Selasa, 27 Desember 2011

METODOLOGI BIBEL DALAM STUDI AL QUR’AN


METODOLOGI BIBEL DALAM STUDI AL QUR’AN

Para teolog Yahudi – Kristen mengakui Bibel yang selama ini dianggap sebagai textus receptus ternyata memiliki sejumlah kesalahan mendasar. Kajian kritis Bibel melahirkan banyak metode kritis yang disebut dengan biblical criticism (kritik Bibel)

1.      Biblical Criticism
Naskah perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno baru pertama kali dicetak pada tahun 1514 di Spanyol oleh Universitas Alcala. Naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani Kuno yang pertama kali mendapat sambutan di pasaran adalah edisi naskah yang diterbitkan oleh Desiderus Erasmus (1469 – 1536) pada tahun 1516.
Perjanjian Baru versi Erasmus yang dijadikan textus receptus mendapat kritikan untuk pertama kalinya dari Richard Simon (1638 – 1712). Simon adalah orang yang pertama menggunakan metode-metode kritis didalam studi historis asal mula bentuk tradisional teks Perjanjian Baru.
Memanfaatkan karya-karya Simon, John Mill (1645 – 1707), menganalisa secara kritis teks Perjanjian Baru. John Mill Mengkaji kritis teks (textual criticism) Perjanjian Baru dengan cara menghimpun varian bacaan dari manuskrip-manuskrip Yunani kuno, ragam versi teks Perjanjian Baru dari Petinggi Gereja. Meski demikian, John Mill belum berani untuk mengubah textus receptus.
Dr. Edward Wells (1667 -1727) melanjutkan penilitian yang telah dilakukan John mill. Wells adlah orang yang pertama kali mengedit secara lengkap Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno. Selain itu Richard Bentley. (1662 – 1742) mengkaji secara kritis teks edisi Perjanjian baru dalam bahasa Yunani kuno dan latin. Hasilnya, Bentley meninggalkan textus receptus lebih dari 40 tempat.
Daniel Mace seorang Pastur menerbitkan Perjanjian Baru dalam 2 jilid dan dua bahasa, Yunani kuno dan Inggris.
Fase baru dalam analisa teks Perjanjian baru bermula dengan Johann Albrecht Bengel (1687 – 1752). Bengel memfokuskan kajiannya kepada periwayatan teks ( the transmission of the text). Ia mengkaji individu-individu yang mengarang bibel. Menurut Johann Salomo Semler (1725 – 1791) bagian-bagian dari bibel bukanlah inspirasi tetapi murni historis belaka. dan tidak dapat diterima secara otoritatif.
Murid Semler, Johann Jakob Griesbach (1745 – 1812) menerbitkan sebuah edisi Perjanjian Baru Yunani yang memasukan versinya sendiri ketimbang menggunakan textus receptus. Griesbach mengakhiri dominasi Perjanjian Baru Yunani edisi Erasmus. Ia melakukan kritik metodologis (methodological criticism). Ia mengkaji keterkaitan antara matius, Markus Lukas. Dalam pandangannya, susunan kronologis dari objek pembahasan ketiga para pengarang Bibel (Synoptics) tersebut tidak dapat dipercaya. Karya mereka mustahil diharmonisasikan.
Menolak mengharmonisasikan Synoptics, Johann Gottfried Herder (1744 – 1803), seorang pastor menyatakan setiap pengarang Bibel memiliki maksud, waktu, dan lokasi masing-masing. Bibel yang utam (Primal Gospel) adalah oral disbanding tilisan. Bibel yang paling tua adalah ucapan oral Yesus.
Menurut Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768 – 1834) , sekalipun Bibel adalah wahyu, namun ia ditulis dalam bahasa manusia. Schleiermacher berpendapat bahwa buku-buku yang ada di dalam Bibel sepatutnya diperlakukan sama dengan karya-karya tulis yang lain.

2. Aplikasi Metodologi Bibel Dalam Al Qur’an
Para sarjana Barat, Orientalis dan islamolog Barat sudah mulai menerapkan biblical criticism ke dalam studi Al Qur’an sejak abad ke-19 M. Kajian yang serius untuk melacak secara kritis asal-muasal Al Qur’an dilakukan oleh Theodor Noldeke (1930),  seorang orientalis Jerman dan menulis disertasi Geschichte des Qorans (Sejarah Al Qur’an) ketika berumur 20 tahun. Karyanya merupakan buku yang pertama kali memberikan landasan ilmiah yang sebenarnya untuk mengkaji Kitab Suci Islam. Maksud dari landasan sebenarnya tidak lain adalah biblical criticism.
Kemudian usaha Noldeke untuk meneruskan mengkaji Kitab Suci Islam diteruskan oleh muridnya Friedrich Schwally pada tahun 1898. Schwally mengedit dan merevisi buku karangan gurunya sendiri menjadi dua edisi, yaitu edisi pertama tentang asal mula Al Qur’an (1909) dan edisi kedua tentang penyusunan Al Qur’an (1919). Ketika sedang menyelesaikan edisi ketiga Schwally meninggal dunia, tepatnya tanggal 5 Februari 1919, sehingga tulisannya hanya sampai pada kata pengantar tentang sejarah text Al Qur’an.
Menjadikan karya Noldeke Geschichte des Qorans sebagai model, pendeta Edward Sell, misionaris terkemuka di Madras, India, menyeru sekaligus mendesak agar kajian terhadap historisitas Al Qur’an dilakukan. Menurutnya, kajian kritis-historis AL Qur’an tersebut perlu menggunakan kritik bible. Merealisasikan gagasannya, Sell menggunakan metodologi higher criticism dalam bukunya Historical Development of The Qur’an (1909). Sebagiamana seruan Edward Sell, pendeta Alphonse Mingana (1937) menyatakan, “Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap Al Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap bible Yahudi yng berbahasa Ibrani dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani”
Orientalis lain yang menerapkan metode kritis-historis untuk mengkaji Al Qur’an adalah Arthur Jeffery. Ia berasal dari Australia penganut Kristen Metodist. Ia berpendapat bahwa agama yang memiliki kitab suci akan memiliki masalah dalam sejarah teks (textual history). Ini disebabkan tidak ada satupun autografi dari naskah asli dulu yang masih ada. Saat ini, masing-masing pemeluk agama memiliki naskah-naskah yang telah turun temurun yang paling tidak telah berubah di berbagai komunitas masyarakat. Jadi, tidak ada satu naskahpun yang tidak berubah. Sekalipun alasan perubahan itu demi kebaikan, namun tetap saja, menurut Jeffery, wajah teks yang asli sudah berubah. Manuskrip-manuskrip awal Al Qur’an misalnya tidak memiliki titik dan baris, serta ditulis dengan khat Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan. Jadi menurut Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang melengkapi teks dengan tanda titik dan baris, sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun itu telah merusak teks asli. Teks yang diterima saat ini, bukan fax dari Al Qur’an yang pertama kali. Namun, ia adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas masyarakat.
Paruh kedua pertengahan abad 20, metodologi Bibel yang diterapkan oleh para orientalis dalam studi Al Qur’an semakin mapan. Tahun 1977, karya John Wansbrough, Quranic Studies terbit. John menerapkan literary criticism dan form criticism dalam studi Al Qur’an. John berpendapat bentuk struktur Al Qur’an yang ada sekarang merupakan produk perkembangan tradisi dalam periode periwayatan yang panjang. Tradisi-tradisi tersebut dapat dianggap sebagai unit-unit tersendiri dari wacana kenabian yang telah diriwayatkan secara lisan dalam masa yang lebih panjang dan akhirnya berkembang menjadi standar (kanon). Kanonisasi teks Al Qur’an tidak berada dalam satu kesatuan dari masa nabi Muhammad sampai akhir abad 2 hijriah. Oleh sebab itu, semua hadist yang menyatakan tentang himpunan Al Qur’an dalam pandangan John secara hsitoris harus dianggap sebagai informasi yang tidak dapat dipercaya. Semua informasi tersebut adalah fiktif yang punya maksud-maksud tertentu. Semua informasi tersebut mungkin dibuat oleh para fuqaha untuk menjelaskan doktrin doktrin syariah yang tidak ditemukan di dalam teks, atau mengikuti model periwayatan teks orisinal Pantekosta dan kanonisasi kitab suci ibrani.
Awal abad 21, tepatnya 2001, Chistoph Luxenberg dengan pengetahuan Syiria-Aramaik yang masih perlu dipertanyakan menyimpulkan AL Qur’an perlu dibaca dalam bahasa Armaik. Dalam pandangannya, sebagian besar Al Qur’an tidak benar secara tata bahasa Arab. Al Qur’an ditulis dalam dua bahasa, Aramaik dan Arab.
Luxemberg menulis “Cara membaca Al Qur’an dengan bahasa Aramaik, sebuah sumbangsih upaya pemecahan kesulitan memahami bahasa Al Qur’an. Ketika mereview karya Luxernberg, Robert R Phonix menyatakan: “tidak di dalam sejarah tafsir Al Qur’an karya seperti ini pernah dihasilkan. Karya-karya yang sama hanya dapat ditemukan di dalam bentuk kesarjanaan kritis teks Bibel”
Demikian beberapa metodologi yang digunakan para misionaris dan orientalis dalam mengkritik Al Qur’an dengan cara  biblical criticism yang apabila kita teliti lebih jauh maka akan banyak kelemahan dan kecacatan dari mereka yang mengkritisi Al Qur’an.

3.      Mohammed Arkoun Dan Metodologi Studi Al-Qur’an
Mohammed Arkoun sangat menyayangkan jika sarjana Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen. la menyatakan:
"Sayang sekali kritik-kritik filsafat tentang teks-teks suci yang telah diaplikasikan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi negatif untuk ide wahyu terns ditolak oleh pendapat kesarjanaan Muslim. Karya-karya mazhab Jerman terus ditolak, dan kesarjanaan Muslim tidak berani menempuh penelitian seperti itu sekalipun penelitian tersebut akan menguatkan sejarah mushaf dan teologi wahyu. '70
Menurut Mohammed Arkoun, sarjana Muslim menolak menggunakan metode ilmiah (biblical criticism) karena alasan politis dan psikologis. Politis karena mekanisme demokratis masih belum berlaku. Psikologis karena pandangan muktazilah mengenai kemakhlukan Al-Qur'an di dalam waktu gagal. Akibat menolak pandangan muktazilah, tulis Moham­med Arkoun, kaum Muslimin menganggap bahwa semua halaman yang ada di dalam mushaf adalah kalam Ilahi. Al-Qur'an yang ditulis dijadikan identik dengan Al-Qur'an yang dibaca, yang dianggap juga sebagai emanasi langsung dari Lawh al-MahfuZ.11
Akibat menolak biblical criticism, maka dalam pandangan Mohammed Arkoun, studi Al-Qur'an sangat ketinggalan dibanding dengan studi Bibel (Quranic studies lag considerably behind biblical studies to which they must be compared). Ia berpendapat metodologi John Wansbrough memang sesuai dengan apa yang selama ini memang ingin ia kembangkan. Mohammed Arkoun berkata: "Intervensi ilmiah Wansbrough menemukan tempatnya di dalam framework yang saya usulkan. Framework tersebut memberikan prioritas kepada metode-metode analisa sastra, seperti bacaan antropologis historis, menggiring kepada pertanyaan-pertanyaan yang ditinggalkan kepada disiplin-disiplin lain dan sebuah tingkat refleksi yang tidak terbayangkan di dalam konteks fundamentalis saat ini.
Dalam pandangan Mohammed Arkoun, Mushaf Uthmani tidak lain hanyalah hasil sosial dan budaya masyarakat yang dijadikan "tak terfikirkan" disebabkan semata-mata kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi. Untuk mengubah "tak terfi­kirkan" (unthinkable) menjadi "terfikirkan" (thinkable), Mo­hammed Arkoun mengusulkan supaya membudayakan pemikiran liberal (free thinking). Menurutnya, pemikiran liberal merupakan tanggapan kepada dua kebutuhan makro. Pertama, kaum Muslimin perlu memikirkan masalah-masalah yang selama ini tidak pernah terfikirkan. Masalah-masalah tersebut dibuat pemikir Muslim ortodoks. Kedua, pemikiran kontemporer perlu membuka wawasan baru, melalui pendekatan sistematis lintas budaya terhadap masalah-masalah fundamen­tal.
Menurut Mohammed Arkoun, pendekatan historisitas, sekalipun berasal dari Barat, namun pendekatan tersebut bukan hanya sesuai untuk warisan budaya Barat saja. Bagi Arkoun, pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam semua sejarah umat manusia. Menurutnya lagi, tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Mohammed Arkoun sangat menyadari jika pendekatan historisitas akan menantang segala bentuk pensakralan dan penafsiran transenden yang dibuat teolog tradisional. Dalam pandangan Mohammed Arkoun, sekalipun Muslim ortodoks menganggap pendekatan tersebut sebagai tak terpikirkan (im-pensable), namun ia justru percaya jika pendekatan tersebut akan memberikan akibat yang baik terhadap Al-Qur'an. Metodologi tersebut adalah ijtihad, sekalipun dalam berbagai hal mengguncang cara berfikir konvensional. Menurut Arkoun, pendekatan tersebut dapat memperkaya sejarah pemikiran dan memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik tentang Al-Qur'an. Pendekatan tersebut adalah baik karena membongkar lapisan-lapisan konsep Al-Qur'an yang sudah mengendap lama dalam pandangan geologis kaum Muslim ortodoks yang membeku. Padahal, dalam pandangan Arkoun, konsep Al- Qur'an merupakan hasil pembakuan dan pembekuan tokoh-tokoh historis, yang mengangkat statusnya menjadi kitab suci.
Mengenai wahyu, Arkoun membaginya dalam dua peringkat. Peringkat pertama adalah apa yang disebut Al-Qur'an se­bagai Umm al-Kitab (Induk Kitab) (Al-Qur'an, 13:39; 43:4). Peringkat kedua adalah berbagai kitab termasuk Bible, Gos­pel, dan Al-Qur'an. Umm al-Kitab adalah Kitab Langit, wah­yu yang sempurna, dari mana Bibel dan Al-Qur'an berasal. Pada peringkat pertama (Umm al-Kitab), wahyu bersifat abadi, tidak terikat waktu, serta mengandung kebenaran tertinggi. Namun, menurut Arkoun, kebenaran absolut ini di luar jangkauan manusia, karena bentuk wahyu yang seperti itu diamankan dalam Lawh Mahfuz (Preserved Tablet) dan tetap berada bersama dengan Tuhan sendiri. Wahyu hanya dapat diketahui oleh manusia melalui bentuk pada peringkat kedua. Peringkat kedua ini, dalam istilah Arkoun dinamakan "edisi dunia" (editions terrestres). Menurutnya, pada peringkat ini, wahyu telah mengalami modifikasi, revisi, dan substitusi.
Mengenai sejarah Al-Qur'an, Arkoun membaginya men­jadi tiga periode: periode pertama berlangsung ketika pewahyuan (610-632 H); periode kedua, berlangsung ketika koleksi dan penetapan mushaf (12-324 H/632 - 936 M) dan periode berlangsung ketika masa ortodoks (324 H/936 M). Arkoun menamakan periode pertama sebagai Prophetic Discourse (Diskursus Kenabian) dan periode kedua sebagai Official Closed Corpus (Korpus Resmi Tertutup). Berdasarkan pada kedua periode tersebut, Arkoun mendefinisikan Al-Qur'an sebagai "sebuah korpus yang selesai dan terbuka yang diungkapkan dalam bahasa Arab, dimana kita tidak dapat mengakses kecuali melalui teks yang ditetapkan setelah abad ke 4H/10 M."
Arkoun membedakan antara periode pertama dan periode kedua. Menurut Arkoun, dalam periode diskursus kenabian, Al-Qur'an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk tertulis. Sebabnya, Al-Qur'an terbuka untuk semua arti ketika dalam bentuk lisan, tidak seperti dalam bentuk tulisan. Arkoun berpendapat status Al-Qur'an dalam bentuk tulisan telah berkurang dari kitab yang diwahyukan (al-kitab al-muhi) menjadi sebuah buku biasa (kitab 'adi). Arkoun berpendapat bahwa Mushaf itu tidak layak untuk mendapatkan status kesucian. Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah status sebagai firman Tuhan.

4.      Nama-nama tokoh dan pemikirannya
a.       Pemikiran Mohammad Arkoun.
Mohammed Arkoun mencapai pemikiran liberal dengan dekonstruksi. Baginya, dekonstruksi (membongkar) adalah sebuah ijtihad. Tegasnya, dekonstruksi akan memperkaya sejarah pemikiran dan akan mendinamisir pemikiran Islam kontemporer. Masalah-masalah yang selama ini telah ditekan, ditabukan, dibatasi, dilarang, dan semua itu diklaim sebagai sebuah kebenaran, jika didekonstruksi, maka semua diskursus tadi akan menjadi diskursus terbuka.
Pemikiran Mohammed Arkoun yang liberal telah membuat paradigma baru tentang hakikat teks Al-Qur'an. Pendekatan historisitas Mohammed Arkoun justru menggiringnya untuk menyimpulkan sesuatu yang ahistoris, yaitu kebenaran Wahyu hanya ada pada level di luar jangkauan manusia. Mohammed Arkoun mengakui kebenaran Umm al-Kitab, hanya ada pada Tuhan sendiri. la juga mengakui kebenaran dan kredibilitas bentuk lisan Al-Qur'an, tetapi bentuk itu sudah hilang selama-lamanya dan tidak mungkin ditemukan kembali. Jadi, pendekatan historisitas yang diterapkan Arkoun justru menggiringnya kepada sesuatu yang ahistoris. Sesuatu yang tidak mungkin dicapai kebenarannya oleh kaum Muslimin. Padahal, sepanjang zaman fakta historis menunjukkan, kaum Muslimin dari sejak dulu, sekarang dan akan datang, meyakini kebenaran Al-Qur'an Mushaf Uthmani.
b.      Pemikiran Nasr Hamid
Menurut Nasr Hamid, teks Ilahi (divine text) berubah menjadi teks manusiawi (human text) sejak turunnya wahyu yang pertama kali kepada Muhammad. Nasr Hamid menyatakan: "Teks sejak awal diturunkan ketika teks diwahyukan dan dibaca oleh Nabi, ia berubah dari sebuah teks Ilahi (nas ilahi) menjadi sebuah konsep atau teks manusiawi (nas insan), karena ia berubah dari tanzil menjadi takwil. Pemahaman Muhammad atas teks mempresentasikan tahap paling awal dalam interaksi teks dengan akal manusia."
Dalam pandangan Nasr Hamid, teks Al-Qur'an terbentuk dalam realitas dan budaya, selama lebih dari 20 tahun. Oleh sebab itu, Al-Qur'an adalah 'produk budaya' (muntaj thaqafi). la juga menjadi 'produsen budaya' (muntij li al-thaqafah) karena menjadi teks yang hegemonik dan menjadi rujukan bagi teks yang lain. Disebabkan realitas dan budaya tidak bisa dipisahkan dari bahasa manusia, maka Nasr Hamid juga menganggap Al-Qur'an sebagai teks bahasa (nas lughawi).
5.  Berikut adalah  tokoh-tokoh yang menghujat Al-Qur’an dan pemikirannya:
a. Leo III (717-741)
Salah seorang dari kalangan Kristen termasuk yang paling awal menghujat Al-Qur'an adalah Leo III, seorang Kaisar Bizantium (717-741). Konon ia berpolemik melalui surat-menyurat dengan 'Umar ibn 'Abdul 'Aziz, yang dikenal juga dengan 'Umar II, seorang Khalifah pada dinasti Umayyah yang memerintah dari tahun 99 H/717 sampai tahun 101 H/ 720. Di dalam surat yang dinisbatkan kepada Leo dan diperkirakan ditulis antara tahun 717-720, dinyatakan bahwa al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi (41-95 H), seorang Gubernur di Irak dari tahun 75 H/694 sampai tahun 95 H/714 di bawah ke-khalifahan 'Abdul Malik ibn Marwan (684-704) telah mengubah Al-Qur'an yang sebelumnya telah dikanonisasikan oleh 'Uthman. Dalam kaitannya dengan al-Hajjaj, Leo menye­butkan dalam suratnya:
"Mengenai kepunyaanmu (kitabmu), kamu telah memberikan contoh-contoh yang salah, dan orang tahu, diantaranya, bahwa al-Hajjaj, kamu menyebutnya sebagai Gu­bernur Persia, menyuruh orang-orang untuk menghimpun buku-buku kuno, yang ia ganti dengan yang lain yang dikarangnya sendiri, menurut seleranya, dan yang ia propagandakan di mana-mana dalam bangsamu. Karena ia adalah jauh lebih mudah untuk menjalani tugas seperti itu diantara penduduk yang berbicara dengan bahasa yang satu. Meskipun demikian, ada beberapa karya dari Abu Turab yang lolos dari bencana tersebut, karena al-Hajjaj tidak dapat menghilangkannya sepenuhnya.
b. Johannes dari Damaskus (±652-750)
Sekitar 23 tahun setelah polemik antara Leo III dan 'Umar II, Johannes Damascenus/ John of Damascus/Yuhanna al-Dimashql menulis dalam bahasa Yunani kuno, riepl odpeaeoov ev cjuvtomkx 66ev rjp^avTo x<xl JtoQev Yeyovaaiv (dibaca: Peri haireseon en suntomia othen erksan-to khai pothen gegonasin).
Johannes mengkritik kisah unta betina yang menjadi bukti kenabian Salih. Dalam pandangannya, kisah itu tidak bisa diterima karena Muhammad tidak menceritakan secara detil tentang unta Salih. Sebenarnya, hujatan sinis Johannes kepada Al-Qur'an disebabkan kebenciannya kepada Al-Qur'an. Ketika menunjukkan Muhammad berperilaku tidak senonoh karena mengawini istri anak angkat, Johannes merujuk kepada Surah al-Ahzab 37.
c. Abdul Masih al-Kindi (± 873)
Kalangan Kristen sering menjadikan risalah ' Abdul Masih al-Kindi sebagai rujukan untuk menghujat Al-Qur'an. Risalah tersebut mulai diketahui secara luas ketika pada akhir abad ke-19. Al-Kindi, yang diduga penganut Kristen Nestorian, berpendapat bahwa Muhammad bukanlah seorang Nabi. Dalam pandangannya, seorang Nabi itu akan memberitahu peristiwa-peristiwa yang tidak diketahui oleh orang lain. Termasuk diantaranya peristiwa-peristiwa yang sudah atau yang akan berlaku. Dalam pandangannya, orang Kristen telah mengetahui cerita Muhammad mengenai Nuh, Ibrahim, Musa dan lsa. Mengenai Al-Qur'an, al-Kindi berpendapat Sergius, se­orang Biarawan Kristen telah berkunjung ke Mekkah, berteman dan mempengaruhi Muhammad. Bahkan Sergius hampir menjadikan Muhammad menjadi pengikut Kristen Nes­torian. Al-Kindi, tanpa memberi bukti, menyatakan bahwa al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi telah menghilangkan banyak ayat-ayat Al-Qur'an. Di zaman 'Uthman, tegas al-Kindi, persetujuan mengenai teks yang benar tidak ada. Tuduhan bahwa kisah Al-Qur'an tentang kaum  ‘Ad, Thamud, unta dan gajah, adalah cerita-cerita bodoh (idle talcs) tidak berdasarkan kepada bukti yang kukuh.
  Pendapat al-Kindi bah­wa Sergius mempengaruhi dan hampir menjadikan Muham­mad sebagai pengikut Kristen; 'Abdullah ibn Sallam dan Ka'b, telah mengubah Al-Qur'an adalah gosip. Pendapat al-Kindi mengenai  al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi yang telah menghilangkan ayat-ayat Al-Qur'an; Ibn Mas'ud yang menolak mcnyerahkan mushafnya; Ubayy yang memuat dua tambahan Surah; wujudnya kosa kata asing di dalam Al-Qur'an serta ayat-ayat hilang dari Al-Qur'an. Al-Kindi sama sekali tidak menyebutkan bukti untuk menyokong pendapatnya.
d. Petrus Venerabilis (Peter the Venerable 1094-1156)
Pierre Maurice de Montboissier atau dikenal juga sebagai Petrus Venerabilis adalah seorang Kepala Biara Cluny di Perancis. Karyanya mcngenai Islam ada dua; Summa Totius Haeresis Saracenorum (Semua Bid'ah Tertinggi Orang-Orang Islam) dan Liber contra sectam sive haeresim Saracenorum (Buku Menentang Cara Hidup atau Bid'ah orang-orang Islam). Salah satu sumbcr pendapatnya mengenai Islam didasarkan pada beberapa karya terjemahan. Gagasannya mengenai Al-Qur'an, misalnya, banyak dipengaruhi oleh karya terjemahan yang dinisbatkan kepada al-Kindi.
Mengulangi pendapat al-Kindi, Petrus Venerabilis menyatakan Al-Qur'an tidak terlcpas dari peran setan. Dalam pandangannya, ketika Muhammad menyangkal Kristus ada­lah Tuhan atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu merupakan rancangan setan (diabolical plan). Setan telah mempersiapkan Muhammad, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim seorang informan kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).
e.       Ricoldo da Monte Croce (±1243-1320)
Pada abad ke-13 M, sudah banyak para biarawan dan pendcta yang mulai mempelajari Islam. Diantaranya Ricoldo da Monte Crocc (Ricoldus de Monte Crucis), seorang Biarawan Dominikus.
Ricoldo mcnyimpulkan: Pertama, Al-Qur'an hanyalah kumpulan bid'ah-bid'ah lama yang telah dibantah sebelum-nya olch otoritas Gereja. Kedua, karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak mcmprediksi sebelumnya, maka Al-Qur'an tidak boleh diterima sebagai "hukum Tuhan/' Selain itu, doktrin-doktrin Islam mcngenai kesalahan agama Kristen dan Yahudi tidak bisa diterima. Ketiga, gaya bahasa Al-Qur'an tidak sesuai untuk disebut menjadi "Kitab Suci". Ke-empat, klaim Al-Qur'an yang berasal dari ilahi tidak memiliki basis di dalam tradisi Bibel. Selain itu, konsep-konsep etika di dalam Al-Qur'an bertentangan dengan pernyataan-pernyataan filosofis. Kelima, Al-Qur'an penuh dengan berbagai kontradiksi internal. Al-Qur'an sangat tidak teratur. Keenam, kebenaran Al-Qur'an tidak dibuktikan dengan mukjizat. Ketujuh, Al-Qur'an bertentangan dengan akal. Buktinya, kehidupan Muhammad tidak bermoral dan Al-Qur'an memuat hujatan dan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal mengenai hal-hal ketuhanan dan sebagainya. Kedelapan, Al-Qur'an mengajarkan kekerasan untuk menyebarkan Islam dan meng-akui kctidakadilan. Kesembilan, sejarah Al-Qur'an tidak menentu. Kesepuluh, Peristiwa mi'raj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.
f.        Martin Luther (1483-1546)
Dalam kaitannya dengan Al-Qur'an, Luther melakukan dua hal. Pertama, menerjemahkan karya Ricoldo dalam bahasa Latin, Confutatio Alcorani (Bantahan Terhadap Al-Qur'an) ke bahasa Jerman (Verlegung des Alcoran Bruder Richard!) pada tahun 1542. Luther mcnyatakan: "Muhammad menafikan bahwa Kristus adalah Anak Tuhan. Luther berpendapat Al-Qur'an mengajarkan kebohongan, pcmbunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. Dalam pandangan Luther, Al-Qur'an membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan.

6.  Alasan dan Latar belakang Biblical Criticism/mengkritisi Bibel :

,,Benar-benar telah kaftr orang-orang yang mengata­kan Allah itu Al Masih anak Mar yam. Katakanlah wahai Muhammad maka siapa yang (memiliki sesuatu yang dapat menghalangi Tuhan, kalau Tuhan berkehendak menghancurkan Al Masih anak Mar yam dan ibunya dan semuanya yang didunia ini".
,,Contoh hal Isa itu menurut pandangan Allah tak ubahnya seperti Adam dibuatnya dari tanah kemudian dikatakannya jadilah engkau lain jadilah ia". (Al Qu-r-'an surat Al Imraan 59).

Jadi tiap-tiap yang menyinari akal manusia didalam hidupnya yang gelap gulita, itu dia kalimat Allah dari Allah. Dia suara yang berbisik dalam hati sanubari manusia, itu dia suara pembuka peng-lihatan manusia. Isa bukan Nabi yang pertama-tama dan bukan pula Nabi yang penghabisan.

,,Tidak lain Muhammad Itu melainkan seorang Rasul seperti Rasul-Rasul yang telah datang sebelumnya". (Al Qur’an surat Al Imraan 144).
Sejak timbulnya sejarah, kalimat itu sudah mulai turun, tetapi selamanya tidak meratai bumi seluruhnya. Bahkan  dirubah dan diganti setelah pembawa-pembawanya meninggal dunia.
Nah inilah kita yang hidup di zaman modern ini, zaman yang tidak memperkenankan kegelapan itu berulang kembali, zaman yang tidak mengharuskan manusia berpandangan salah, dan tahayul yang dibenci dan tidak disukai oleh akal dan logika.
Sebagian orang beranggapan dan mengira bahwa Injil memberikan nas tentang ketuhanan Isa. Dan Allah mengutus anaknya ke bumi ini untuk menyelamatkan manusia-manusia dengan dikorbankanya diri anaknya itu sebagai tebusan dosa dan beban manusia, dipikulkannya kepadanya secara suka rela. Kemudian sesudah itu mereka berpindah menerapkan pikiran ini kesemua segi dan sudut ilmu pengetahuan. Lalu mereka mengira bahwa bumi ini lantaran Tuhan khususkan dengan kehormatan dan kemuliaan itu, pasti merupakan pusat dan sentral alam dunia seluruhnya.
Sir Arthur Van de Lai dalam bukunya “Sachratul Haq”, terjemahan Doktor Radii halaman 124, menyatakan tentang pengaruh pikiran ini kepada Gereja yang mula-mula dan tantangannya terhadap arus ilmu pengetahuan : “Gereja mengatakan bumi ini datar sedang pusatnya di baitul maqdis. Dan dimasa-masa itu disangkanya bumi inilah satu-satunya alam ini. Sedang matahari dan planet-planet beredar mengelilingi bumi.
Setelah para ahli ilmu pengetahuan berusaha keluar dari lingkungan ini sesudah abad kelima belas Masehi dan menetapkan bahwa alam itu lebih besar dari bumi ini. Gereja masih berpegang kepada tahayulnya, mengatakan penemuan ini bertentangan dengan ketentuan agama Kristen dan bertentangan dengan pemikiran tentang tuhan juru selamat, lalu dibakarnya Bruno di Roma lantaran Bruno mengatakan bahwa di sana ada alam lain selain bumi ini.  Gereja membungkam suara Copernicus yang  tidak berani menerbitkan bukunya yang  menyebutkan, bumi ini tidak lain dari planet seperti planet-planet yang beredar, kecuali waktu dekat wafatnya. Galileo terpaksa bertekuk-lutut saking takutnya diadili, dia mengingkari apa yang sudah dia katakan sendiri sebelumnya : Bahwa bumi itu beredar mengelilingi matahari.
Demikianlah Gereja terus menerus, selalu dan senantiasa mengintip dan.mengintai siapa saja yang membawa pendapat baru yang berentangan dengan pendapat Gereja. Gereja menganggap semua pendapat baru yang tidak sejalan dengan pendapatnya itu  kufur. Tetapi pada akhirnya terpaksa menyerah juga, mengakui kebenaran penemuan-penemuan ini, setelah berlalu empat abad,  pada abad kesembilan belas.
Kemudian akal manusia berjalan menuju penjelajahan ruang angkasa dan perkembangan ilmu pengetahuan. Setelah ilmu pengetahuan itu berkembang, turut serta berkembang pula cara dan keuletan pengertian dan penilaian. Dan hilanglah sesuatu yang menutupi pikiran, Ahli-ahli ilmu pengetahuan mengganti kedudukan orang-orang agama, mereka  memberikan tuntunan dan bimbingan kepada manusia, diperkenalkannya Tuhan kepada mereka, atau sebagaimana firman Tuhan dalam Al Qur'an surat Faathir 28 :
,,Sesungguhnja yang takut kepada Allah itu dari pada hamba-hambaNya, adalah para ahli ilmu pengetahu­an".
Ilmu pengetahuan dan ahli-ahli ilmu pengetahuan mengakui dan mengitsbatkan adanya Allah, Tuhan pencipta semesta alam. Dia Azali jang paling dahulu yang tidak ada permulaannya, Dia kekal abadi yang tidak ada penghabisannya tidak berpangkal dan tidak berujung, Dia terlepas daripada makhluk dan terlepas daripada sajarah dan peristiwa, tidak berwaktu dan tidak bermasa, tidak dibatasi oleh ruang dan tempat, Dia tidak sebagaimana yang tergambar dalam pikiran manusia. Dengan kata lain Dia tidak bisa digambarkan oleh otak siapapun.
Dari semua yang tersebut itu jelaslah kepada kita betapa jauh kesalahan sebagian penafsir memberikan tafsiran Injil secara letterlek sewaktu memberikan penilaian yang begitu besar terhadap bumi tempat kita hidup didunia ini, dan kesalahan yang amat-sangat besar sekali dikatakannya Isa mempunyai sifat-sifat ke Tuhanan, sedang dia tidak lain melainkan manusia biasa, dari­pada hamba-hamba Allah yang baik-baik dan pilihan.
a. Penemuan tulisan-tulisan sedjarah.
Baru-baru ini ditemukan tulisan-tulisan sejarah terletak disalah satu penggalian. Sejarahnya kembali kepada masa sebelum Masehi. Disitu tertulis keterangan-keterangan mengoreksi pikiran yang merata tentang ketuhanan Isa anak Marjam.
Ahli-ahli penelitian menulis berbilang keterangan sekitar penilaian yang besar terhadap penemuan itu. Tulisan-tulisan itu tersembunyi di tempat-tempat yang terbuat dari keramik  lonjong yaitu sebagian dari tulisan-tulisan orang-orang besar Essanes kuno.
Setelah dikirimkan oleh Doktor Toraev satu naskah dari tuli­san-tulisan ini kepada Doktor Albright W, seorang tokoh dalam ilmu bekas-bekas sejarah mengenai Injil, dia mengirimkan balasan, dikatakannya dalam surat balasannya itu  : “Patut diucapkan kata penghormatan terhadap penemuan tulisan sejarah yang terbesar pada masa modern ini, ditemukan di atas bukit dekat laut mati". Ia membatasi tanggal tulisannya seratus tahun sebelum Masehi. Lalu dia berkata : Tidak terdapat keragu-raguan sedikitpun di dunia ini, tentang kebenaran dan sahnya tulisan ini, dan akan membuat satu revolusi dalam pemikiran kita tentang agama Masehi".
Banyak daripada ahli-ahli penelitian dan orang-orang agama dan lain-lainnya berpendapat bahwa tulisan-tulisan kuno itu mem­berikan gambaran yang jelas tentang kitab-kitab lama yang dirubah-ubah oleh Gereja atau yang diingkarinya, (dan yang tersebut dalam injil) akan terjadi revolusi dalam alam pikiran setiap orang mengadakan penyelidikan dan penelitian tentang kebenaran bukan akidah-akidah buatan atau agama jang dibikin oleh emperor Constantin yang menjadi pimpinan dalam majelis besar Nicea tahun 325 Masehi. Dan dalam majelis besar itu ia mengakhiri agama nazaret  itu, agama ketuhanan yang Maha Esa, dan digantinya dengan agama trinitas, (tuhan tiga).
Kenataan yang sejogianya tidak hilang dari pikiran kita yaitu pengakuan yang terdapat pada tulisan-tulisan sejarah itu.
”Isa adalah Mesia orang-orang Kristen dan disana ada Mesia lain". yang dimaksudkan dengan Mesia yang kedua, dia juga Isa sewaktu kembalinya dengan roh pada akhir zaman, atau yang di­maksudkan  Muhammad Rasulullah karena dia berbicara dengan kebenaran, membenarkan ruh Isa dan  mempertahankan akidah asli yang dia bawa :
,,Akan tetapi apabila datang Penolong yang akan kusuruhkan ......... ialah akan menjaksikan dari halku".
(Jahja 15: 26).
Pastor Paul Dives Kepala gereja di Washington dalam bukunya “Machthuthatul Bahril Majjit" terdjemahan Doktor Radii halaman pertama : “Tulisan-tulisan sejarah yang terdapat di laut mati ialah diantara penemuan-penemuan yang terbesar faedahnya dan kepentinganya sejak berbilang abad, telah merubah pengertian Injil yang tradisionil.
Pastor Doktor Charles Francis Boto mengatakan dalam bukunya “Assinuunal Mafquudah Min Isa Tuksyaf" (The lost years of Jesus revealed), terjemahan Doktor Radii halaman 127 : Bukti-bukti cukup ada pada saya sekarang menunjukkan kebenaran tulisan-tulisan sejarah itu “Sebagai anugrah Tuhan kepada ma­nusia" karena pada tiap-tiap lembar dibuka disitu memberikan penetapan-penetapan baru bahwa Isa sendiri mengatakan tentang dirinya adalah anak manusia", jauh daripada menjadi anak Tu-han", sebagaimana anggapan pengikut-pengikutnya, sedang Isa sendiri berlepas diri, bersih daripada anggapan mereka itu. Pastor itu mengatakan pula dalam buku tersebut halaman 12 : “Sulit mencari kitab Perjanjian Lama yang tidak memerlukan kepada pengoreksian-pengoreksian, dibawah sorotan tulisan-tulisan sejarah yang terdapat di dekat laut mati itu. Begitu pula kitab Perjanjian Baru, selalu memerlukan kepada penafsiran dan interpretasi secara menyeluruh mengenai ayat-ayat pokok selaku dasar syariatnya.
Pada halaman 15 dikatakannya pula : Bahwa Isa sendiri menamakan dirinya “anak manusia”. Tetapi pemgikut-pengikutnya menamakan Isa anak Tuhan : Pribadi yang kedua daripada trinitas, Tuhan dari Tuhan, tetapi masih diragukan kalau orang-orang Essenes atau Isa sendiri setuju dengan pengakuan dan anggapan mereka itu.
b.  Injil Barnabas
Al Ustadz Cholil Sa'adah menterjemahkan Injil Barnabas kedalam bahasa Arab. Darul Manaar kepunyaan Almarhum Rasyid Ridla menerbitkan Injil Barnabas ini. Dalam mukaddimahnya ter­tulis sebagai berikut:
Injil Barnabas terdapat dalam bahasa Itali di perpustakaan istana Wina (Vienna). Lalu diterjemahkan ke berbagai bahasa. Injil ini mengakui dengan terus-terang bahwa Isa manusia seperti manusia-manusia biasa dan mengingkari ketuhanan Isa, dan me­ngakui keEsaan Tuhan, dan mengakui Muhammad hamba Allah dan utusanNya. Dikatakan bahwa Paus Qlasius melarang membaca Injil ini, pada tahun 492 Masehi.
Doktor Charles Francis Boto dalam kitabnja ,,Assimuun Al Mafquudah min Isa Tuksjaf", terdjemahan Doktor Radii menjata-kan bahwa Indjil jang tersebut Indjil Barnabas disis'hkan oleh Q^-redja pada masanja jang pertama. Dan tulisan-tulisan sejarah yang terdapat baru-baru ini di daerah laut mati menguatkan injil Barnabas ini.
Sesudah itu berturut-turutlah penemuan-penemuan, yang banyak orang di negeri kita tidak mendengarnya. Inilah dia rahasia keheranan yang mengherankan. Sumber-sumber yang menyebutkan soal-soal ini semuanya asing dari Barat dan disebutkan pula tulisan-tulisan sejarah yang lain terdapat di Fajjum sedang jang lain terdapat di daerah hulu Mesir. Dan yang ketiga di Tursina pada tahun 1958 Masehi. Yang akhir ini tertulis dengan bahasa Demotic, ditulis pada abad ketiga dengan perantaraan Saint Markus seorang yang terkenal, di situ diterangkan sejarah Jesus dan mengoreksi banyak segi-segi kebiasaan yang masih berlaku.
Injil Barnabas yang memberikan petunjuk kepada kebenaran itu disisihkan dan disingkirkan. Di situ tercantum mengenai Mu­hammad s.a.w., Diantara redaksinya : “Sewaktu manusia menyebut aku Tuhan dan anak Tuhan sedang aku berlepas diri bersih di dunia ini dari tuduhan, Tuhan berkehendak memperolok-olok manusia mengenai diriku di dunia ini dengan kematian Judas, dianggapnya oleh mereka itu saja yang mati di atas salib, supaya setan-setan tidak memperolok-olok padaku di hari qiamat. Dan akan tetap ini sehingga datangnya Muhammad. Bilamana dia telah datang terbukalah tipuan ini bagi orang-orang jang percaya kepada syariat Tuhan (Inijil Barnabas bab : 220).
Yang searti dengan ini Yahya seorang hawari mengatakan dalam Injil Yahya 15 : 26 :
,,Akan tetapi bila datang roh kebenaran jang keluar dari pada Bapa ialah akan menjaksikan dari halku".
Barnabas menyatakan pula :
“Karena Allah akan mengangkat aku dari bumi dan akan merubah pandangan pengkhianat itu sehingga dianggapnya oleh tiap-tiap orang dia itu aku. Dengan matinya sejelek-jelek kematian itu, maka tinggallah ke-hinaan padaku di dunia, beberapa lama. Tetapi bila mana sudah datang Muhammad utusan Tuhan yang bersih suci, hilanglah noda itu dari diriku dan Tuhan akan melakukan hal ini karena aku benar-benar me-ngakui kebenaran Mesia (Rasul) yang aku akan diberi jasa ini, yakni dia akui bahwa aku hidup dan aku bersih dari jeleknya kematian itu.

“Dan perkataan mereka: Kami telah bunuh Al Masih Isa anak Maryam utusan Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mensalibnya tetapi me­reka kabur melihat dia". (Al Qur'an surat An nisa 157. 158).
 Injil Barnabas disisihkan, tinggallah tulisan-tulisan Paulus yang mengaku dirinya sebagai Rasul. Diantara Barnabas dan Paulus ada pertentangan keras. Dibukanya topeng Paulus oleh Barnabas, kata Barnabas dalam mukaddimah Injilnya :
“Wahai para budiman! sesungguhnya Allah Yang Maha Besar lagi Maha Mengagumkan, pada akhir-akhir ini telah dihilangkan NabiNya, Jesus daripada kita. De­ngan karunia Tuhan yang besar daripada ajaran-ajaran dan ayat-ayat yang telah diambilnya oleh setan sebagai usaha untuk menyesatkan orang banyak dengan mengaku-ngaku taqwa, mereka memberikan anjuran ajaran kekufuran yang sangat, mengatakan Al Masih anak Tuhan dan menolak khitan yang selamanya Tu­han perintahkan dan membenarkan makan daging najis, diantara mereka yang sesat itu terdapat Paulus, yang aku tidak mengatakan mengenai dia itu melainkan dengan rasa penyesalan".
Pengakuan Perjanjian Baru dalam kisah perbuatan Rasul-Rasul 15 : 39, 40 seperti di bawah ini :
“Maka jadilah suatu perselisihan sangat sehingga mereka itu bercerailah, maka Barnabas itupun mem-bawa Markus sertanya, lain berlajar ke Kiperus. Tetapi Paulus memilih Silas, lalu berangkat setelah ia diserahkan oleh saudara-saudara itu kepada anugerah Tuhan".
Disisihkan Injil Barnabas dan tinggallah tulisan-tulisan Pau­lus yang membawa ajaran yang sangat kufur.

7.  Kitab Suci.
,,Orang-orang yang telah diberikan kitab, mereka tahu sebagaimana mereka tahu anak-anaknya. Ada satu golongan dari mereka itu menyembunyikan kebenaran sedang mereka itu mengerti". (Al Qur'an Al Baqarah :146).
a.  Kitab Suci dan Perjanjian Lama
      1.  Timbulnya bahasa Ibrani.
Bahasa Ibrani tidak disebut (nas, teks) dalam kitab-kitab suci itu menunjukan bahwa nama ini bukan pekerjaan orang Ibra­ni. Hanya saja dalam kitab Jesaja 19 : 18 disebut dengan bahasa Kan'an. Kan'an adalah nama cucu Nabi Nuh a.s, kemudian mere­ka sebut itu nama Yahudi, tersebut dalam kitab raja-raja yang Kedua 18:6 dan dalam kitab Jesaja 36 : l3.
Nama Yahudi ini disebut dalam kitab Nehenja. Dan disebutnya setelah hijrahnya sepuluh suku di situ sifat ini juga disebut untuk arti bahasa dan bangsa.
Jauh perbedaan antara kata-kata Ibrani dengan kata-kata Israil. Kata-kata Ibrani hanya digelarkan bangsa itu sebelum timbulnja suku- suku pada masa-masa yang lampau. Adapun setelah itu mereka lalu berbangga dengan gelar Israil.
Padahal tidak kita dapati dari kalawgan ahli-ahli sejarah bangsa Yunani dan Rum seperti Bozinius dan Tostius, hatta ahli sejarah orang Isratt Josephus, yang menyebutkan orang-orang Yahudi atau menamakan mereka orang-orang Israil, mereka bulat kata menamakan “orang-orang Ibrani". Arti kata ini diambil dari kata-kata ibr'l nahri (melintas sungai) sebagaimana yang telah diterangkan dimuka yakni sungai Furat. Kemudian mereka tambahkan “ya nisbat11 pada kata-kata ibr'l lalu menjadi i'brijj". Orang yang pertama-tama dinamakan dengan nama ini ialah keluarga junjungan kita Nabi Ibrahim mereka datang dari sebelah timur Furat ke tanah (bumi) Kan'an; “Maka Abrampun diamlah ditanah Kan'-an". (kitab kedjadian 13 : 12).
Timbulnya bahasa Ibrani yang mula-mula tidak dikenal oleh sejarah. Paling jauh yang dikenalnya yaitu lahirnya dari tanah Kan'an belaka pada lidah suku Kan'an dan Phoenicia penduduk Palestina sebelum anak-anaknya Ibrahim tinggal di negeri itu.
Nama Kan'an meliputi semua suku-suku Kan'an, penduduk Palestina dan di perbatasan negeri Siria ialah bagian yang digelar penduduknya dengan nama Phoenicia, tanda-tandanya yang dapat dibuat sebagai bukti kebenarannya ialah mata uang lama.
Pada abad kelimabelas sebelum Masehi raja-raja Syam dan Palestina menulis surat surat kepada Fir'aun; raja Mesir dengan tulisan paku, memakai bahasa Babilonia. Benar terdapat pada surat-surat ini kata-kata asing yang masuk kesitu, sedikitpun bukan bahasa aslinya. Profesor Qimmum profesor Lembaga Kesenian di kota Lepzig, mengadakan penelitian dalam hal ini. mengatakan: Bahasa ini adalah bahasa Ibrani. Kuno. Para ahli-ahli pengetahuan dan para peneliti-peneliti satu pendapat dan sejalan; pikirannya bahwa keterangan yang ada dalam tulisan ini adalah yang terkuno mengenai barang-barang sejarah bahasa Ibrani.
Sekalipun begitu bani Israil tidak dikenal bahwa mereka tinggal di negeri Palestina pada masa itu, namun mereka dikenal tersebar didusun-dusun antara jazirah Arabia dan negeri Palestina.
2. Perkembangan buhasa Ibrani:
Adapun sedjarah bahasa Ibrani melalui dua periode.
a.  Masa keemasan:
Periode ini mulai dari permulaan timbutnja bahasa Ibrani sam-pai hidjr^'hnja ke Babilonia, dan kitab-kitab jang ditulis dimasa itu ialah :
Taurat, kitab kejadian, keluaran orang-orang Lewi, Bilangan, Ulangan, yusak, kemudian nabi-nabi Jusak, Hakim-hakim, Rut, Semuel yang pertama dan yang kedua, Raja-raja yang pertama dan yang ke dua. Mazmur dan kitab nabi-nabi Jiel, Amos, Obaja, Junus, Micha, Nahum, Hobakuk, Zefanja, Wbjai, Zacharia, Maleachi.
b.  Masa keselakan :
Masa keselakan mulai dari hijrah itu kemasa Makab, yakni ketahun 160 sebelum Masehi. Dan pada masa ini bahasa Arania berlaku dengan dialek orang-orang Jahudi di tanah Babilonia.


b.    Kitab Suci dan Perjanjian Baru.
Perjanjian baru ditulis dengan bahasa Yunani. Tetapi terdapat  kata-kata Arania tertulis dengan huruf Yunani. Seba­gaimana bahagian Injil nampak ditulis dengan bahasa Arania, kedalam bahasa Yunani ini sebagaimana terjadi pada Injil-Injil yang empat: Matius, Markus, Lukas dan Yahya.
Sedang surat2 kiriman Paulus ditulis dengan   bahasa Yunani.
Kitab-kitab perjanjian Baru diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani. Terjemahan ini diambil oleh orang-orang Nasrani Palestina dan Siria dan dipakainya dalam gereja-gereja mereka.
Injil-Injil Markus, Matius dan Lukas, dapat diketahui de­ngan sekilas mata memandang karena isi-isi dan kejadian-kejadiannya bisa disusun: dalam kolom-kolom yang sama. Karenanya disebut dengan nama-nama :”Synoptic Gospels", dan ditulis dengan ba­hasa yunani  “Greek Koind", tidak merupakan contoh yang bersih-licin dilihat dari segi tata bahasa dan seni bahasa.
Dari sumber-sumber ini terjemahan Inggrisnya terkenal de­ngan naskah Raja James (King James Version). Naskah ini menjadi pegangan bagi dunia Inggris. Keistimewaannya karena identiknya dengan nama raja terjemahannya jauh sekali dari ketelitian.
Naskah-naskah yang paling tua yang ada pada Gereja dari pada Injil-Injil keempat-empatnya, sejarahnya kembali ke abad ketiga Masehi. Adapun naskah-naskah aslinya nampak disitu tertulisr antara tahun 60-120 Masehi pembuatan naskah itu. Kemudian setelah ditulis, terjadi perubahan dengan sengaja dimaksudkan agar disesuaikan dengan satu golongan orang pembuat naskah itu, atau untuk disesuaikan dengaxn kemauannya dalam soal-soal ketuhanan dengan maksud-maksud tertentu, jangka dua abad itu telah menjadi sasaran kesalahan-kesalahan dalam penyalinan.
Orang-orang Kristen yang membuat naskah itu yang hidup sebelum akhir abad pertama, mereka sama sekali tidak pernah menyalin Perjanjian Baru. Bahkan semuanya yang disalin itu diambil dari Perjanjian Lama. Dan tidak kita dapati suatu isyarat tentang Injil Kristen sebelum tahun 150 Masehi.
a).  Injil Markus.
Para ahli Kritis Bibel  sependapat dan satu kata bahwa : Injil-Injil keempat-empatnya itu yang paling terdahulu atau yang paling tertua ialah Injil Markus. Mereka mengatakan sejarah Injil Markus itu diantara tahun 65 — 70 Masehi. Dikatakan bahwa Markuslah yang menyusun Injilnya daripada ingatan-ingatan yang dipindahkan kepadanya oleh Petrus.
b).  Injil Matius.
Riwayat yang diambil dalam tradisi Orthodox (Orthodox tra­dition) mengatakan : Injil Matius ialah Injil yang tertua dari Injil-injil semuanya. Irenaes berkeyakinan Injil ini ditulis dengan bahasa Ibrani yakni bahasa Arania. Nampaknya Injil Matius ini adalah kumpulan dengan bahasa Arania dari perkataan-perkataan Al-Masih. Ada pendapat yang cenderung bahwa Paulus mempunyai dokumen dari semacam ini. Yang demikian itu, karena dia tidak terima Injil dari Al Masih seperti halnya para hawari. Dengan dokumen ini kadang-kadang ia memindahkan kata-kata Jesus dengan: nas (teks)nya.[1]
Tetapi tidak sampai kepada kita melainkan dengan bahasa Yunani, Kalangan kritisi Bibel lebih cenderung bahwa Injil ini dari susunan pengikut-pengikut Matius bukan dari perkataan-perkataan pemungut cukai sendiri. Sebagian besar (mayoritas) ahli-ahli ilmu pengetahuan berpendapat sejarahnya kembali ke­pada periode diantara tahun 85-90 Masehi.
Kalau tujuan dan maksud yang dimaukan oleh Matius ialah untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang Yahudi maka ia lebih cenderung dari sebagaian besar para hawari, berpegang ke­pada mu'djizat-mu'jizat yang dihubungkan kepada Al Masih. Dan dia sangat berusaha sehingga menimbulkan tanda-tanya dalam hati, untuk menetapkan bahwa kebanyakan ramalan-ramalan di Perjanjian Lama telah terbukti pada pribadi Al Masih.
c).  Injil Lukas :
Injil menurut nas Lukas yang biasanya kembali sejarahnya pada akhir abad pertama. Lukas bermaksud menyusun riwayat-riwayat yang lalu mengenai Al Masih dan menyesuaikannya de­ngan tujuan untuk memberikan petunjuk kepada seluruh bangsa-bangsa, bukan kepada orang-orang Yahudi.
Besar kemungkinan bahwa Lukas sendiri adalah seorany Umami (istilah buat orang bukan Yahudi). Dia kawan baiknya Paulus penyusun kisah Perbuatan Rasul-Rasul (Josephus f Antiquities IV 10).
Banyak ia mengutip tulisan-tulisan Markus sebagaimana yang lalu. Dan dari situ juga Matius mensitir (Against Apion, p. 456). Orang bisa menemukan dalam Injil Matius 600 documen dari 661 documen yang meliputi nas yang menjadi pegangan pada Injil Markus.
Dan bisa didapatkan juga 350 dalam Injil Lukas hampir seperti itu juga nasnya dalam Injil Markus (Firikelstein L, Akiba 33).
Bahkan lebih banyak daripada itu kita dapati dalam Injil Matius, banjak paragrap-paragrap yang terdapat dalam Injil Lu­kas dan tidak terdapat dalam Injil Markus. Dan ini juga hampir sama seperti nas itu.
Nampak bahwa Lukas mengambil nas-nas ini dari Matius, atau Lukas dan Matius pengambilannya dari sumber jang sama yang belum kita ketahui.
Tulisan-tulisan yang disalin dan disitir itu, diperhalus oleh Lukas dengan kemahiran sastra. Renan berprasangka bahwa In­jil ini seindah-indah buku karangan yang pernah ditulis.
d).  Injil Yahja.
Injil Yahja adatah Injil yang keempat tidak dianggap ia menceriterakan perihidup Jesus, bahkan itu adalah uraian tentang Jesus mengenai pandangan ketuhanan; bahwa ia sebagai Kalimatullah dan pencipta alam dan juru selamat manusia. Ini bertentangan, disitu terdapat titik-titik (point-point) sejarah yang diragukan kebenarannya dan terdapat diantara kisah-kisah motif kesangsian dengan Injil-Injil yang lain “Synoptic Gospels" dalam ratusan uraian, dan dalam gambaran umum yang digambarkan tentang Al Masih. Dan Injil itu bercorak aliran yang dekat dengan aliran yang mengatakan bahwa keselamatan itu bukan dengan imam, tetapi dengan pengenalan (ma'rifat). Ini adalah menguatkan pendapat-pendapat metafisika (metephysical ideas). Hal ini membawa banyak dari kalangan ahli-ahli penelitian dan research tentang agama Kristen menjadi ragu-ragu bahwa pembuat Injil ini ialah Yahja. Kuat pendapat bahwa tulisan Injil ini sudah terjadi pada abad yang pertama, sedang penulisnya yaitu penulis surat-surat Yah­ja yang dikemukakan pikiran-pikiran itu juga dengan susunan yang sama.
Keslmpulan :
Kesimpulannya ialah bahwa disana terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi diantara Injil-Injil itu satu sama yang lain dan kekaburan dan keragu-raguan yang serupa dan bersamaan sekali dengan apa yang diriwayatkan tentang tuhan-tuhan agama berhala, dan banyak daripada peristiwa-peristiwa nampak dibuat dan dibikin dengan disengaja untuk menetapkan banyak ramalan-ramalan yang tersebut dalam Perjanjian Lama, dan banyak paragraph-paragrap  dimaksudkan  sebagai pengabsahan dasar sejarah akidah belakangan daripada akidah-akidah gereja atau sebagai pengokohan dasar sejarah cara peribadatan yang belakangan daripada cara-cara peribadatan gereja.
Ada empat perkara yang diperselisihkan ahlul kitab mengenai Bibel:
1.      Keesaan Tuhan, Al ikhlas: 1-4.
2.      Pengampunan dosa, An nisa: 114 dan Az zumar: 53 dan 54.
3.      Persamaan diantara manusia, Al hujaraat: 13.
4.      Kabar gembira kedatangan Muhammad saw.As shof: 6, Injil Barnabas 220 dan Injil Yahya: 16 : 12, 13.

Buku-buku rujukan
      1. Al Qur’an terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta 1993.
1. Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an, Adnin Armas, MA, Gema Insani, Jakarta, 2005.
2. Muhammad SAW. Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Ibrahim Chalil Ahmad, CV Pelajar dan    GUNA UTAMA, Bandung, 1969.
3. Al-Kitab Terjemahan Baru, LAI, Jakarta 2005.


[1] (Grenfell dan Hunt menemukan diruntuhan salafi sebuah kota lama di Mesir (mints of oxyrhyrchus) pada tahun 1897-1903 Masehi duabelas fragments of logia disitu ada paragrap se­suai dengan pragraph-pragraph yang ada dalam Injil-Injil, sejarahnja '\kembali sebelum abad ketiga Masehi. Kemungkinan naskah yang lain yang lebih tua dari itu sampai kini masih ada).

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Daftar Menu