Selasa, 23 April 2013

FUNGSI ZAKAT SEBAGAI SARANA PEMERATAAN DISTRIBUSI KEKAYAAN


FUNGSI ZAKAT SEBAGAI SARANA PEMERATAAN DISTRIBUSI  KEKAYAAN
Al Quran, sebagai pedoman hidup orang Islam, secara tegas telah
memerintahkan pelaksanaan zakat. Menurut catatan Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy (1999), terdapat 30 kali penyebutan kata zakat secara ma’rifah di
dalam Al Quran, bahkan kewajiban zakat seringkali beriringan dengan perintah
sholat, seperti misalnya:
Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS 2/ al-Baqarah: 43)
Penjelasan kewajiban zakat bergandengan dengan perintah sholat terdapat pada
28 ayat Al Quran. Dengan demikian, menurut sebagian ulama besar, jika sholat
adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama atau dengan kata lain
sholat merupakan ibadah jasmaniah yang paling mulia, sedangkan zakat
dipandang sebagai ibadah hubungan kemasyarakatan yang paling mulia.
Beberapa pandangan ulama besar, menyatakan, bergandengannya kewajiban zakat
dan perintah sholat dalam Al Quran menyiratkan bahwa semestinya Allah tidak akan menerima
salah satu, dari sholat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Pada
dasarnya, kepentingan ibadah sholat tidak dimaksudkan untuk mengurangi arti
penting zakat, karena sholat merupakan wakil dari jalur hubungan dengan
Allah, sedangkan zakat adalah wakil dari jalan hubungan dengan sesama
manusia.
Zakat adalah salah satu rukun islam dan merupakan kewajiban umat islam. Selain kata zakat, Al-Qur`an juga merupakan istilah shadaqah untuk perbuatan-perbuatan yang berkenaan dengan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. Walau tujuannya sama, namun kedua istilah itu berbeda jika dipandang dari segi hukum. Oleh karena itu, orang mempergunakan istilah shadaqah wajib untuk zakat dan shadaqah sunnat untuk shadaqah biasa.
Walaupun tujuannya sama, namun kalau dipandang dari segi hukum, keduanya berbeda. Perbedaan itu adalah sebagai berikut:
  1. zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya. Pengeluaran zakat dilakukan dengan cara-cara dan syarat-syarat tertentu baik mengenai jumlah maupun mengenai waktu dan kadarnya.
  2. shadaqah bukan merupakan suatu kewajiban. Sifatnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya, baik mengenai jumlah waktu dan kadarnya
  1. A. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain dari kata zaka sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika pengertian tersebut dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang memiliki harta tersebut). Hal ini dikarenakan zakat merupakan aspek kerohanian dimana kewajiban ini tidak dikenakan lepada orang-orang non Islam karena mereka tidak dapat dipaksakan untuk melakukan suatu ibadah yang diperintahkan oleh Islam. Untuk lebih jelasnya aspek zakat ini dijelaskan dalam surat At-Taubah:103 yang berbunyi:
Yang artinya adalah,  Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui
Yang maksudnya adalah bahwa zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan zsakat menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangakan harta benda mereka.
  1. B. Tujuan dan Prinsip- Prinsip Zakat
Menurut M.A Mannan dalam bukunya ISLAMIC ECONOMICS: Theory and Practice (Lahore, 1970 : 825), zakat mempunyai enam prinsip, antara lain:
  1. Keyakinan keagamaan, prinsip ini menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran zakat tersebut merupakan salah satu menifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya belum merasa sempurna ibadahnya
  2. Pemerataan dan keadilan, perinsip ini cukup jelas yakni menggambarkantujuan dasar zakat itu sendiri yaitu membagi lebih adil atas harta kekayaan yang telah allah berikan kepada kita
  3. Productivitas dan kematangan, perinsip ketiga menekan bahwa zakat memang harus dibanyak karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil tersebut hanya dapat diambil zakatnya setelah lewat jangka waktu yaitu satu tahun
  4. Nalar,
  5. Kebebasan,
  6. Etika dan kewajaran, perinsip ini menjelaskann bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.Zakat tidak mungkin dipungut, kalau pemungutan itu orang yang membayarknya justru menderita
Seperti tercantum dalam  surat QS. Al-Hasyr: 7 yang berbunyi
Yang artinya,  “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya
Untuk lebih jelasnya tujuan dan peranan zakat akan diuraikan berdasarkan point-point berikut ini:
  1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan
  2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh para penerima zakat tersebut
  3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya
  4. Menghilangkan sifat kikir atau loba para pemilik harta
  5. Membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang miskin
  6. Memjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
  7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang memiliki harta
  8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
  9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social
10.  Meningkatkan dan menjaga daya beli para fakir miskin agar dapat memelihara sektor usaha, sehingga perekonomian dapat terus berjalan dengan baik.
  1. Dasar-Dasar Penilaian
Di dalam sebuah masyarakat yang memperbolehkan pemilikan harta secara perorangan dan inisiatif individu dengan segala cara, perbedaan dalam pendapat tidak dapat dielakkan. Akan tetapi perbedaan ini harus dikendalikan agar tidak terjadi peluang terciptanya kelompok kaya dan kelompok miskin dengan jurang perbedaan yang berada diantara mereka sebagaimana yang kita jumpai saat-saat ini. Dengan adanya dana zakat dan pengeumpulan dana yang lainnya seperti infaq dan shadaqah, kehidupan orang-orang miskin dan yang kekurangan akan ditingkatkan oleh pemerintah. Seperti yang diterangkan dalam Al-Qur`an, orang-orang miskin mempunyai hak atas harta yang berada di tangan orang kaya.
þ’Îûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan ornag miskin yang tidakdapat bahagian”. (QS. Adz-Dzariyat: 19)
  1. D. Implikasi Zakat Terhadap Perilaku Konsumsi dan Produksi
    1. 1. Zakat Terhadap Konsumsi
      1. Bagi golongan fakir zakat merupakan pendapatannya dalam memenuhi kebutuhannya
      2. Bagi golongan miskin zakat merupakan tambahan pada pendapatannya dalamk memenuhi kebutuhannya
      3. Bagi golongan ibnussabil zakat menjadi pendapatan utamanya dalam memenuhi kebutuhannya
      4. Bagi golongan fisabilillah zakat menjadi pendapatan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan mereka
      5. Bagi golongan muallaf zakat menjadi pendapatan utama yang dapat meneguhkannya
      6. Bagi golongan amil zakat menjadi pendapatannya dalam memenuhi kebutuhannya
      7. Bagi golongan gharimin zakat menjadi pendapatan untuk membayar utangnya
      8. Bagi hamba sahaya zakat menjadi pendapatan untuk harga tebusan dirinya
      9. Bagi para muzakki, zakat diambil dari pendapatan atau kekayaan muzakki, sehingga mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan. Namun dengan asumsi bahwa para muzakki adalah golongan yang pada umumnya bekerja sebagai produsen, maka keuntungan sebagai produsen akan dirasakan akibat tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan, dibelanjakan oleh para mustahik untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi semakin tinggi tingkat zakat, semakin tinggi pula konsumsi yang dapat mendorong perekonomian.
  1. 2. Zakat Terhadap Distribusi
Dengan asumsi bahwa para muzakki adalah golongan yang bekerja sebagai produsen, maka manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan melalui tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan, dibelanjakan oleh para mustahik untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi semakin tinggi tingkat zakat, semakin tinggi pula konsumsi yang dapat mendorong perekonomian. Dan yang akhirnya akan mendorong para produsen untuk terus berproduksi demi memenuhi kebutuhan para konsumennya.
  1. E. Perintah Dan Anjuran Mengenai Distribusi Harta Menurut Al-Qur’an
    1. Perintah
Perintah Alquran menyangkut distribusi harta di antaranya adalah mengeluarkan zakat. Firman-Nya dalam Qs. al-Tawbah, 9: 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka…”
Dalam memahami ayat 103 surat al-Tawbah di atas, Hassan Hanafi sampai berpendapat bahwa pemerintahan yang sah berkewajiban untuk turun tangan secara langsung mengambil harta yang berada di tangan kaum kaya yang merupakan hak kaum yang membutuhkan, jika pihak yang pertama ingkar dan tidak mau mendistribusikan kekayaannya kepada pihak yang kedua. Itu karena, kata Hanafî, harta kekayaan harus mengalir di tengah-tengah anggota masyarakat seperti mengalirnya air, di mana siapa pun yang membutuhkan dapat mengambil dan mempergunakannya. Harta kekayaan, lanjut Hanafî, harus didistribusikan, jangan ditimbun.
Zakat merupakan salah satu kiat Islam dalam rangka meraih cita-cita sosialnya. Ia juga merupakan penegasan bahwa dalam harta milik pribadi terdapat hak-hak mereka yang membutuhkan yang harus disalurkan kepada mereka. Kiat ini ditempuh Islam sambil melarang beberapa praktek transaksi yang dapat mengganggu keserasian hubungan antara anggota masyarakat.
Adapun signifikansi zakat yang paling menonjol, didasarkan atas nilai-nilai dan prinsip-prinsip ideal sebagai berikut:
  1. Zakat merupakan cerminan falsafah Islam tentang harta, dan bahwasanya harta dalam pandangan Islam adalah milik Allah, manusia hanya mempunyai hak pendayagunaan dan pemanfaatan (QS. Al-Nûr, 24: 33)
  1. Zakat merupakan institusi Islam tentang keharusan terwujudnya keadilan sosial, yaitu dengan cara distribusi harta dari kaum kaya kepada fakir miskin dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Saking pentingnya zakat dilihat dari segi ini, tidak aneh kalau ia dijadikan salah satu pilar agama yang keislaman seseorang tidak dianggap sah tanpa terpenuhi rukun ini. Ayat-ayat Alquran tentang zakat pun senantiasa diiringi nada penegasan, peringatan dan ancaman baik di dunia maupun akhirat. Tak kurang dari empat puluh ayat menunjukkan makna ini dengan sangat jelas.
  1. Juga merupakan sarana pendidikan hati bagi kaum Muslim untuk ikut menanggung beban dan derita sesamanya. Sebab dengan mengeluarkan zakat berarti seorang Muslim telah mengenyahkan kepentingan priomordial, individual dan egoisnya.
  1. Anjuran
Adapun anjuran Alquran menyangkut distribusi kekayaan, barangkali Qs. al-Baqarah,: 261-262 dapat kita jadikan sampel yang mewakili ayat-ayat lain yang mempunyai kandungan makna yang serupa dengannya. Ayat termaksud adalah:
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tipa butir seratus biji, Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui (261). Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti perasaan si penerima, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (262).
Dalam tafsir al-Munîr, Wahbah Zuhailî mengutip al-Kalabî yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sayyidinâ ‘Utsmân bin ‘Affân dan ‘Abd al-Rahmân bin ‘Auf yang membelanjakan sebagian harta mereka di jalan Allah, tepatnya untuk mendanai perang Tabûk.
Ayat di atas mengandung perumpamaan tentang pelipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan demi rida-Nya. Ia juga menjelaskan bahwa setiap kebaikan yang diberikan akan dilipatkan pahalanya sepuluh hingga 700 kali lipat.
Ayat-ayat ini terkait dengan ayat 259 yang menjelaskan tentang pertanyaan bagaimana Allah menghidupkan negeri yang telah hancur berantakan. Dalam ayat itu dikemukakan bahwa membangun dunia dan memakmurkannya mengharuskan adanya manusia yang hidup, tinggal, bergerak, giat dan berusaha. Tanpa kehadiran manusia dan kehidupannya, maka satu negeri tidak akan makmur. Hidup bukan hanya menarik nafas dan menghembuskannya. Hidup adalah gerak, rasa, tahu, kehendak dan pilihan. Manusia tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya. Ia harus saling membantu, saling melengkapi, dan karena itu pula mereka harus beragam dan berbeda-beda agar mereka saling membutuhkan. Yang tidak mampu dalam satu bidang dibantu oleh yang lain yang mumpuni, atau berlebih di bidang itu. Yang kuat membantu yang lemah. Inilah yang dijelaskan kelompok ayat 261-262. Ayat 261 berpesan kepada yang berpunya agar tidak merasa berat membantu, karena apa yang dinafkahkan akan tambah berkembang dengan berlipat ganda.
Pendangan bahwa membantu yang lemah itu sebenarnya memperkuat yang kuat, kita sebut sebagai solidaritas. Bantaun yang kita berikan sebetulnya bukan anugerah, tetapi harga yang harus kita bayar untuk kerja sama yang saling menguntungkan. Pada kehidupan sosial yang makro, uluran tangan pihak yang beruntung dalam menolong yang tidak beruntung akan memperkukuh integritas sosial. Sebaliknya, acuh tak acuh atas penderitaan orang lain akan berbalik menjadi bumerang.
Menurut Hassan Hanafî, infak harta yang disebut ayat bukanlah zakat, melainkan investasi produktif yang menghasilkan sumber produksi. Hal ini berarti bahwa al-mâl harus diupayakan untuk tidak idle (diam), agar fungsinya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dapat terpenuhi. Menurut syariat, investasi harus mengutamakan hal-hal yang menyentuh kebutuhan pokok masyarakat yakni sandang, pangan, dan papan, di samping pendidikan, pelayanan kesehatan, dan hal-hal lain yang dinilai vital dalam peningkatan kesejahteraan orang banyak.
Infak tersebut bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan (dengan tidak bermaksud mencari perhatian orang, tapi untuk mencapai kemaslahatan yang lebih besar), dan harus dilakukan murni untuk mencari rida Allah dan membela kepentingan umum (Qs. Al-Baqarah, 2: 265, 274). Tidak jarang infak yang dikeluarkan hanya untuk mencari perhatian dan pujian orang (riyâ), atau untuk menyakiti perasaan orang yang menerima (Qs. Al-Baqarah, 2: 264). Para penginfak yang akan mendapat ganjaran Tuhan adalah mereka yang berinfak di “jalan Allah”, tulus karena-Nya, dan tidak mengiringi infaknya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti perasaan si penerima (Qs. Al-Baqarah, 2: 262).
Dengan infak, akan terlihat keunggulan seseorang atas orang lain, kelebihan seorang mukmin atas mukmin lainnya. Kelebihan seseorang atas orang lain bukan terletak pada jumlah harta yang dimiliki, tapi pada kadar infak yang diberikan.
Sedang infak yang bertolak belakang dengan kemaslahatan umum dan dimaksudkan untuk membendung laju agama Allah, maka hal seperti itu merupakan tindakan kekufuran (Qs. Al-Anfâl, 8: 36). Kufur dalam arti membelanjakan harta dalam rangka merusak tatanan nilai sosial serta mencederai hati nurani dan keadilan, dan dalam rangka menanamkan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah.


  1. DAMPAK ZAKAT DAN PAJAK TERHADAP PEREKONOMIAN
Pembahasan berikut ini akan memberikan ilustrasi matematis mengenai perbandingan antara pendapatan pemerintah yang diambil melalui pajak dan pendapatan pemerintah yang diperoleh melalui pajak
Untuk memulai, asumsikan untuk sementara waktu berkah belum dimasukan ke dalam pertimbangan konsumsi. Dengan konteks seperti ini, kita bias menentukan fungsi maslahah agraret, yaitu:
Dengan  dan β keduanya < 1
Dengan kedua ekspresi, kita biasa membentuk fungsi lagrangian sebagai berikut:
Dengan melakukan diferensiasi terhadap X dan Y dan  dan menyamakan dengan nol, kemudian menyamakan terma-terma yang sama dan menyelesaikannya, diperoleh fungsi-fungsi untuk masing-masing produk:
Sekarang, jika pemerintah mengenakan pajak sebesar  pada harga barang X sehingga barang X menjadi
Dengan harag yang baru ini maka jumlah barang X yang bisa dibeli adalah:
Dari penggunaan pajak ini, jumlah pajak yang bisa terkumpul adalah sebesar:
Sekarang jika pemerintah menerik kesimpulan sejumlah pajak yang terkumpul diatas, , tetapi dikenakan secara langsung pada pendapatan, maka jumlah diasposable income yang bisa dibelanjakan adalah sebesar:
Dengan jumlah uang yang baru, maka jummlah barang X yang bisa dibeli adalah:
Mengingat bahwa  dihitung melalui indeks harga pada tahun berlaku, yang besarnya minimum adalah 1 (100), maka:
Hal ini berarti bahwa jumlah barang yang bias dibeli adalah lebih besar pada kasus yang kedua, dimana pajak dikenakan secara langsung pada pendaptan dan bukannya pada harga barang. Kesimpulannya, hamper semua pajak mempunyai sifat meningkatkan biaya produksi dan harga jual barang. Sementara kalau dilhat zakat bersifat mengurangi pendapatan. Dengan demikian, zakat lebih baik daripada pajak, jika dilihat dari kemampunannya mempertahankan tingkat kesejahteraaan masyarakat.
  1. G. Tanggung Jawab Negara
Menurut ajaran islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara atau pemerintah yang bertindak sebagai wakil fakir miskin untuk memperoleh haknya yang ada pada harta orang-orang kaya.
Cara pemindahan atau pemerataan kekayaan seperti ini dimaksudkan agar orang kaya tidak merasa zakat yang dikeluarkannya sebagai kebaikan hati, bukan kewajiban dan fakir miskin tidak merasa utang budi pada ornag kaya karena menerima pembagian zakat. Zakat, pada hakikatnya, adalah distribusi kekayaan di kalangan umat islam, untuk mempersempit jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin dan menghindari penumpukkan kekayaan di tangan seseorang atau kalangan tertentu saja. Dan Keuntungan jika zakat dikelola oleh sebuah lembaga publik professional
dengan memadukan unsur pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat adalah:
  1. para wajib zakat akan lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin lebih terjamin haknya
  2. perasaan fakir miskin lebih dapat terjaga
  3. pembagian zakat akan lebih tertib
  4. zakat yang diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sabilillah misalnya, dapat disalurkan dengan baik karena pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya.
  5. Zakat dapat pula mengisi perbendaharaan negara (daerah)
Menurut Yusuf Qardhawi, apabila pemerintah tidak mempunyai lembaga pengumpul zakat sendiri, pengumpulan dan pembagian zakat dapat dilakukan oleh badan-badan hukum swasta di bawah pengawasan pemerintah.
  1. Kesimpulan
Tujuan dan idealisasi dari ibadah zakat tercermin dalam komitmen Islam dalam memerangi kesenjangan sosial dan secara konsisten memperjuangkan terciptanya keseimbangan ekonomi antara si kaya dengan si miskin, antara kaum berada dengan kaum papa. Upaya membangun keseimbangan antara kaya dan miskin, serta orang yang membutuhkan bantuan, termanifestasi dalam dua bentuk. Pertama, bentuk tang bersifat kewajiban yang bernuansa “top down”, atau bisa dikatakan struktural, yang dengan atau tanpa kesadaran, golongan yang telah memenuhi persyaratan tertentu harus mengeluarkan sebagian hartanya untuk mustahiq.
Kedua, bentuk yang bersifat sukarela (tathawwu’), yang menekankan adanya kesadaran akan pentingnya solidaritas sosial. Keduanya disyariatkan oleh Islam dalam rangka membangun tatanan sosial masyarakat yang harmonis.
Zakat sebagai ibadah mempunyai dimensi sosial kemasyarakatan, baik bagi pembayarnya, maupun bagi penerimanya, di antaranya zakat sebagai sarana untuk menghilangkan sifat konsumerisme dan kapitalisme. Zakat dapat menumbuhkan kepekaan sosial sekaligus sarana introspeksi dan pendidikan jiwa agar bisa berbagi dengan yang lain, berbuat baik antar sesama dengan membantu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Zakat juga dapat mendorong masyarakat untuk menciptakan tatanan sosial yang harmonis, dengan adanya cinta kasih antar sesama, antara si kaya dan yang tak berpunya.
Zakat bisa melepaskan manusia dari ketergantungan terhadap harta. Zakat menjadikan harta mempunyai manfaat yang lebih abadi (pahala), mewujudkan kesejahteraan sosial, sebagaimana iman akan mewujudkan kesejahteraan ruhani, dan shalat akan mewujudkan kesejahteraan badani.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat pengajian dan pengembangan ekonomi Islam (P3EI).2008.Ekonomi Islam.Jakarta:PT Raja grafindo Persada.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Daftar Menu