Selasa, 27 Desember 2011

ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH (ZIS)


      ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH (ZIS) :
                     ( Wujud Konsep Ekonomi Kerakyatan Islam )
 
1. Pengertian Zakat, Infak dan Sedekah.

a. Pengertian Zakat.
Zakat berasal dari kata dasar zaka yang artinya : suci, baik, berkah dan berkembang. Menurut istilah syari’at zakat adalah namabagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan sebahagiannya dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentupula. Keterkaitan pengertian menurut bahasa dan pengertiasn menurut istilah sangat erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan zakatnya, maka harta itu menjadi suci, baik, berkah, tumbuhdan berkembang. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt. Dalam al-Qur’an Surat  At-Taubah ayat 103, yang artinya : “ Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan  mereka…”. Mereka yang dimaksud dalam ayat ini adalah para orang –orang kaya  yang memiliki harta melimpah. Dan sebahagian dalam ayat tersebut hanya sedikit yaitu sesuai dengan perhitungan nisabnya. Dalam ayat yang lain Surat Ar-Rum ayat 39 yang artinya : “… dan apa-apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka yang berbuat demikian itulah orang-orang yang melipat gandakan”.
            Zakat bersinonim dengan sedekah, yaitu dalam pengertian sedekah yang berarti sedekahwajib. Dengan kata lain, zakat adalah sama dengan sedekah wajib         ( lihat Surat At-Taubah ayat 60 ), Dalam ayat tersebut  zakat diungkapkan dengan kata “ Innamash shadaqaatu “, yang artinya adalah zakat.
            Adapun harta yang wajibdizakati memeiliki persyaratan-persyratan yaitu :Pertama, harta milik sempurna, maksudnya adalah bahwa harta itu dalam kekuasaannya secara penuh dan kepemilikannya sah, yang diperolehnya melalui cara bekerja, diperoleh dari harta warisan, ataupun berasal dari pemberian orang lain secara sah. Adapun harta yang diperoleh dari cara-cara yang tidak sah atau batil, maka zakatnya tidak akan diterima oleh Allah Swt. Kedua, mencapai nisah, artinya harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk hasil pertanian sepert jagungh, dan beras nisabnya adalah mencapai hasil 653 Kg. Emas dan peran telah mencapai jumlah 85 gram. Harta perniagaan nisabnya adalah senilai nisab emas. Ternak sapi telah mencapai jumlah 30 ekor, dan lain sebagainya. Ketiga, telah mencapai masa satu tahun ( haul ), untuk jenis harta tertentu. Sedangkan untuk hasil pertanian dikeluarkanzakatnya pada saat panennya.

b.Pengertian Infak dan Sedekah.

            Infaq asal katanya adalah anfaqa yang artinya mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah mengeluarkan sebagaian dari harta atau pendapatan untuk sesuatu kepentingan karena menurutiperintah ajaran agama Islam. Perbedaannya dengan zakat, kalau infak tidak ___________________
*) Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN ) Bengkulu / Dosen Fakultas Agama Islam (FAI ) UMB/ Anggota MUI Pripinsi Bengkulu


mengenal nisab dan tidak harus nenunggu masanya sampai satu tahun kepemilikan hartanya itu sebagaimana persyaratan itu ada pada ketentuan zakat.
            Sedekah asal katanya adaalah shadaqa yang artinya ‘benar’. Jadi orang yang bersedekah adalah orang yang benar. Dalam terminologi agama Islam orang yang suka bersedekah itu adalah orang yang pengakuan imannya kepada Allah. Pengertian sedekah sesungguhnya sama dengan pengertian infak, perbedaannya sedekah itu lebih luyas dari pada infak; jika infak hanya terkait dengan materi saja, dan tidak terkait dengan non-materi, sedangkansedekah meliputi materi dan non materi. Non-materi itu seperti bacaan takbir, tahmid, tahlil dan sejenisnya.

2. Z I S. Sebagai Konsep Islam tentang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Umat

            Islam sebagai agama yang diturunkkan oleh Allah melalui Nabi-Nya Muhammad saw. Diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di dunia ini agar memperoleh kebahagaiaan yang hakiki di dunia maupun diakhirat nanti. Untuk itu allah Swt. melengkapinya dengan berbagai petunjuk disegala aspek kehidupan untuk dipedomani . Khusus dalam segi kehidupan ekonomi umat, maka Islam memberikan konsepnya berupa zakat, infak , sedekah, wakaf dan lain sebagainya. Pembahasan dalam makalah ini hanya dikhususkan  mengenai zakat, infak dan sedekah saja.

a. Missi Islam tentang kesejahteraan dan realitanya

            Islam adalah agama kesejahteraan, karenanya Allah mengutus Nabi Muhammad saw. Sebagai Rasul-Nya hanyalah untuk merealisasikan kesejahteraan umatnya di seluruh persada alam ini ( Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 107 ). Ajaran Islam mampu mengantarkan pemeluknya mencapai hidup yang sejahtera asalkan umatnya benar-benar konsekuen mengamalkan ajarannya. Ajaran-ajaran Islam ini pilar-pilar pokoknya ada empat yaitu : Keimanan, akhlak, ibadah dan muamalah duniawiyah. Keempat pilar itu merupakan sesuatu yang utuh yang tidak boleh hanya dipilih-pilih yang mana suka saja, melainkan merupakan kesatuan yang bulat di mana keimanan merupakan  fondasi dasarnya yang harus kokoh dan kuat. Orang yang memiliki  keimanan yang kuat dan kokoh dlam kehidupan sehari-hari akan nampak ciri-cirinya yaitu hidup dan kehidupannya selalu bersama Allah, karena Allah dan  untuk mencapai  keridloan Allah. Selanjutnya di atas bangunan  keimanan yang kokoh akan mewujud bangunan akhlakul karimah. Akhlakul karimah adalah tingkah laku seseorang yang senantiasa disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah ( al-Hadits ), dengan kata lain tingkah laku seseorang yang selalu mengukur kebenarannya berdasarkan standar Al-Qur;an dan Al-Hadits. Setelah keimanannya dan akhlaknya baik, maka yang wajib  ada adalah bangunan ibadah yang baik, yaitu berupa : Shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lain ( ibadah mahdhoh ). Ibadah mahdhoh ini sesungguhnya dalam Islam bukan merupakan tujuan, melainkan merupakan wasilah bagaimana seseorang muslim agar menjadi baik keimanannya dan baik akhlaknya; karena itu seseorang yang mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji harus menghasilkan penyegaran keimanannya dan motivasi berakhlakul karimah. Selanjutnya seseorang muslim yang mempunyai kualitas keimanan yang baik, akhlakul karimah, dan ibadahnya baik, maka mereka aakan



melakukan muamalah duniawiyah yaitu berinteraksi sesama orang lain di dalam masyarakat dengan baik pula, yakni dalam berkiprah memenuhi hajat hidupnya sebagai makhluk sosial senantiasa  mengindahkan halal dan haram, serta senantiasa mengindahkan kemaslahatan umat. Itulah  seorang muslim yang memiliki  sebutan insan kamil, atau  orang yang benar-benar bertaqwa ( muttaqiin ). Dan semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi seorang insan kamil atau seorang muttaqiin, baik laki-laki maupun perempuan dengan tidak mengenal suku, ras maupun golongan. Ketika orang itu menempati kedudukan insan kamil, maka sesungguhnya mereka itu sungguh telah memperoleh kesejahteraan yang hakiki, baik  rohaninya maupun jasmaninya. Dengan kata lain mereka itu telah mampu memenuhi kebutuhan dirinya secara rohaniah yaitu merasa puas karena merasa diridhoi oleh  Allah sehingga hidupnya menjadi  bermakna, serta mampu memenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu mampu memenuhi kebutuhan untuk kepentingan duniawinya berupa sandang, papan dan pangan dan lain sebagainya dalam kerangka pengabdiannya kepada Allah Swt.
            Meskipun ajaran Islam telah sedemikian bagus dalam mengatur cara-cara memperoleh kesejahteraan manusia dengan mengatur pilar-pilar Islam, yang apabila dilaksanakan secara konsekuen mendapat garansi dari Allah pasti akan memperoleh kesejahteraan itu ( Al-Qur’an  Surat Al-a’raf ayat 96), akan tetapi konsep Allah itu dalam realitanya hanya sedikit saja umat Islam yang meyakini dan mempraktekkannya. Adapun  kebanyakan mereka umat Islam  meragukan dan tidak meyakininya, sehingga dalam ber-Islam pada umumnya umat Islam tidak konsisten atau hanya sepotong-sepotong saja. Ada sebahagian umat Islam hanya mengambil keimanan  dan ibadat saja, itupun dengan pemahaman yang keliru , yaitu keimanannya tidak utuh melainkan dicampur dengan keimanan kepada yang selain dari Allah, kemudian ibadahnya difahaminya merupakan tujuan akhir dari ber-Islam, sehingga setelah  beribadat mereka  menganggap telah sempurna Islamnya, tanpa hatus melakukan akhlakul karimah. Ada sebahagian umat Islam yang mengenggap bahwa yang penting akhlakul karimah, tanpa harus beriman dan beribadat yang baik. Apa lagi dalam hal muamalah duniawiyah hampir kebanyakanumat Islam tidak mengkaitkan sebagai pilar ajaran Islam yang pokok atau utama, sehingga dengan adanya pemahamanyang keliru ini tidak sedikit umat Islam yang tidak amanah dalam memikul tugas dan tanggung jawab, korupsi dianggap hal biasa, begitu juga berbohong dalam memberikan informasi, memeras, menindas menjadi kebiasaannya tanpa merasa berdosa, menyuap, kolusi  dan sejenisnya merupakan budaya yang melekat menjadi pakaian umat Islam Indonesia. Akibatnya yang muncul adalah perpecahan, kemiskinan, kebodohan dan berbagai kemunduran umat Islam lainnya.
]
b. Masyarakat sebagai Orientasi  keagamaan Islam

            Islam sebagai agama yang diturunkan Allah Swt. melalui Nabi-Nya Muhammad saw. Adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat di dunia ini secara baik dan menyenangkan, sehingga ukuran kebaikan seseorang terhadap orang lain menjadi ukuran keadaan iman seseorang, apakah seseorang itu membina hubungan baik terhadap orang lain atau tidak, amaka akan menjadi ukuran seseorang itu sempurna imannya atau tidak, semakin baik seseorang menjalin hubungan dengan




orang lain akan semakin baik pula imannya, begitu juga sebaliknya semakin tidak baik seseorang menjalin hubungan dengan orang lain semakin, maka semakin tidak baik iman seseorang itu.
            Pahala yang merupakan imbalan suatu perbuatan baik, dan yang akan menjadi bekal pada kehidupannya  di akhirat, hampir keseluruhannya hasil perbuatannya terhadap orang lain. Seseorang muslim yang tidak perduli dengan orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri, menurut ajaran Islam adalah sebagai seorang individualis, kikir, bakhil, egois, sombong dan sejenisnya, yang kesemuanya itu sangat dibenci dan dilaknat oleh Allah,
            Ibadat dalam Islam seperti : Shalat, puasa, zakat dan haji sereta lainnya adalah sebagai sarana pembinaan keimanan dan akhlakul karimah agar seseorang muslim menjadi orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, dan itulah kualitas manusia yang terbaik dalam Islam.
            Jihad di jalan Allah, yaitu berjuang berbuat kebaikan untuk kesejahteraan masyarakat, seperti membela kepentingan masyarakat, membangun sarana pendidikan, peribadatan, kesehatan dan sebagainya, kerja sama sosial, membina perdamaian dan kerukunan dan sebagainya adalah merupakan bentuk-bentuk kewajiban umat Islam yang sangat penting  dan mendesak di dalam masyarakat. Terlebih lagi kerja sama dibidang perekonomian ummat yang saat ini adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, dimana kondisi ummat sedang sangat terpuruk, maka mewujudkan kerja sama masalah perekonomian ummat melaui, pemberdayaan zakat, infak dan sedekah, pembentukan koperasi, arisan  pembangunan, Baitul Mal wat tamwil dan sebagainya adalah merupan jihad fi sabilillah yang sangat bernilai pada saat ini dibanding dengan jihad-jihad lainnya.

c. Konsep Islam tentang ZIS

            Zakat, infak dan sedekah ( ZIS ) jika dilacak secara seksama, ternyata paling tidak mempunyai kandungan tiga dimensi garapan yang sangat luar biasa hebatnya. Ketiga dimensi tersebut adalah : Pertama, dimensi ibadah; ZIS selama ini hanya dikenal oleh kebanyakan ummat Islam sebagai dimensi ibadah saja. Sebagai suatu bentuk dimensi ibadah, maka bagi ummat Islam yang baik ZIS harus menjadi miliknya, artinya setiap ummat Islam harus memeiliki kecenderungan yang sangat untuk suka memberikan ZIS ini. Dengan memberikan ZIS, maka mereka akan memperoleh pahala sebagai imbalannya yang sangat dibutuhkan pada saat menempuh kehidupan di akhirat nanti. Harta yang dimiliki seseorang muslim yang sudah dikenai ZIS ini, apabila oleh pemiliknya ternyata tidak dikeluarkan ZIS-nya maka menurut ajaran Islam seorang muslim yang demikian itu termasuk golongan orang yang kikir, bakhil, yang nanti diakhirat akan dipertanggung jawabkannya. Kedua, dimensi persaudaraan; Makna ZIS     yang terkandung di dalamnya sesungguhnya salah satunya adalah  persaudaraan  Islam ( ukhuwah Islamiyah ). Di dalam Islam persaudaraan merupakan pilar kehidupan masyarakat yang sangat penting dan harus ada. Ketika di dalam kehidupan suatu masyarakat tidak ada persaaudaraan maka bisa dipastikan akan terjadi kehancuran masyarakat tersebut, dimana saja dan kapan saja. Jadi menurut Islam persaudaraan harus eksis di tengah masyarakat dan harus baik. Pengertian baik di sini adalah bahwa persaudaraan itu harus yang sebenarnya, bukan persaudaraan yang semu. Karenanya ajaran Islam menjadikan persaudaraan sesama




uslim ini sebagai ukuran baik dan buruknya iman seseorang ( Al-Hadits ). Bahkan persaudaraan ini harus dipertahankan sebisa dan sekuat mungkin, apabila ada perselisihan diantara sesama muslim harus segera didamaikan dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut ( Al-Qur’an Surat Al-Hujurat : 10 ). Bentuk persaudaraan Islam yang dikembangkan melalui  bidang ekonomi diantaranya adalah ZIS. Melaui ZIS ini dengan sangat cepat dan sangat baik persaudaraan akan terwujud di tengah-tengah masyarakat. Bahkan ketika ZIS ini tidak berfungsi sebagai perekat persaudaraan atau dengan kata lain para orang kaya tidak mau mengeluarkan ZIS-nya maka kehancuran masyarakat akan segera datang disebabkan tuntutan para orang miskin (dhu’afa ) terhadap orang  kaya ( aghniya’ ) dengan berbagai caranya; mungkin pencurian, mungkin perampokan dan sebagainya. Atau sebagai dampak keengganan para orang kaya ( aghniya’ ) memberikan ZIS-nya maka masyarakat akan terjangkit berbagai permasalahan sosial seperti; kemiskinan, kebodohan, kerusakan moral, keterbelakangan dan lain –lainnya .
            Karena itu menurut ajaran Islam terutama  kemiskinan. Apabila kemiskinan   itu terjadi di tengah-tengah masyarakat maka  yang bertanggung jawab adalah  para orang kaya ( aghniya’ ). Mengapa demikian !  karena para orang kaya ( aghniya’ ) tidak memikirkan para orang miskin ( dhuafa’ ), atau dengan kata lain para orang kaya ( aghniya’ ) tidak membina persaudaraan secara ekonomi dengan para orang miskin (dhuafa’ ) yang sangat membutuhkan ekonomi itu.
            Persaudaraan yang dikembangkan dengan sistem ekonomi dalam Islam bukan merupakan  hubungan petron klin, atas bawah, majikan buruh. sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat dengan sistem kapitalisme, melainkan pesaudaraan yang sebenar-benarnya, persaudaraan yang didasari oleh rasa kasih dan sayang, sehingga sipemberi yaitu si aghniya tidak diposisikan  sebagai patron  atau majikan dan si penerima juga tidak diposisikan sebagai klinnya atau buruh. Diantara sikaya dan simiskin kedudukannya sederajat, tidak ada klas elite dan klas bawah. Dalam pergaulannyapun menyatu, dan tidak memisahkan diri sikaya dengan sikaya saja, simiskinm dengan simiskin saja sebagaimana yang terjadi pada masyarakat sistem kapitalisme.
            Ketiga, dimensi pengentasan kemiskinan; Dalam uraian terdahulu disebutkna bahwa kemiskinan adalah menjadi tanggung jawab para orang kaya ( aghniya’ ).  Menurut ajaran Islam bahwa ummat Islam dijadikan untuk menjadi orang terbaik memperjuangkan masyarakatnya, itulah para mujahidin fil Islam. Dalam realisasinya  tidak semua orang Islam bisa  menjadi para pejuang Islam ini, terutama jika perjuangan ini yang diperlukan itu berupa harta benda, maka yang berpeluang hanyalah mereka  orang-orang yang kaya saja.
            Sudah merupakan fitrah, bahwa suatu masyarakat dimanapun pasti ada yang kaya dan ada yang miskin. Akan tetapi kemudian menjadi permasalahan sosial ketika ternyata terjadi kesenjangan- kesenjangan sosial yang tidak diinginkan seperti keterbelakangan, kebodohan, kekurangan gizi, pengangguran , pendidikan , kesehatan dan lain-lainnya, maka itulah yang harus segera dilenyapkan. Akar masalahnya adalah kemiskinan sehiungga kemiskinan inilah yang harus diupayakan dientaskan dengan sekuat tenaga.
            Islam memiliki ajaran yang sangat ampuh untuk mengentaskan kemiskinan yaitu: zakat, infak dan sedekah ( ZIS ). Konsep zakat yang merupakan sedekah wajib




mempunyai batas ukuran atau yang disebut nisab. Nisab ini merupakan ketentuan batas minimal harta yang harus dikeluarkan sebagai harta zakatnya. Adapun infak dan sedekah tidak ditentukan nisabnya,merupakan keikhlasan seorang muslim untuk memberikan sebagian hartanya, sedikit atau banyak didasarkan atas keikhlasan, namun demikian tentu siapa yang paling banyak berinfak dan bersedekah dengan ikhlas adalah merupakan perbuatan terbaik, demikian maksud Allah menjadikan manusia agar berlomba siapa yang terbaik amalnya, sekaligus merupakan ujian siapa yang paling baik amalnya ( Al-Qur’an Surat Mulk ayat 2 ).
            Ketentuan nisab dalam zakat harta adalah ketentuan minimal ketika keadaan normal, maksudnya pada saat tidak ada persoalan umat yang sangat mendesak membutuhkan penanganan segera. Akantetapi ketika kondisi sangat mendesak seperti kelaparan, musibah berupa bencana alam yang sangat membebani penderitaan berupa sandang, papan dan pangan, memberantas kebodohan , wabah penyakit dan sebagainya, maka ketentuan nisab zakat dapat menjadi lebih banyak, seperti bisa menjadi 5 % bahkan lebih untuk jenis harta perniagaan yang semula hanya 2,5  %.
            Zakat harta dalam Islam merupakan ajaran satu paket dengan ajaran ibadah shalat . Di dalam al-Qur’an hampir setiap perintah shalat selalu desertai dengan perintah zakat. Mengapa Allah menyertakan perintah zakat setiap ada perintah shalat tentu harus difahami bahwa zakat itu kedudukannya sama pentingnya dengan shalat dalam kerangka ibadah dan pembinaan kemasyarakatan. Jika shalat sebagai upaya pembinaan kemasyarakatan agar setiap umat muslim mampu menegakkan pilar-pilar kehidupan seperti: kejujuran, keadilan, amanah, disiplin, tanggung jawab, kepatuhan dan persatuan, maka zakat juga dimaksudkan agar umat muslim mempunyai kepedulian sosial dan kedermawanan sosial. Kesemuanya merupakan pilar-pilar penting kehidupan masyarakat, yang ketika tidak ada salah satunya dapat melumpuhkan  sendi kehidupan masyarakat. Kepedulian  sosial dan kedermawanan sosial mutlak sangat diperlukan. Ketika kepedulian dan kedermawanan sosial tidak ada dapat dipasti8kan kemiskinan akan semakin meraja lela yang bisa menimbulkan dampak negatif lainnya berupa keterpurukan-keterpurukan sosial lainnya.

3. Reformulasi  Beberapa Persoalan ZIS
           
Reformulasi berasal dari kata formulasi mendapat awalan re. Formulasi artinya merumuskan, re artinya kembali, jadi reformulasi artinya merumuskan kembali. Reformulasi dalam makalah ini dimaksudkan dengan; merumuskan kembali beberapa persoalan tentang zakat, yang dalam hal ini ada empat persoalan yang membutuhkan perumusan ulang yaitu : Pertama , persepsi masyarakat umat Islam tentang zakat dan sedekah. Kedua , pengelolaan ZIS, Ketiga, pemberdayaan ZIS menjadi mikro ekonomi kerakyatan. Keempat, Campur tangan pemerintah.

a. Persepsi Masyarakat Umat Islam tentang Zakat dan Sedekah
           
Persepsi adalah  merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu ( Bimo, 2001:54 ). Dengan kata lain persepsi adalah suatu proses melahirkan kesadaran



\
sesuatu hal melalui pemikiran akal sehat. Persepsi dalam kaitan dengan persepsi masyarakat umat Islam tentang zakat, maksudnya bagaimana masyarakat umat Islam melakukan proses penginterpretasian yang akhirnya menghasilkan  aktivitas  atau tingkah laku  berkenaan dengan zakat.
Ada tiga persoalan berhubungan dengan persepsi masyarakat umat Islam di sekitar pengertian zakat selama ini yang merupakan persepsi yang keliru dan harus diluruskan, yaitu :  Pertama, zakat sebagai ketentuan terpisah dengan shalat. Kedua, nisab zakat merupakan ketentuan maksimal bukan minmal, dan . Ketiga, zakat hanya dimaknai sebagai ibadah  semata.
            Pertama, zakat sebagai ketentuan terpisah dari ketentuan shalat.Persepsi salah bagi kebanyakan umat Islam yang keliru bahwa zakat merupakan ketentuan terpisah dengan shalat perlu diluruskan . Pelurusan persepsi ini sangat penting karena suatu persepsi sangat menentukan  tingkah laku perbuatan terhadap sesuatu yang dipersepsinya, demikian juga persepsi umat Islam  tentang  zakat.           Sementara ini
peresepsi umat Islam tentang zakat merupakan kewajiban terpisah dengan shalat, sehingga umat Islam pada umumnya hanya mementingkan shalat saja , sementara dengan zakat hampir tidak diperdulikan oleh umat Islam. Berbeda apabila umat Islam bisa dirubah persepsinya tentang zakat sebagai kewajiban satu paket dengan shalat, maka perilaku umat Islam akan mementingkan zakat sebagaimana mereka mementingkan terhadap shalat. Jadi sangat penting meluruskan persepsi ini.
Perhatian Islam  terhadap kaum yang miskin sangat besar sekali dan merupakan hal prinsipil. Untuk merealisasikan hal tersebut Islam menjadikan zakat
menjadi pilar pokok ketiga setelah shalat, sebagaimana dapat disimak dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim yang artinya : “ Islam dibangun di atas lima tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah; mendirikan shalat; membayarkan zakat; berpuasa dalam bulan Ramadhan; dan naik haji bagi yang sanggup “. Di dalam Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah setiap perintah shalat senantiasa diikuti dengan zakat. Hal ini tentu menunjukkan betapa eratnya hubungan antara keduanya. Bahkan Islam mempersyaratkan kepada orang yang masuk Islam dengan mengerjakan shalat dan membayar zakat. Lihat Al-Qur’an Syrat At-Taubah ayat 5 dan 11 ).
            Beberapa orang sahabat Nabi  menyatakan tentang zakat ebagai berikut; Abdullah bin Abbas menyatakan ,” anda sekalian diperintahkan menegakkan shalat dan membayarkan zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat maka shalatnya tidak akan diterima”.  Berikutnya  Jabir bin zaid mengatakan, “ shalat dan zakat adalah kewajiban dalam satu paket, keduanya tidak terpisahkan …..allah tidak akan menerima shalat kecuali dibarengi dengan zakat”. Sahabat Abu Bakar ketika menjadi Khalifah  mengatakan , “ Demi Allah, saya akan memerangi siapa yang memisahkan shalat dan zakat”.
            Dari urain tersebut dapat difahami bahwa tanpa membayarkan zakat maka seseorang tidak dapat dianggap sebagai seorang yang beriman ( Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 1-4, dan Surat An-Naml ayat 2-3 ). Didalam Surat Lukman ayat 3-4 Allah lebih menegaskan bahwa tanpa membeyarkan zakat, seseorang itu tidak dapat masuk kedalam orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang memperoleh petunjuk.. Demikian juga dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dinyatakan bahwa orang yang tidak membayarkan zakat tidak dapat dikategorikan sebagai orang  yang baik, jujur dan taqwa.
           


Kedua, nisab zakat sebagai ketentuan maksimal bukan minimal, Persepsi masyarakat tentang nisab zakat sebagai ketentuan maksimal seperti selama ini perlu dirumuskan kembali. Bagaimana masyarakat bisa mengubah persepsinya bahwa nisab zakat yang tertera dalam dalil-dalil al-Qur’an dan hadits adalah merupakan ketentuan minimal, sehingga dengan demikian masyarakat umat Islam bisa memiliki kesadaran memberikan zakatnya dengan berlomba-lomba memberikan  sebanyak mungkin, karena menurut ajaran Islam berlomba-lomba dalam kebaikan adalah sangat dianjurkan ( Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 148 ).
            Bisa dibayangkan, apabila masyarakat umat Islam bisa merubah persepsinya bahwa nisab zakat yang ditentukan oleh ajaran Islam itu sebagai ketentuan minimal bukan ketentuan maksimal, maka akan banyak sekali uang zakat yang bisa terkumpul. Di sisi lain secara psikologi sosial  dapat difahami bahwa persepsi itu merupakan proses selektif dari interpretasi yang kemudian akan mewujud perbuatan, disamping  bisa difahami bahwa dengan persepsi nisab sebagai ketentuan minimal maka ada proses edukatif yang sangat luar biasa bagi umat Islam untuk memotivasi diri mau berzakat sebanyak-banyaknya, ketimbang ketika nisab itu dipersepsi sebagai ketentuan maksimal.
            Ketiga, zakat hanya dimaknai sebagai ibadah saja. Zakat selama ini hanya dimaknai oleh umat Islam pada umumnya sebagai ibadah semata, dengan demikian nilai zakat penetrasinya yang terpenting adalah bagi sipemberi zakat saja yaitu, terhindar dari dosa karena telah melaksanakan kewajiban ibadah yang hukumnya wajib dan mendapatkan  pahala yang akan mengantarkan kehidupan dirinya selamat dan senang pada kehidupan di akhirat nantinya. Persepsi seperti itu tentu tidak banyak membawa kebaikan terutama bagi upaya pengentasan kemiskinan dan persaudaraan umat Islam yang sangat penting dan pokok merupakan hikmah diwajibkannya zakat dalam ajaran Islam. 
            Sudah saatnya bagi umat Islam berbenah diri, introspeksi diri, mengapa umat Islam lemah, umat Islam tidak maju, Umat Islam bodoh, miskin dan keterberlakang, dan masih banyak lagi stigma-stigma serupa yang diperuntukkan bagi umat . Ajaran Islam  selalu mengajarkan agar umat Islam dapat hidup lebih baik dari hari kemarin. Dalam sebuah hadits Rasulullah dinyatakan “ Siapa yang keadaannya sama dengan keadaan hari  kemarin maka mereka adalah orang yang merugi, siapa yang keadaannya lebih buruk dari hari kemarin maka mereka itu orang yang dilaknat oleh Allah, dan siapa yang keadaannya lebih baik dari hari kemarin maka mereka itulah orang  yang beruntung “.( Al-Hadits ). Allah juga  menyatakan dengan tegasnya bahwa Dia (Allah) tidak akan merubah keadaan umat Islam dari keterpurukan menjadi kesuksesan kecuali umat Islam itu sendiri yang mau berusaha merubahnya ( al-Qr’an Surat Ar-Ra’du ayat 11 ).
            Tidak ada jalan lain kecuali umat Islam sadar sesadar-sadarnya dan mau mengubah persepsi diri tentang zakat, tidak saja bermakna ibadah saja, melainkan bahwa zakat di dalam ajaran Islam  di samping bermakna ibadah, juga  zakat diwajibkan karena mengemban missi persaudaraan Islam yang sejati dan sebagai sarana pengentasan kemiskinan. Kedua hal ini di dalam kehidupan masyarakat umat Islam memang betul-betul  dibutuhkan keberadaannya. Persaudaraan Islam yang hakiki tidak bisa tidak harus selalu diusahakan merkipun dalam realisasinya sangat sulit bahkan cenderung mustahil, itu semuanya karena umat Islam tidak mempunyai




persepsi yang benar mengenai zakat  untuk merajut persaudaraan sejati umat Islam. Dengan tidak adanya persepsi tersebut maka umat Islam tidak pernah ada usaha sama sekali melalui zakatnya diperuntukkan bagi terwujudnya persaudaraan sejati dimaksud Persaudaraan umat Islam saat sekarang ini sesungguhnya adalah persaudaraan yang semu, artinya bukan persaudaran yang sebenarnya atau persaudaraan sejati. Persaudaraan yang ada dikalangan umat Islam hanya sekedar persaudaraan saling ikut merasakan kesedihan ketika ada yang ditimpa musibah, atau ikut merasakan kebahagiaan. Ketika ada saudaranya mendapatkan kebahagiaan. Belum sampai ketingkat ikut memikirkan, ikut berkorban untuk kepentingan saudaranya itu dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Bahkan kecenderungan yang ada sesama umat Islam saling masa bodoh yang penting dirinya dan keluiarganya selamat. Keadaan seperti ini harus disadari oleh seluruh umat Islam dan dimulai dari para ulama, cendekiawan atau intelektual muslim dalam kerangka menyelamtkan  umat kedepan.
            Disisi lain persoalan kemiskinan umat Islam selalu ada di mana-mana. Dalam hal ini  umat Islam tidak pernah ada usaha melalui zakat ini untuk memberantas
Kemiskinan ini, persoalannya karena tidak adanya persepsi umat Islam bahwa zakat itu diwajibkan  dalam Islam adalah untuk memberanatas kemiskinan, sehingga dengan persepsinya itu umat Islam tidak pernah ada usaha yang sungguh-sungguh  memanfaatkan zakat itu untuk mengentaskan kemiskinan umat Islam. Kalaupun ada upaya pengentasan kemiskinan melalui ibadah zakat ini prsinya masih sangat kecil sekali, yaitu  oleh sebagian kecil umat Islam yang sadar menggerakkan badan amil zakat. Terus terang saja bahwa badan amil zakat pada saat itu masih segelintir kecil saja di seantero nusantara ini yang ada dan mulai bergerak memikirkan kearah pengentasan kemiskinan. Bagi badan amil zakat yang sudah ada di beberapa daerah di seluruh nusantara ini jika dilihat dari cara dan hasil kerjanya belum optimal.  Untuk beberapa daerah boleh dikatakan bekerjanya masih konvensional. Bersyukur untuk beberapa daerah meskipun kuantitasnya masih sangat minim dan bisa dihitung dengan jari sudah mulai digarap mengarah kepada cara profesional.
            Padahal apabila umat Islam mau sadar dan mau berfikir sedikit tentang manfaat zakat bagi pengentasan kemiskinan, maka hasilnya akan sangat luar biasa, dan hampir semua umat Islam setuju pasti akan bisa diatasi atau dientaskan kemiskinan itu dengan zakat, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam yang mempunyai bebanan zakat ini.
            Di samping persepsi tentang zakat bagi umat Islam itu perlu diperbaharui, maka dalam hal sedekah ternyata kebanyakan umat Islam yang memiliki persepsi sempit tentang sedekah. Selama ini umat Islam persepsinya tentang sedekah  sangat sempit. Sedekah hanya dimaknai sebagai sesuatu tambahan amal yang apabila mau ia kerjakan dan aapabila tidak mau tidak apa-apa. Persepsi seperti ini tentu sangat sempit sekali, padahal menurut ajaran Islam sedekah itu di samping memiliki kebaikan dan keuntungan    bagi diri orang yang bersedekah, juga meiliki kebaikan-kebaikan untuk masyarakat atau orang lain. Kebaikan bagi dirinya adalah bahwa orang yang bersedekah akan memperoleh pahala, semakin banyak sedekah yang diberikan , maka semakin banyak pahala yang diperolehnya, disamping itu orang yang banyak bersedekah akan disenangi oleh orang lain, dihormati dan dihargainya. Adapun keun tungan yang diperoleh, bahwa sedekah itu ternyata bisa menambah harta orang yang




bersedekah itu, meminjam  istilah Aa Gim sebutan untuk Abdullah Gimnastiar, seorang Kiai kondang saat ini bahwa sedekah itu adalah untuk memancing harta. Beberapa hadits Rasulullah saw. tentang sedekah ini cukup banyak : Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim : “ Tidak mungkin berkurang harta yang diberikan sebagai sedekah “. Hadits riwayat Imam Muslim: “ Nafkahkanlah hartamu,niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu “. Hadits riwayat Imam Baihaqi : “ Turunkanlah (datangkanlah ) rizkimu ( dari Allah ) dengan mengeluarkan sedekah “. Dan masih banyak lagi hadits yang sejenis.
            Kalau sedemikian hebatnya manfaat sedekah bagi si pemberi sedekah, mengapa umat Islam tidak banyak yang mau besedekah, atau mau berlomba-lomba dalam bersedekah. Jawabannya tentu persepsi yang kurang atau keliru para umat Islam tentang sedekah ini. Kekeliruan persepsi ini bisa terjadi karena kurangnya informassi yang diperoleh tentang sedekah dari sumber ajaran Islam baik dari Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw. Adapun kebaikan bagi orang lain atau masyarakat, maka dengan sedekah itu mampu mempererat silaturrahim atau persaudaraan atau persaudaraan atau persatuan  umat Islam, dan yang tidak kalah pentingnya jika sedekah ini bisa diformat dan dikelola secara profesional, maka dipastikan dapat mengentaskan kemiskinan umat Islam yang saat ini menjadi momok utama umat Islam dan menjadi sumber persoalan sosial.
            Dari uraian tersebut di atas, maka sudah saatnya bagi umat Islam mengetahui beberapa kebaikan dan keuntungan dari amal sedekah dan menjadikannya sebagai persepsinya, sehingga sedekah menjadi sesuatu yang menarik, menyenangkan dan sesuatu yang diutamakan. Tidak seperti selama ini bahwa sedekah hanya merupakan amal sambilan jika sempat dan mau saja dan tidak mempunyai arti kecuali hanya sedikit saja.

b. Pengelolaan ZIS  

            Pengelolaan  ZIS oleh umat Islam  pada saat ini harus diakui masih secara konvensional, kecuali baru satu dua daerah yang telah mengarah kepada cara-cara profesional, padahal pengelolaan ZIS  ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan  umat Islam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah dan upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Ada  tiga persoalan besar   yang menggelayuti pengelolaan ZIS  ini dan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Persoalan-persoalan tersaebut adalah : masalah sumber daya manusia ( SDM ), orgasnisasi, pemberdayaan zakat.  Ketiga persoalan tersebut akan dibahas dalam uraian berikut.

1) Masalah SDM Pengelola ZIS..
           
Masalah SDM pengelola ZIS merupakan masalah pertama yang krusial. Hampir diseluruh pelosok tanah air bisa disaksikan bahwa mereka yang diserahi mengelola ZIS ini adalah mereka orang-orang yang berpengetahuan  relatif rendah. Mereka pada umumnya para pengurus masjid yang tidak mempunyai  kemampuan secara ilmu pengetahuan maupun secara ekonomi. Sementara orang-orang muslim yang yang mempunyai kemampuan secara ilmu pengetahuan dan ekonomi pada umumnya tidak mau dengan alasan tidak ada waktu atau repot dan sebagainya.




Dengan demikian pengelolaan zakat dilaksanakan oleh orang-orang muslim yang relatif pas-pasan dari segala seginya, akibatnya mereka tidak pernah memiliki kemampuan untuk berinisiatif; ketidakmampuannya itu bisa disebabkan karena ketidakmampuan secara ilmu pengetahuan atau kecerdasannya dan bisa juga karena tidak ada keberanian secara psikologis disebabkan beberapa alasan seperti minder, takut salah dan sebagainya..
            Disebabkan oleh kondisi SDM  yang rendah ini akibatnya juga mereka hanya menunggu dan menunggu saja, ada orang yang datang membayar zakat mereka layani, tetapi jika tidak ada yang datang juga mereka tidak merasa pusing atau resah,               mereka hanya bekerja seadanya saja. Akibat yang lebih fatal dari cara kerja seperti ini adalah bagi masyarakat umat Islam yang memang pada umumnya memiliki pengetahuan tentang zakat pas-pasan saja sehingga kadang-kadang mereka membayar zakat kalau sedang mau dan kadang-kadang tidak membayar zakat, akan semangkin menipis tanggung jawabnya untuki membayar zakat dan akhirnya masyarakat semakin lama semakin sedikit yang membayar zakat bukan bertambah banyak, dan yang paling parah sampai tidak ada yang mau membayar zakat, padahal banyak sekali masyarakat yang sesungguhnya telah memiliki kewajiban membayar zakatnya tetapi tidak mau membayarkan zakatnya karena tidak ada yang meminta. Disatu sisi banyak juga masyarakat tidak membayarkan zakatnya disebabkan kebingungan karena tidak tahu bagaimana caranya dan berapa uang yang harus dizakatkan. Persoalan lain yang muncul akibat SDM yang rendah, pembukuan dan pelaporan  tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ada persoalan lain lagi yang tidak kalah pentingnya , yaitu pemanfaatan harta zakat tidak tepat sasaran ; mungkin pembagiannya lebih banyak diterima oleh amil zakat sedangkan untuk fakir miskin sangat sedikit sekali, mungkin uang zakat itu hanya diperuntukkan kebutuhan konsumtif saja sedangkan untuk kebutuhan produktif sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Inilah yang sering terjadi dimana-mana, sehingga mengakibatkan ketidak percayaannya masyarakat terhadap amil zakat yang ada selama ini akahirnya zakat tidak nampak hasilnya bagi umat Islam kecuali sangat sedikit. Karena itu  sudah saatnya umat Islam untuk segera memberikan perhatian  serius dalam hal memilih dan menempatkan SDM yang akan diserahi mengelola zakat ini. Bagi umat Islam seharusnya sadar, terutama yang memiliki kemampuan baik secara ilmu pengetahuan maupun secara ekonomi untuk bersedia bahkan mengambil alih kepengurusan maupun kepanitiaan zakat dimana mereka berada.

2) Masalah Organisasi

            Bentuk  organisasi pengelola zakat selama ini pada umumnya hanya berbentuk kepanitiaan yang keberadaannya sangat temporer, yaitu pada saat bulan puasa saja setelah itu panitia dibubarkan atau secara otomatis dianggap bubarsetelah selesainya pambagian zakat.. Baru pada tahun 2000 an setelah keluarnya Uandang-undang Republik Indonesia  Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat sudah mulai dibeberapa daerah, atau bahkan hampir seluruh daerah di seluruh Indonesia telah dibentuk Badan Amil Zakat ( BAZ ). Akan tetapi dalam realisassinya  baru menyentuh instansi-instansi pemerintah dengan membentuk Unit Pengumpul Zakat    ( UPZ ), itupun belum seluruh instansi melakukannya, karena pelaksanaannya masih




suka rela bukan keharusan.
            Padahal instansi pemerintah hanyalah sebagaian kecil dari bagian masyarakat umat Islam, itupun belum seluruhnya instansi pemerintahan melaksanakannya menjadi UPZ. Sedangkan sebagian besar masyarakat umat Islam  adalah masyarakat bukan pegawai negeri sipil, atau masyarakat biasa, mereka hanya segelintir kecil masyarakat yang dengan kesadarannya menyerahkan / membayarkan zakat hartanya ke BAZ Propinsi ataun BAZ Kabupaten/ Kota.  Jadi masyarakat umat Islam secara um um belum tersentuk oleh Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Barangkali jika dipresentasikan kurang dari  5 %  dari jumlah  keseluruhan  umat Islam Indonesia.
            Merupakan kebutuhan yang segera bahkan sangat mendesak  terwujudnya organisasi pengelolaan zakat moder yang bukan sekedar berbentuk kepanitiaan yang hanya bersifat temporer ketika datang bulan Ramadhan dan bubar setelah selesai bulan Ramadhan begitu berulang setiap tahun, tanpa pernah ada evaluasi keberhasilan, apakah sudah benar berhasil ataukah tidak berhasil. Apakah ada kekurangan bahkan kesalahan dalam praktek pengelolaan dan sebagainya, itu semua tidak pernah dilakukan. Sementara masyarakat secara tidak langsung membuat evaluasi sendiri yang selalu hasilnya negatif, akibatnya yang terjadi pengelolaan zakat tidak pernah berjalan dengan baik, meskipun tetap berjalan karena merupakan perintah agama yang sangat dipatuhinya, tetapi  pelaksanaannya kalau boleh disebutkan selalu dengan  nuansa fitnah. Harus disadari bahwa tanpa adanya organisasi modern pengelolaan  zakat jangan diharapkan zakat akan  bisa eksis   mempunyai makna signifikan dalam mewujudkan ukhuwah Islamiyah dan mengentaskan kemiskinan umat Islam. Bahkan sebaliknya cendernung menjadi fitnah yang bisa menghancurkan ukhuwah Islamiyah dan melestarikan kemiskinan umat Islam.
            Dari uraian tersebut di atas dapat difahami arti kehadiran organisasi pengelola zakat modern yang menyentuh sampai ketingkat perdesaan . Kesemuanya itu merupakan pekerjaan rumah ( PR )  yang sangat berat dan memerlukan kerja keras yang sunguh-sungguh dari berbagai fihak secara kompak bahu membahu dan satu langkah.

3) Masalah Pemberdayaan ZIS

a) Memberdayakan  dari konsumtif menjadi Produktif
           
Pemberdayaan ZIS maksudnya membuat ZIS itu menjadi berdaya guna. Bagaimana ZIS itu menjadi berdaya guna harus ada perubahan signifikan tentang cara penggunaannya. Dalam hal ini harta ZIS penggunaannya hanya untuk keperluan konsumtif bagi penerima ZIS, maka sekarang harus orientasi penggunaannya ada perubahan dari sekedar memenuhi kebutuhan konsumtif menjadi orientasi memenuhi kebutuhan produktif umat Islam.  Kedengarannya  pernyataan tersebut bukan barang baru bahkan sangat klasik, tetapi sesungguhnya masih tetap aktual, karena ternyata pada sebahagian besar masyarakat umat Islam diduga keras masih berorientasi penggunaan zakat harta ini untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.
            Pendayagunaan ZIS untuk memenuhi kebutuhna konsumtif adalah  zahir nash ( dalil ) mengenai kepada siapa harta itu harus diberikan, yaitu kepada





delapan asnaf dan yang utama adalah fakir miskin. Sebenarnya memprioritaskan asnaf kepada fakir miskin itu sudah merupakan upaya pemberdayaan harta zakat agar lebih mengena kepada sasaran maksud dari diwajibkannya zakat harta. Akan tetapi  masyarakat umat Islam ternyata berhenti disitu, yaitu memberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, tidak pernah terpikirsecara serius bagaimana jika untuk memenuhi kebutuhan produktif. Padahal seandainya masyarakat Umat Islam mau sedikit serius memikirkan pendayagunaan harta zakat untuk memenuhi kebutuhan produktif , maka  sesungguhnya umat Islam telah menempuh dua hal yang sangat baik dan berharga bagi umat Islam dan Syi’ar Islam itu sendiri yaitu mengentaskan kemiskinan terhadap orang yang menerima bagian harta zakat disati sisi dan disisi lain berarti meninggikan syiar Islam, mengapa ? Karena dengan berhasilnya zakat mengentaskan kemiskinan itu maka banyak penilaian obyektif baik dari intern umat Islam itu sendiri berupa kepercayaan umat Islam yang senang berzakat, sedang  dari non muslim bahwa Islam memang agama yang baik, dan tentu dapat menarik perhatian mereka untuk mereka mempunyai keinginan menjadi muslim. Atau bagi non muslim akan merasa hormat dan takut untuk berbuat yang tidak baik terhadap umat Islam karena daya kekuatan yang muncul dari zakat itu ternyata telah menjadikan umat Islam menjadi kuat baik persatuannya, naupun ekonminya, sehingga umat Islam tidak bisa diganggu oleh umat lain non muslim yang sering dengan menggunakan iming-iming harta sebagai sarananya.
            Selama ini umat Islam kebanyakan membayarkan zakatnya secara sembunyi-sembunyi diberikan kepada orang fakir dan miskin terutama kepada mereka yang masih ada hubungan famili. Hal ini memang tidak salah dan sah-sah saja dan mungkin lebih baik menurut pendapatnya. Akan tetapi apabila terus menerus pendayagunaan harta zakat seperti itu, maka yang terjadi justru melestarikan kemiskinan, bukan mengentaskan kemiskinan. Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam untuk berfikir secara realistis bahwa pendayagunaan semacam itu manfaatnya hanya sedikit dibandingkan  apabila di amanhkan kepada pengelola zakat yang kemudian dengan perencanaan yang matang didayagunakan menjadi  untuk memenuhi kebutuhan produktif bagi para fakir dan miskin. Dengan demikian  pada saatnya mereka yang semula m,enjadi asnaf penerima harta zakat akan berubah menjadi seorang pemberi zakat ( muzaki ).
            Merubah kultur masyarakat yang sudah sedemikian kentalnya dalam pendayagunaan zakat ini bukanlah hal yang mudah. Tentu rintangannya, halangannya banyak. Akan tetapi ini harus dimulai dan direncanakan dengan program yang riil, kontinyu dan berkesinambungan. Karena yang prinsip bagi manusia ( pemimpin umat ) adalah berencana dan berusaha sedangkan hasil adalah milik Allah. Akan tetapi Allah telah berjanji hanya akan memberikan apa-apa kepada manusia sesuai dengan usahanya.

b) Strukturalisasi  ZIS dan menjadikannya  sebagai lembaga Perekonomian  mikro tingkat perdesaan yang dinamis dan mobil.

            Strukturalisasi ZIS artinya menjadikan ZIS menjadi model struktur





kelembagaan yang permanen ditingkat perdesaan diseluruh pelosok tanah air Indonesia, serta merubahnya menjadi lembaga perekonomian kerakyatan mikro. Pemberdayaan ZIS dengan merubah dari sekedar ibadah atau sekedar lembaga keagamaan ansih menjadi suatu model lembaga perekonomian  mikro tingkat perdesaan  umat bukan suatu hal yang mudah.  Memerlukan keberanian umat Islam merubah  paradigma lama menjadi paradigma baru . Perubahan paradigma dalam suatu disiplin ilinu pengetahuan menurut Thomas Khun dalam karyanya : “ Revolusi Ilmu Pengetahuan “ beliau menjelaskan harus melampaui  enam  tahapan proses sebagai berikut:
Paradigm I---Normal Science--- Anomali--- Crisis--- Revolusi---Paradigma II(baru).

            Menurut Khun bahwa Ilmu pengetahuan  pada waktu tertentu didominasi oleh satu poaradigma tertentu, yaitu pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan  dari suatu cabang ilmu pengetahuan (Paradigma I ) .Normal Science, adalah suatu priode akumulasi ilmu pengetahuan, di mana para ilmuwan bekerja dan mengembangkan paradigma yang sedang berpengaruh, Namun para ilmuwan tidak dapat mengelakkan pertentangan dengan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi   ( anomali ). Karena tidak mampunya paradigma I memberikan jawaban terhadap persoalan yang timbul secara memadai. Penyimpangan itu kemudian menjadi memuncak sehingga validitas paradigma I dipertanyakan , maka telah terjadi suatu situasi yang dinamakan krisis.Apabila krisis itu memuncak dan sudah sedemikian seriusnya maka suatu revolusi akan terjadi dan akan muncul paradigma II atau paradigma baru.
            Demikian halnya dengan ZIS yang pada saat sekarang ini dari sisi penerapannya yang mewujud menjadi budaya ZIS sesungguhnya telah mengalami anomali yang serius sehingga telah mencapai kepada tahap krisis, dan harus segera ada revolusi  ZIS untuk memunculkan paradigma baru.
            Eksistensi ZIS  di kalangan masyarakat umat Islam di tingkat perdesaan keberadaannya sangat menyedihkan, struktur organisasinya musiman hanya pada saat bulan Ramadhan saja setelah itu bubar dan akan ada lagi pada bulan Ramadhan tahun berikutnya, demikian terus menerus. Itupun hanya mengurusi masalah zakat  saja baik zakat harta ( mal ) atau zakat fitrah. Sedangkan infak dan sedekah  hampir tidak terjamah sama sekali, padahal uamat Islam sesungguihnya telah memiliki budaya ZIS ini sejak lama. Hanya karena tidak ada wadah yang mengkoordinirnya dengan baik maka masyarakat menjadi tidak antusias dalam mengamalkan ZIS ini.
            Di sisi lain, ZIS belum pernah nampak memberikan manfaat yang maksimal sebagai ajaran Islam yang membawa nilai ekonomis atau menjadi sistem perekonomian Islam, padahal sangat mungkin sekali menjadikan ZIS tersebut menjadi salah satu alternatif sistem perekonmian mikro tingkat perdesaan.
            Mengapa selama ini belum pernah ada pemikiran seorangpun dari para pakar Islam  yang mencoba merubah paradigma  ZIS dari sekedar ibadah sosial menjadi sistem perekonomian umat Islam.. Suatu pertanyaan yang susah dijawab, akan tetapi barang kali penyebabnya diduga  selama ini umat Islam tidak yakin dengan ajaran Islam yang miliknya sendiri , dalam semua ssegi kehidupan termasuk dalam sistem perekonomian Islam yang salah satunya dapat dikembangkan adalah ZIS.




            Oleh karena sudah saatnya umat Islam, melalui para pakarnya masing-masing untuk memulai mengadakan  revolusi  memunculkan paradigma baru dalam berbagai sistem kehidupan Islam termasuk mengadakan revolusi untuk  mewujudkan paradigma baru tentang ZIS ini.

c. Campur Tangan Pemerintah
           
Agama Islam mengajarkan agar umat Islam tunduk dan taat kepada pemerintah ( al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 59 ). Terlebih lagi bagi umat Islam  Indonesia yang kita semua telah faham bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis dan mayoritas adalah pemeluk Islam.Oleh karena itu berdasarkan kesepakatan bangsa Indonesia melalui para founding father negara ini bahwa untuk mengurusi masalah keagamaan masyarakat dibentuklah satu departemen khusus yaitu Departemen Agama ( Depag ).
            Berkenaan dengan sistem perekonomian  umat Islam pemerintah Republik Indonesia pada tahun-tahun terkhir ini telah memulai ikut campur tangan . Seperti adanya bank syari’ah pada bank-bank milik negara, pegadaian syari’ah, Bang Muamalat Syari’ah dan BMT yang mendapat dukungan penuh oleh pemerintah. Itu semua menunjukkan hal yang sangat positif bagi perkembangan sistem perekonomian makro Islam. Pada tahun 1999 melalui menteri agama Malik Fajar juga telah membuat Undang-undang Nomor 38/1999 tentang  Pengelolaan Zakat. Hal ini tentu sangat menggembirakan umat Islam karena merupakan sesuatu yang sangat positif bagi pengembangan zakat di kalangan umat Islam. Akan tetapi dalam realisasinya ternyata perkembangan zakat di kalangan umat Islam di seluruh Indonesia belum memuaskan, baru sebahagian kecil saja para umat Islam yang mempunyai kemampuan membayar zakat telah membayarkan zakatnya melalui badan zakat yaitu  Badan Amil Zakat ( BAZ ) di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten, di samping itu BAZ itu  secara struktural belum menyentuh sampai kemasyarakat di tingkat kecamatan apalagi masyarakat  perdesaan  sehingga zakat yang berjalan di masyarakat tetap seperti kebiasaan lama , tidak terkoordidnir dengan baik, seadanya, serta pada umumnya masyarakat masih memberikan sendiri zakatnya  secara langsung kepada para penerima zakat terutama kepada keluarganya yang berhak menerimanya, sehingga manfaatnya bagi pengentasan kemiskinan tidak kelihatan, padahal jika ada upaya meningkatkan pemberdayaan zakat oleh umat Islam hasiulnya akan sangat luar biasa. Sekedar contoh yang sudah mulai ada pemberdayaan yaitu di Weleri Kendal Jawa Tengah dengan semboyan “Zakat Mal Zakat Kita”, masyaraakat menghimpun dan memberdayakan penggunaannya secara efektif ternyata hasilnya sangat kentara sekali  bisa membantu masyarakat dalam bentuk  permodalan meskipun belum dalam skala besar. Contoh untuk tingkat desa atau kelurahan, yaitu di Kampung Kauman Yogyakarta.. Dari hasil penelitian penulis di Kampung Kauman pada tahun 2000  terdapat kenyataan yang unik mengenai zakat ini. Keunikannya terletak adanya persepsi masyarakat Kampung seluruhnya tentang zakat: Pertama zakat adalah sebagai sarana pembersih hartanya dari kotoran harta, karena harta yang dimilikinya walaupun usaha sendiri degan cara yang halal  masih tetap kotor karena masih





bercampur dengan harta milik orang lain, oleh sebab itu harus dikeluarkan zakat. Kedua, Nisab zakat bagi masyarakat tidak diartikan sebagai kewajiban maksimal, sehingga harus dihitung persis sejumlah hartanya sesuai dengan ketentuan nisab, melainkan  diartikan sebagai nisab minimal. Karenanya dalam membayarkan zakatnya pada umumnya melebihi ketentuan nisab zakatnya. Ketiga , Pembayaraan zakat bisa dilaksanakan dengan cara cicilan, artinya tidak harus sekaligus melainkan bisa dicicil  beberapa kali.
            Mengapa terjadi pemahaman masyarakat yang demikian pada mayarakat umat Islam Kauman Yogyakarta? Suatu kondisi telah membuat masyarakat harus berfikir sedemikian adalah : Pada setiap bulan Ramadhan pada masyarakat Umat Islam Kauman Yogyakarta yang telah dianggap mempunyai pemahaman dan pengamalan ajaran Islam  lebih baik dari masyarakat umat Islam di tempat lain, anggapan seperti ini kemungkinan karena Kampung Kauman Yogyakarta sebagai tempat kelahiran K.H.Ahmad Dahlan dan sebagai  lahirnya Persyarikatan  Muhammadiyah, sehingga  beberapa organisasi sosial otonom Muhammadiyah baik dari tingkat pusat , tingkat wilayah maupun tingkat daerah, tingkat capang dan ranting hampir mereka mengirimkan surat permintaan zakat kepada keluarga Umat Islam di Kauman Yogyakarta itu. Setiap keluarga di Kauman Yogyakarta paling sedikit menerima lima buah surat permintaan zakat, bahkan bagi yang dianggap  kaya bisa menerima surat sampai lebih dari dua puluh buah. Kelebihan Kampung Kauman ini terhadap permintaan zakat ini tidak ada yang ditolak atau tidak diberi, terutama bagi surat yang diantar langsung oleh utusan bukan melalui surat. Mereka akan di beri sesuai dengan kemampuannya, atau mereka dijanjikan untuk datang pada akhir bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh masyarakat karena pada akhir bulan Ramadhan dapat diketahiui kemampuan mereka bisa memberinya, berapa jumlah uang yang ada dan berapa jumlah surat yang diterima.  
            Banyak juga diantara yang datang membawa permintaan zakat mereka langsung  diberi . Bagi masyarakat Kauman Yogyakarta apabila mereka memberinya pada saat  orang datang meminta zakat maka dianggap sebagai pembayaran zakat secara cicilan.  Disebabkan kondisi yang sedemikian ini, maka  masyarakat Kauman Yogyakarta hanya sebagian kecil saja yang membayarkan zakat hartanya melalui Badan Amil Zakat, Infak dan sedekah ( BAZIS ) yang sudah eksis sejak awal tahun 1994. Jumlah Kepala Keluarga ( KK ) Kampung Kauman Yogyakarta sebanyak  523 KK, yang dianggap mampu berzakat diperkirakan  400 KK. Berdasarkan penelitian mereka yang membayarkan zakatnya melalui BAZIS Kampung Kauman hanya 28 KK saja atau hanya 0,054 %. Hal ini disebabkan mereka sudah membayarkan zakatnya secara cicilan terhadap pengumpul zakat melalui permintaan surat-surat tersebut di atas. Dari 0,054 %. Meskipun demikian dikarenakan sistem pendayagunaannya untuk keperluan produktif, dan hanya sebagian kecil saja untuk konsumtif seperti sumbangan kematian atau kebutuhan masyarakat yang sangat penting dan mendesak bagi yang berhak menerimanya, maka pada tahun 2000 BAZIS Kampung Kauman Yogyakarta telah mampu memberikan pinjaman modal bergulir sebanyak 66 orang untuk satu priode satu tahun yaitu tahun 2000 dengan  rata-rata mereka memperoleh pinjaman modal sebesar Rp.300,000,-, bahkan ada beberapa yang meminjam Rp. 500.000,-. Suatu kenyataan yang sangat menggembirakan juga





ternyata diketahui dari para penikmat uang zakat tersebut yang semula mustahik zakat ada 40 orang yang aktif  memberikan bantuan infak dan sedekahnya kepada BAZIS.
            Uraian kasus tersebut di atas tentu akan menggugah seluruh umat Islam di Indonesia, seandainya dapat terbina dengan baik mengenai zakat ini, maka alangkah luar biasanya kekayaan milik umat Islam dan dapat dipastikan kemiskinan di Indonesia dapat diminimalisir sampai tingkat yang sangat menggembirakan.
            Persoalan kemiskinan  saat sekarang telah menjadi masalah nasional, sehingga agar pendayagunaan zakat sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kemiskinan sangat diperlukan campur tangan pemerintah. Menurut kaedah hukum Islam menyatakan : “ Tasharrufu al imaami ‘ala ar’iyyati manuutun bil al maslahati”.          Perlakuan pemimpin terhadap rakyat disesuaikan dengan kemaslahatan “. Kaedah tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus mengatur rakyatnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dalam hal zakat ini sesungguhnya masyarakat umat Islam telah memiliki budaya zakat relatif baik, persoalannya adalah tidak terkoordinasi dengan baik, tidak terkontrol dengan baik, tidak berfungsinya zakat secara optimal. Untuk merealisasikan hal tersebut sangat diperlukan campur tangan pemerintah yang berfungsi sebagai : 1. Pengatur yaitu dengan membuat undang-undang tentang zakat, 2. Pembinaan, yakni dalam hal pengelolaan maupun pendayagunaannya, dan 3 Pengawasan/ kontrol, yaitu memberi sanksi, menegur maupun memaksa dalam hal terdapat pelanggaran terhadap undang-undang.
            Dengan demikian Insya Allah bisa diharapkan terdapat peningkatan pengamalan zakat di kalangan umat Islam dan sekaligus berfungsi mengentaskan kemiskinan .

BAHAN BACAAN
1.      Al-Qur’an dan Terjemahnya : Depag RI
2.      Kitab Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
3.      Kitab  Hadits 1100 Hadits Terpilih : Oleh M.Faiz Almath
4.      Psikologi Sosial: Oleh Bimo Walgito
5.      Panduan Praktis Zakat, Infak dan Sedekah : Oleh Didin Hafifuddin
6.      Agama dan Perubahan Sosial: Oleh Djoko Suryo Dkk.
7.      Persepsi dan Pemaknaan Masyarakat Umat Islam Tentang Zakat Harta: Tesis oleh M.Djupri
8.      Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam: Oleh Mukhtar Yahya dan Fathurrahman
9.      Pedoman Zakat: Oleh Hasbi Ash- Shiddiqy
10.  Undang-Undang RI No.38 / 1999 tentang Pengelolaan Zakat
11.  Kiat Mengentaskan Kemiskinan : Oleh Yusuf Qardhawi
12.  Sosiologi ,Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: Oleh Ritzer

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Text Widget

Daftar Menu