapat dikaitkan dengan masa sepeninggal Rasulullah saw, ketika dibutuhkan usaha pengumpulan dan penulisan wahyu Ilahi itu ke dalam satu naskah.

4.      Organisasi-organisasi Islam di Indonesia
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditionalis, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Pesantren adalah sekolah agama Islam yang dikelola oleh para kiai NU, dan biasanya menyediakan penginapan bagi murid-muridnya. Pesantren pada umumnya mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Quran dalam bahasa Arab, menghapal ayat-ayat suci Al-Quran, pelajaran agama Islam lainnya, dan juga ilmu dan pengetahuan umum.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, dengan keanggotaannya sekitar 30 juta. Seringkali dikategorikan sebagai Islam modernis, Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan rumah sakit di seluruh Indonesia.

5.      Ajaran Islam Sesat di Indonesia
Ajaran Islam sering kali berubah menjadi sebuah kepercayaan yang menentang dari Islam itu sendiri, inilah yang disebut penyesatan terhadap suatu agama, yang berujung pada sebuah kepercayaan yang didukung oleh masyarakat.
Ciri-ciri ajaran sesat (Aneka, Pelita Brunei: Bilangan 14, 5 April 2000 m/s: 3) yaitu :
a.      Ajaran sesat merupakan sebarang ajaran atau amalan yang dibawa oleh orang-orang Islam atau bukan Islam yang mendakwa bahawa ajaran dan amalan tersebut adalah ajaran Islam atau bersandarkan kepada ajaran Islam, sedangkan pada hakikatnya ajaran dan amalan yang dibawa itu bertentangan dengan Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam serta bertentangan dengan ajaran, fahaman, keyakinan dan amalan Ahli Sunnah Wal Jemaah.
b.      Amalan-amalan kebatinan yang menjurus kepada matlamat untuk mendapatkan kelebihan-kelebihan diri yang luar biasa yang menjadi kemegahan seperti kebal, ghaib dan sebagainya.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka sebagai umat Muslim, kita tidak boleh  dengan mudah terpengaruh akan hal-hal yang mendekatkan diri pada sesat. Kita harus yakin bahwa Allah swt. adalah segalanya dan Al-Quran adalah petunjuk juga penuntun bagi kita.

6.      Tragedi yang terjadi di Indonesia
Tragedi Lampung, 1989. Niat mulia untuk membangun perkampungan Islami tidak terlaksana, malah pembantaian keji yang terjadi. Itulah gambaran peristiwa lampung, 4 Februari 1989.
Tragedi Tanjung Priok, Jakarta, 1984. Seorang oknum ABRI beragama Katholik, Sersan Satu Hermanu, mendatangi mushala As-Sa'adah untuk menyita pamflet berbau 'SARA'. Namun tindakan Sersan Hermanu sangat menyinggung perasaan ummat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram dinding mushala dengan air got, bahkan menginjak Al-Qur'an. Warga marah dan motor motor Hermanu dibakar. Buntutnya, empat orang pengurus mushala diciduk Kodim. Upaya persuasif yang dilakukan ulama tidak mendapat respon dari aparat. Malah mereka memprovokasi dengan mempertontonkan salah seorang ikhwan yang ditahan itu, dengan tubuh penuh luka akibat siksaan.
Peristiwa Poso, Ambon, yang berunjuk ke SARA, membuat umat Muslim merasa tersuduti dan terpecah belah.
Peristiwa pelanggaran hukum Islam di Aceh, sehingga mencoreng nama Aceh sebagai kota “serambi mekah”.
Peristiwa perusakan ajaran-ajaran sesat yang ada di Indonesia, peristiwa perusakan tempat-tempat umum oleh umat Muslim, yang dinilai tidak mendasar dan tidak memiliki alasan yang sesuai.
Semua peristiwa pengeboman yang terjadi di Indonesia diduga merupakan aksi jama’ah islamiyah. Hal tersebut mencoreng nama baik Islam sebagai agama yang paling sempurna dan benar.
Baru-baru ini, masalah karikatur Nabi Muhammad saw. yang sangat meremehkan umat islam di seluruh dunia, juga ditentang oleh masyarakat Indonesia yang 88% beragama Islam.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Daftar Menu