PENGANTAR STUDI ISLAM
Manusia adalah mahluk sosial seperti
pendapat Ibnu Khaldun dalam bukunya Al-Muqaddimah, manusia pasti bermasyarakat
dan hidup dengan sesamanya. Manusia tidak dapat hidup kecuali dalam sebuah masyarakat.
Dalam kehidupan bersama masyarakat pasti
menimbulkan interaksi antar sesama sehingga ada peraturan yang menjadian
interaksi berjalan dengan baik, agar tidak ad perselisihan antar sesama
manusia, karena perselisihan yang berlarut-larut akan mengakibatkan kehancuran
masyarakat. Makanya manusia membutuhkan kaidah yang membatasi perilaku dan
kebebasan berinteraksi, dan mengatur hubungan-hubungan antar manusia tersebut
sehibgga setiap individu dapat hidup tentram
dan masyarakat menemukan cara untuk keberlangsungan hidupnya.
Kaidah-kaidah tersebut adalah undang-undang (Qanun),
Qanun atau undang-undang bisa berbentuk
adat,tradisi atau kebiasaan yang dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat. Juga
bisa berbentuk perintah dan larangan yang dikeluarkan oleh pihak yang dipatuhi
oleh masyarakat, seperti kepala suku atau penguasa. Dan terkandang berbentuk kaidah-kaidah dan perintah-perintah
yang dikeluarkan oleh sebuah institusi yang diberi hak mengeluarkan
undang-undang oleh masyarakat. Undang-undang semacam ini dan berbagai
bentuknya, bersumber dari manusia disebut dengan hukum positif. Sedangkan hukum
yang tidak bersumber dari manusia atau yang dibuat oleh pencipta manusia, Allah
SWT, hukum ini disebut hukum samawi atau syariat ilahi.
Prinsip dasar yang mendukung
diturunkannya berbagai syari’at samawi adalah idiologi tentang adanya Pencipta
(Kaliqiyah). Allah menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap
mahluk, sesuai dengan wataknya, memberikan maslahat baginya, dan dapat
merealisasikan tujuan penciptaannya. Manusia sebagai mahluk yang istimewa
membutuhkan petunjuk dari penciptaan-Nya dan bimbingan tentang hubungan manusia
dengan alam dam tujuan manusia diciptakan. Dengan syari’at samawi ini diatur
cara dan rambu-rambu kehidupan mahluk.
Semua syariat samawi ditutupdengan
syari’at Isla yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW dan
disampaikan kepada ummat manusia. Maka hubungan manusia dalam Islam akan tetap
terjaga seperti dalam pedoman hidupnya.
SYARI’AT ISLAM DEFINISI DAN
KARAKTERISTIKNYA
Syari’at dari segi bahasa berarti mazhab
dan jalan lurus, menurut istilah, syari’at berarti agama dan berbagai hukum
yang disyari’atkan Allah untuk hamba-hamba-Nya.
Islam berarti tunduk dan berserah diri
kepada Allah SWT, kemudian kata ini digunakan secara khusus untuk menyebutkan
agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Muhammad SAW. Dengan makna
inilah kata Islam disebutkan dalam Al-Qur’an.
“Pada
hari ini telah disempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam ini sebagai agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
“Barangsiapa
mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali-Imran:
85)
Atas dasar itu, syari’at menurut istilah
berarti hukum-hukum yang disyari’atkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya, baik
berupa penetapan syari’at ini berdasarkan Al-Qur’an atau Sunnah Nabi berupa
perkataan , perbuatan dan peng akuan.
Jadi, syari’at Islam menurut istilah tidak lain adalah hukum –hukum yang ada di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang merupakan wahyu dari Allah kepada
Nabi-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.
Karakteristik syari’at Islam
Syari’at Islam memiliki karakteristik
ysng membedakannya dari selainnya, bersumber dari sisi Allah, balasannya
diberikan di dunia dan akhirat, mencakup semua tempat dan waktu, dan meliputi
semua urusan kehidupan.
URGENSI PENGANTAR STUDI ISLAM
Urgensi Pengantar Studi Islam (PSI)
adalah mengantarkan pada berbagai pendekatan yang bisa digunakan dalam kajian
Islam, yang tidak hanya terbatas pada pendekatan teologis, tapi juga
sosiologis, antropologis, sejarah, filosofis, dan disiplin ilmu humaniora
lainnya, sehingga melahirkan pemahaman Islam yang universal, inklusif, dan
Islam yang rahmatan li al-‘alamin, memiliki aqidah yang kuat dan ibadah yang
baik, sekaligus memiliki pemahaman Islam yang komprehensif.
KEHUJJAHAN SYARI’AT ISLAM, YAHUDI DAN
NASRANI
Kesatuan sumber ,yaitu dari Allah.
Dialah yg menurunkan dan menetapkan hukum-hukumnya. Tugas Rosul hanyalah
menyampaikan kepada umat manusia.
Kesatuan ushul (prinsip umum) dan
maqhasid (tujuan). à seperti mensucikan diri dg
amal-amal sholeh, usaha yang keras agar mendapat hidayah Allah
Syariat
Islam sebagai nasikh (penghapus) terhadap syariat sebelumnya.à
(Al-Maidah 5:48)
Hukum-hukum syariat Islam seluruhnya
berpijak pada wahyu ilahi yang turun kepada Rosululah.à
(Al-An’am 6: 32, 50), (Al-Baqoroh 2: 181)
PERBEDAAN SYARI’AT DENGAN FIQH
Syari’at dan Fiqh adalah dua hal yang
mengarahkan kita ke jalan yang benar . Dimana , Syariat bersumber dari Allah
SWT, Al-Qur'an, Nabi Muhammad SAW, dan Hadist.
Sedangkan Fiqh bersumber dari para Ulama
dan ahli Fiqh , tetapi tetap merujuk pada Al-Qur'an dan Hadist .
PERBEDAAN POKOK SYARI’AT DAN FIQH
SYARI’AT
Ø Berasal
dari Al-Qur'an dan As-sunah
Ø Bersifat
fundamental
Ø Hukumnya
bersifat Qath'i (tidak berubah)
Ø Hukum
Syariatnya hanya Satu (Universal)
Ø Langsung
dari Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur'an
FIQH
Ø Karya
Manusia yang bisa Berubah
Ø Bersifat
Fundamental
Ø Hukumnya
dapat berubah
Ø Banyak
berbagai ragam
Ø Berasal
dari Ijtihad para ahli hukum sebagai hasil pemahaman manusia yang dirumuskan
oleh Mujtahid
PERBEDAAN SYARI’AT DAN FIQH
SYARIAT
- Objeknya meliputi bukan saja batin manusia akan tetapi juga lahiriah manusia dengan Tuhannya (ibadah)
- Sumber Pokoknya ialah berasal dari wahyu ilahi dan atau kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari wahyu.
- Sanksinya adalah pembalasan Tuhan di Yaumul Mahsyar, tapi kadang-kadang tidak terasa oleh manusia di dunia ada hukuman yang tidak langsung
FIQH
- Objeknya peraturan manusia yaitu hubungan lahir antara manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk lain.
- Berasal dari hasil pemikiran manusia dan kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat atau hasil ciptaan manusia dalam bentuk peraturan atau UU
- Semua norma sanksi bersifat sekunder, dengan Menunjuk sebagai Pelaksana alat pelaksana Negara sebagai pelaksana sanksinya.
PERSAMAAN SYARI’AT DAN UNDANG-UNDANG
POSITIF
Pada hakikatnya Syariah/hukum Islam dan
hukum positif mempunyai beberapa persamaan yaitu bahwa hukum sebagai hubungan
dan penilaian atau pengkategorian perbuatan manusia ke dalam baik/tidak baik,
dianjurkan/dilarang, serta perintah, walaupun dalam konsep hukum Islam terdapat
hukum takhyiri (opsi). Hukum merupakan penilaian.
PERBEDAAN SYARI’AT DAN UNDANG-UNDANG
POSITIF
SYARIAT
- Syariah/Hukum Islam bersumber kepada wahyu Allah
- Pembuat hukum (al-hakim) atau Syaar’i yaitu Allah sendiri, maka hukum merupakan titah Allah.
- Hukum Islam mengatur semua perbuatan mukallaf baik dalam hubunganya dengan Allah SWT, manusia dan lingkungan sekitarnya atau semua makhluk.
- Tidak hanya berisi perintah dan larangan, melainkan berisi taklif, takhyir (pilihan) dan penetapan
- Hukum Islam merupakan titah Allah yang berisi taklif, tahyir (pilihan) dan penetapan (Wadh’i).
- sumber hukum Islam berasal dari wahyu,sedangkan hukum positif bersumber kepada perilaku dan realitas dalam masyarakat. Adapun Urf sebagai kebiasaan yang dapat disebut juga perilaku masyarakat, masih harus dipilah menjadi ‘urf shahih (yang sesuai dengan nash atau sumber hukum tekstual) dan ‘urf bathil (yang tidak sesuai dengan nash), sehingga yang dapat dijadikan sumber hukum hanyalah ‘urf shahih.
UNDANG-UNDANG POSITIF
o
Hukum
positif bersumber pada realitas kehidupan masyarakat.
o
Hukum
positif dibuat oleh badan yang berwajib sebagai representasi masyarakat dimana
hukum itu berlaku.
o
Mengatur
tingkah laku manusia dalam pergaulannya di masyarakat.
o
Berisi
perintah dan larangan yang bersifat mengikat dan memaksa, sehingga sanksi
terhadap pelanggarannya dinyatakan dengan tegas .
o
Perintah
dengan disertai sanksi
o
Sumber
hukum positif dibagi menjadi sumber hukum material dan formal. Sumber hukum
material merupakan materi-materi hukum berupa perilaku dan realitas yang ada di
masyarakat, termasuk hukum adat. Sedangkan sumber hukum formil adalah
undang-undang, kebiasaan, Yurisprudensi, traktat dan doktrin.
SUMBER-SUMBER YG DISEPAKATI
Sumber-sumber hukum yang disepakati
adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma dan Qiyas.
AL-QURAN
Kalam Allah yang mengandung
mukjizat dan diturunkan kepada
Rasulullah dalam bahasa Arab yang dinukilkan
kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, terdapat dalam mushhaf dimulai dari surah al-Fatiha dan diakhiri
dengan surah An-Nas .
Ciri-ciri
Al—Quran:
1.
Al-Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan kpd Nabi Muhmmad
2.
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab
3.
Periwayatan Al-quran kepada beberapa generasi secara mutawatir
4.
Dijamin kemurniannya (Al-Hijr : 9)
5.
Membacanya dinilai ibadah (berpahala)
6.
Dimulai dari Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas .
Kehujjahan Al-Quran
Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa
Al-Quran merupakan sumber utama hukum Islam dan wajib diamalkan. Para mujtahid
tidak dibenarkan menjadikan dalil lain
sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat Al-Quran. Jika tidak
ditemukan dalam Al-Quran barulah dibenarkan mencari dalil yang lain.
1.
Alquran itu diturunkan kepada Rasulullah diketahui secara mutawatir dan
ini memberikan keyakinan bahwa Al-Quran itu benar-benar datang dari Allah
melalui Jibril.
2.
Banyak ayat yang menyatakan bahwa Al-Quran itu datangnya dari Allah
3.
Mukjizat Al-Quran yang tak tertandingi siapapun dalam membuatnya, juga
merupakan dalil yang pasti akan kebenaran Al-Quran datangnya dari Allah.
Hukum-hukum
yang ada dalam Alquran
Hukum-hukum I’tiqad, yaitu hukum yang
mengandung kewajiban para mukalaf untuk mempercayai Allah, malaikat, rasul,
Kitab dan Hari Kiamat.
Hukum yang berkaitan dengan akhlak.
Hukum-hukum (amaliyah) praktis yang
berkaitan dengan Allah (ibadah) dan antara sesama manusia (muamalah)
Kaedah Ushul Fiqh yang Terkait dengan
Al-Quran
Alquran merupakan dasar dan sumber utama
hukum Islam, sehingga seluruh sumber hukum atau metode istimbath, harus mengacu
kepada kaedah umum yang dikandung Al-Quran.
Untuk memahami Al-Quran, para mujtahid
harus mengetahui asbabun nuzul, karena ayat-ayat Al-Quran itu diturunkan
secara bertahap sesuai dengan siatuasi dan kondisi sosial.
Alasan
urgennya asbabun nuzul ialah :
A.
Seseorang tidak bisa memahami kemukjizatan Al-Quran, kecuali setelah
mempelajari situasi kondisi di zaman turunnya Al-Quran
B.
Ketidak tahuan terhadap asbabun nuzul, akan membuat kerancuan dalam
memahami hukum-hukum yang dikandung Al-Quran, karena Al-Quran turun sesuai
dengan permasalahan yang memerlukan ketentuan hukum
SUNNAH
Secara etimologi, “Jalan yang biasa
dilalui” atau “Tata cara (perilaku hidup) yang senantiasa dilakukan”, tanpa mempermasahkan apakah cara
tersebut baik atau buruk.
Para ulama sepakat bahwa SUNNAH (hadits
Shahih)merupakan sumber hukum syara’ dan menempati posisi kedua setelah
Al-Quran.
Al-Hasyar
(59) ayat 7 :
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah, dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah.
Al-Ahzab
(33) ayat 21 :
Sesungguhnya
pada diri Rasulullah itu, bagi kamu ada teladan yang baik.
Petunjuk
As-Sunnah
Qath’iy ialah lapaz-lapaz yang mengandung
pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna selainnya. Misalnya, ayat
tentang waris, hudud dan kaffarat.
Zhanniy ialah lapaz-lapaz yang
mengandung pengertian lebih dari satu dan mungkin untuk dita’wil. Misalnya,
firman Allah tentang tangan yang dipotong (Al-Maidah : 38) .
Kedudukan Sunnah Terhadap Al-Quran
Sunnah sebagai ta’kid (penguat) Al-Quran
sunnah sebagai penjelas Al-Quran, sunnah
sebagai Musyar (Pembuat Syari’at). Namun, para ulama berbeda pendapat
tentang fungsi sunnah sebagai “pembuat syariah” ini
Jumhur Ulama,”Rasul boleh membuat hukum
tambahan (syariat) yang tidak ada dalam Al-Quran, karena umat Islam
diperintahkan taat kepada Allah dan taat kepada Rasulullah (4:59)
Sebagian Ulama mengatakan, “Rasul tidak
boeh menetapkan hukum yang tidak ada
dasarnya dalam Al-Quran”.Jadi seluruh hukum yang ditetapkan Rasul, ada
dasarnya dalam Al-Quran, baiknya
dasarnya qiyas, maslahah atau kaedah-kaedah umum lainnya yang ada dalam
al-Quran. Maka hukum-hukum tambahan yang
dibuat Rasulullah tidak terlepas sama sekali dari kandungan Al-Quran.
Inilah yang disebutkan ahli Ushul Fiqh
kontemporer, seperti Muhammad Abu Zahroh, Abdul Wahhab Khallaf, dan‘Ali
Hasballah.
IJMA’
Ijma’ secara etimologis
Kesepakatan/konsensus , bermaksud/membuat ketetapan untuk melaksanakan sesuatu.
Pengertian Ijma’ secara Terminologis Kesepakatan semua mujtahid dari ummat
Muhammad.
Rukun-rukun
Ijma’
Yang terlibat dlm pembahasan hukumnya,
semua mujtahid, Jika ada yang tidak setuju, maka hasilnya bukan ijma’. semua
Mujtahid hidup di masa tersebut dari
seluruh dunia. Kesepakatan itu terwujud setelah masing-masing Mengemukakan
pendapatnya. Hukum yang disepakati adalah hukum syara yang tidak ada hukumnya
dalam Al-Quran. Sandaran hukum ijma’ tersebut adalah Al-Qurandan atau hadits
Rasulullah.
Syarat-syarat
Ijma’
Yang melakukan ijma’ adalah orang
yangmemenuhi syarat. Kesepakataan itu muncul dari para mujtahid yang adil
(berpendirian kuat terhadap agamanya).
Para mujtahid adalah mereka yang
berusaha menghindarkan diri dari ucapan dan perbuatan yang bid’ah.
Tingkatan
Ijma’
Ijma’ Sharih,
kesepakatn para mujtahid, baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap suatu
masalah hukum yang dikemukaan dalam sidang ijma’ setelah masing-masing mujtahid
mengemukakan pendapatnya terhadap masalah yang dibahas. Ijma’ ini bisa
dijadikan hujjah dan statusnya bersifat qath’iy (pasti).
Ijma Sukuti ,Pendapat sebagian mujtahid
pada satu masa tentang hukum suatu masalah dan tersebar luas, sedangkan
sebagian mujtahid lainnya diam saja setelah meneliti pendapat .
Kehujjahan
Ijma’
Jumhur Ulama Ushul Fiqh berpendapat :
“apabila rukun ijma’ telah terpenuhi,
maka ijma’ tersebut menjadi hujjah yang qath’iy, wajib diamalkan dan tidak boleh mengingkarinya, bahkan orang
yang mengingkarinya diangap kafir.
Masalah hukum yang telah disepakati dgn
ijma’, tidak boleh lagi menjadi pembahasan ulama generasi berikutnya, dan
karena itu pendapat yang berbeda dengan ijma’ tersebut tidak bisa membatalkan
ijma’ yang telah terjadi. Alasan ketidakbolehan tersebut, dikarenakan hukum
yang telah ditetapkan secara ijma’ bersifat qath’iy dan menempati urutan ketiga
setelah Al-Quran, Tetapi, Ibrahim Ibnu Siyar Al-Nazzam (tokoh Muktazilah),
Khawarij dan Syi’ah berpendapat, “Ijma’ tidak bisa dijadikan hujjah. Menurut
mereka Ijma’ seperti yang digambarkan Jumhur tidak mungkin terjadi, karena
sulit mempertemukan seluruh ulama yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Selain itu masing-masing daerah mempunyai struktur sosial dan budaya yang
berbeda.
Menurut Syi’ah, ijma’ tidak bisa
dijadikan sebagai hujjah, karena pembuat hukum adalah Imam yang mereka anggap
ma’shum.(terhindar dari dosa)
Ulama Khawarij dapat merima ijma’
sahabat sebelum terjadinya perpecahan politik di kalangan sahabat.
Kemungkinan Terjadinya Ijma’
Mayoritas Ulama,”Tidaklah sulit untuk
melakukan ijma’, bahkan secara aktual ijma’ telah ada. Mereka mencontohkan
pembagian waris bagi nenek sebesar 1/6 dari harta warisan dan larangan menjual
makanan yang belum ada di tangan penjual.
Tetapi Ulama : Ahmad bin Hanbal
mengatakan, “Siapa yang mengklaim adanya ijma’, dia sesunguhnya telah berdusta,
karena mungkin saja ada mujtahid yang tidak setuju, karena itu sangat sulit
mengetahui adanya ijma’ tersebut.
Ulama kontemporer (M.Abu Zahroh,
A.Wahhab Khallaf dan Khudery Beik,”Ijma’ yang mungkin terjadi hanyalah di masa
sahabat, adapun ijma’ di masa sesudahnya tidak mungkin terjadi, karena luasnya
wilayah Islam dan tidak mungkin mengumpulkan seluruh ulama pada satu tempat .
QIYAS
“Menyamakan sesuatu yang tidak
disebutkan hukumnya dalam nash, dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya dalam
nash, disebabkan kesamaan illat hukum antara keduanya”
Contoh : Menyamakan wisky dengan khamar (minuman yang memabukkan)
Contoh : Menyamakan wisky dengan khamar (minuman yang memabukkan)
Rukun
Qiyas
Segala yang diriwayatkan dari Nabi saw, berupa perbuatan, perkataan
dan ketetapan yang berkaitan dengan hokum.
Kehujjahan
Sunnah
Ashl: Objek
yang telah dtetapkan hukumnya Oleh Al-Quran/hadist atau ijma’.Misalnya Khamar
(miras) Lihat 5:90
Far’u: Objek yangAkan Ditentukan
Hukumnya, karena tiada dalam nash contohnya Wisky
Illat: Sifat yang menjadi motif dalam
Menentukan hukum. Dalam kasus Khamar, motifnya adalah Memabukkan
Hukum Ashal: Hukum syara’ yangditentukan
oleh Nash, seperti keharaman khamar
Operasional
Qiyas
1.
Menetapkan (mengeluarkan) hukum yang terdpat pada kasus yang memiliki nash.
Misalnya keharaman khamar (miras)
2.
Mencari dan meneliti illat pada kasus yang tidak ada nashnya, Contoh. Narkoba,
kamput
3.Jika
illat betul-betul sama, maka hukum kedua
persoaln itu menjadi satu, yakni sama-sama haram misalnya.
Kehujahhan
Qiyas Menurut Ulama
Jumhur Ulama : qiyas bisa dijadikan
sebagai metode atau sarana untuk mengistimbath hukum syara’. Bahkan syari’at
menuntut penggunaan qiyas
Muktazilah
: Qiyas wajib diamalkan pada dua hal saja :
1.
‘Illat-nya manshush (disebutkan dalam nash).
2.
Hukum far’u harus lebih utama dari hukum ashal
Qiyas
Sebagai Sandaran Ijma’
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini :
Kelompok I mengatakan, qiyas tidak bisa
dijadikan dasar ijma’. Argumentasinya ; ijma’ itu qath’iy sedangkan qiyas itu zhanniy.
Menurut Qaidah, Yang Qath’iy tidak sah
didasarkan pada yang zhanniy.
Kelompok II mengatakan qiyas bisa
dijadikan sandaran ijma’.
SUMBER-SUMBER YG DIPERSELISIHKAN
ISTIHSAN
Secara Etimologi Istihsan berarti,
“Menyatakan dan meyakini baik sesuatu”. Ulama sepakat tentang pengertian
istihsan, karena lapaz istihsan banyak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits.
Az-Zumar
: (39) ayat 18
“Orang
yang mendengarkan perkataan,lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya”.
Istihsan menurut Al-Bazdawii (Hanafi):
Istihsan “Berpaling dari kehendak qiyas kepada Qiyas yang lebih kuat atau
pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat”
Istihsan menurut As-Sarakhsy (Hanafi): Istihsan
ialah meninggalkan qiyas dan mengamalkan yang lebih kuat, karena adanya dalil
yang menghendaki serta lebih sesuai dengan kemaslahatan ummat .
contoh:
1.
Dalam transaksi muamalah harus jelas jumlah barang & lama waktu pemakaian.
Tapi dalam kasus Ijarah/jasa pemandian umum,tidak jelas banyak air dan lama
mandi.Jasa Ini dibolehkan karena
istihsan
3.
Jual Beli Istishna’
2.
Kebolehan dokter melihat aurat wanita dalam berobat untuk mendiagnosa
penyakitnya. padahal menurut kaedah umum (qiyas),seseorang dilarang melihat
aurat orang lain.
Istihsan menurut Al-Ghazali (Syafi’i):
Istihsan ialah Semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya
Istihsan menurut Qudamahi (Hanbali):
Istihsan ialah suatu keadilan terhadap hukum karena adanya dalil tertentu dari
Al-Quran dan Sunnah
Istihsan menurut As-Syatibi(Maliki):
Istihsan ialah pengambilan suatu kemaslahatan yang bersifat juz’iy dalam
menanggapi dalil yang bersifat global
Istihsan menurut Al-Karkhi(Hanafi):
Perbuatan adil terhadap suatu
permasalahan hukum dengan memandang hukum yang lain, karena adanya sesuatu yang
lebih kuat yang membutuhkan keadilan.
Pendapat
yang paling sesuai adalah rumusan definisi Al-Bazdawi dan As-Sarakhsy.
Kehujjahan Istihsan Menurut Ulama
Hanafiyah: Istihsan merupakan hujjah
dalam syari’ah
Malikiyah: Menurut Asy-Syatibi Ulama
dari Malikiyah Istihsan adalah dalil yang
kuat sebagai metode Istimbath hukum
Hanabilah: Sebagian ulama Hanabilah
mengakui istihsan, Seperti Imam Al-Amidi
dan Ibnu Hazib, tetapi Sebagian lain mengingkarinya
Syafi’iyah: Secara umum tidak mengakui
istihsan, bahkan Imam Syafii menolak dgn keras
AL-ISTISHAAB
Menetapkan hukum sesuatu, menurut
keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan perubahan
keadaan,
Menjadikan hukum yang telah ditetapkan
pada masa lampau secara kekal sampai terdapat dalil yang menunjukkan
perubahannya.
Kehujjahan
Istishaab
Istishhab adalah instrumen pengambilan
hukum (dalil syara’) yang terakhir oleh para mujtahid dalam menetapkan suatu
hukum.
Jadi, istishab dapat dijadikan dalil
menetapkan hukum Islam, terutama dalam muamalah dan ekonomi Islam
Dasar hukumnya adalah : al-ashlu fil
ashyaa a al-ibahah, berdasarkan surat al-Baqarah ayat 29.
Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa
istishhab merupakan hujjah untuk mempertahankan atau mengekalkan kondisi sebelumnya.
QOULU
SHAHABY
Pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang
suatu kasus yang dinukil para ulama, baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum
yang tidak dijelaskan secara tegas dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Sahabat, menurut ulama ushul fiqh,
adalah “seseorang yang bertemu dengan Rasulullah SAW. dan beriman kepadanya
serta mengikuti dan hidup bersamanya dalam waktu yang panjang, dijadikan
rujukan oleh generasi sesudahnya dan mempunyai hubungan khusus dengan Rasulullah
SAW., sehingga secara adat dinamakan sebagai sahabat
Beberapa contoh sahabat yang berfatwa
tentang hukum islam, antara lain;
Umar bin Khattab, Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Aisyah dan Ali bin Abi
Thalib.
Motif
Para Sahabat Untuk Berijtihad
a. Materi-materi
asasi tidak mungkin dipahami oleh semua umat manusia.
b. Materi-materi
undang-undang (Al Qur’an dan As Sunnah) tidak tersebar luas dalam masyarakat.
c.
Materi undang-undang yang ada hanya mengenai kejadian yang telah ada.
Hukum-hukum mengenai kejadian yang belum dan mungkin akan terjadi belum
disyari’atkan.
Kehujjahan
Mazhab Shahaby
1.
Asy’ariyah, Syi’ah dan Ibn Hazm: Tidak termasuk hujjah syar’iyah
“Hendaklah
kalian mengambil I’tibar, hai orang-orang yang berakal” .
2.
Imam-imam Hanafiyah, Malik, Syafi’iy qaul qadim: Hujjah syar’iyah bahkan
didahulukan dari pada qiyas.
“ Sebaik-baik masa adalah masa yang aku
lalui”.
3.
Imam Syafi’iy qaul jadid: Hujjah syar’iyah jika sesuai dengan qiyas.
4.
Sebagian Hanafiyah: Hujjah syar’iyah jika menyalahi qiyas
Periodisasi
Sahabat
Masa madzhab shahaby dimulai dari
wafatnya nabi Muhammad SAW. di tahun 11 H/632 M, dan diakhiri pada pertengahan
abad kedua Hijriah.
632
– 634 M => Masa Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Tidak banyak sumbangan pemikiran
terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya, karena hanya dua tahun.
634
– 644 M => Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab
Pada masa ini banyak kebijakan-kebijakan
(hasil ijtihad) yang cukup radikal dan revolusioner yang diambil oleh Umar,
diantaranya :
a. Kebijkan
tentang Kharaj (Pajak Bumi)
Sejenis pajak yang dikenakan pada tanah
berdasarkan tingkat produktivitasnya, bukan berdasarkan zoning. Terlepas
dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, dewasa, budak/bebas,
muslim/non muslim.
b. Jizyah
Pajak yang dikenakan kepada kalangan non
muslim sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan oleh negara islam pada mereka
guna melindungi kehidupan mereka, misalnya harta benda, ibadah keagamaan, dan
untuk pembebasan dari dinas militer.
c. Bea
Cukai dan Pungutan
Diangkatnya para “Ashir” yang
bertugas untuk memungut cukai kepada para pedagang muslim, dzimmi dan harbi dengan
negara tetangga non muslim yang melakukan transaksi dengan penduduk negara
muslim.
d. Redistribusi
Pendapatan
Pembatasan kepemilikan hak pribadi orang
kaya, melalui pungutan atau pajak terhadap tanah pertanian.
e. Administrasi
Pemerintahan dan Politik.
644 – 656 M => Pemerintahan Utsman
bin Affan
656 – 661 M => Kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib
AL-‘URF
Urf adalah suatu keadaan, ucapan,
perbuatan, atau ketentuan yang sudah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi
untuk melaksanakannya atau meninggalkannya.
Di kalangan masyarakat sering disebut
sebagai adat.
Sahnya jual beli tanpa mengucapkan
shigat (lapaz ijab-qabul), seperti di super market. Ini Úruf dalam perbuatan
Penggunaan istilah kereta difahami
sesuai adat. Ini ‘üruf dalam ucapan.
Macam-macam
‘Urf
Urf shahih ialah sesuatu yang telah
dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan syara’ atau tidak
mengharamkan yang halal dan membatalkan yang wajib
Urf fasid ialah sesuatu yang telah
dikenal oleh manusia, tetapi bertentangan dengan syara’ atau tidak mengharamkan
yang halal dan membatalkan yang wajib.Misalnya pakaian porno.
Kehujjahan
‘urf
‘Urf ditujukan untuk memelihara
kemaslahatan umat
‘Urf bukan merupakan dalil yang berdiri
sendiri, tetapi senantiasa terkait dengan dalil-dalil yang lain, seperti
maslahah dan istihsan.
Menunjang pembentukan hukum dan membantu
penafsiran nash
SADDU
ADDZ-DZARII’AH
Secara Etimologis kata sadd adz-dzari’ah terdiri dari dua kata, yaitu sadd dan adz-dzari’ah. kata as-sadd merupakan kata benda abstrak (mashdar) darz yang
berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak. Sedangkan adz-dzari’ah berarti jalan, perantara (wasilah) dan sebab terjadinya sesuatu.
. Secara
Terminologi menurut asy-Syaukani, adz-dzari’ah adalah masalah atau perkara yang pada lahirnya
dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbuatan yang dilarang (al-mahzhur).
Kedudukan Saddu Dzari’ah
Sebagaimana halnya dengan qiyas, dilihat dari aspek
aplikasinya, sadd adz-dzari’ah merupakan salah satu metode pengambilan keputusan
hukum(istinbath al-hukm) dalam Islam. Namun dilihat dari di sisi produk hukumnya, sadd
adz-dzari’ah adalah salah
satu sumber hukum.
Tidak semua ulama sepakat dengan sadd adz-dzariah sebagai
metode dalam menetapkan hukum. Secara umum berbagai pandangan ulama tersebut
bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu 1) yang menerima sepenuhnya;
2) yang tidak menerima sepenuhnya; 3) yang menolak sepenuhnya.
Kelompok pertama, yang menerima sepenuhnya sebagai metode
dalam menetapkan hukum, adalah mazhab Maliki dan mazhab Hambali.
Kelompok kedua, yang tidak menerima sepenuhnya sebagai metode
dalam menetapkan hukum, adalah mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i.
Kelompok ketiga, yang menolak sepenuhnya sebagai metode dalam
menetapkan hukum, adalah mazhab Zahiri.
Dasar Hukum Saddu Dzari’ah
- Al-Qur’an
Dalam
surat al-An’am (6) : 108 :
وَلا
تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا
بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”
Sebenarnya
mencaci dan menghina penyembah selain Allah itu boleh-boleh saja, bahkan jika
perlu boleh memeranginya. Namun karena perbuatan mencaci dan menghina itu akan
menyebabkan penyembah selain Allah itu akan mencaci Allah, maka perbuatan
mencaci dan menghina itu dilarang.
- Sunnah
Dari Abdullah bin
Amr RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Termasuk di antara dosa besar
seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya.” Beliau kemudian ditanya,
“Bagaimana caranya seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya?” Beliau
menjawab, “Seorang lelaki mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang
dicaci itu pun membalas mencaci maki ayah dan ibu tua lelaki tersebut.”
- Kaidah Fikih
Di antara kaidah
fikih yang bisa dijadikan dasar penggunaan sadd adz-dzari’ah adalah:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ
أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ.
Menolak keburukan
(mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan (maslahah).
- Logika
Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan, maka mestinya
ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan kepada hal tersebut.
Begitupun sebaliknya.
Macam-macam Saddu Dzari’ah
Dilihat dari aspek akibat yang timbulkan, Ibnu al-Qayyim mengklasifikasikan adz-dzari’ah menjadi empat macam, yaitu:
Dzari’ah yang memang pada dasarnya
membawa kepada kerusakan
Exs:
meminum minuman keras yang membawa kepada kerusakan akal
Dzari’ah yang ditentukan untuk sesuatu
yang mubah, namun ditujukan untuk sesuatu yang buruk yang merusak, baik
disengaja maupun tidak disengaja.
Ex
:nikah muhalil, mencaci sembahan agama lain
Dzari’ah yang semula ditunjukan untk
sesuatu yang mubah, tidak ditujukan untuk kerusakan, namun biasanya sampai juga
kepada kerusakan yang mana kerusakan itu lebih besar daripada kebaikannya.
Ex
: Berhiasnya seorang perempuan yang baru kematian suami dalam masa ‘iddah.
Dzari’ah yang semula ditentukan untuk
sesuatu yang mubah, namun terkadang membawa kepada kerusakan.
Ex
: Melihat wajah perempuan saat dipinang.
Sedangkan dilihat dari aspek kesepakatan ulama,
al-Qarafi dan asy-Syatibi membagi adz-dzari’ah menjadi tiga macam, yaitu:
Sesuatu yang telah disepakati tidak dilarang
meskipun bisa menjadi perantara terjadinya suatu perbuatan yang diharamkan.
Ex :
menanam anggur, meskipun ada kemungkinan untuk dijadikan khamar.
Sesuatu yang disepakati untuk dilarang.
Ex
: larangan menggali sumur di tengah
jalan bagi orang yang mengetahui bahwa jalan tersebut biasa dilewati dan akan
mencelakakan orang.
Sesuatu yang masih diperselisihkan untuk
dilarang atau diperbolehkan, seperti memandang perempuan karena bisa menjadi
jalan terjadinya.
MASHLAHAH
MURSALAH
Maslahah adalah bentuk masdar dari
Ash-sholah,yang artinya “adanya manfaat” Maslahah
adalah bentuk tunggal (singular) dari kata “al-masholih”
Maslahah sering juga disebut “Istishlah”
Salah satu metode yang digunakan ulama
ushul fiqh dalam mengistimbath hukum Islam adalah maslahah mursalah
Maslahah Mursalah ialah suatu
kemaslahatan yang tidak ada dalil yang menyuruhnya dan tidak ada dalil yang
menolaknya, tetapi ia mengandung kebajikan/manfaat
DEFINISI MASLAHAH MENURUT
AL-GHAZALI.
Mengambil manfaat dan Menolak Kemudratan
dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.
Tujuan syara’ tersebut adalah memelihara
lima, pokok kehidupan, yaitu memelihara Agama, Jiwa, Akal, Keturunan dan Harta
Objek
Maslahah Mursalah
Objek Maslahah Mursalah ialah masalah
hukum yang tidak terdapat dalam nash Al-Quran, Sunnah maupun ijma’ dan qiyas.
Masalah ibadah tidak termasuk objek
maslahah mursalah. Demikian pula segala sesuatu yang telah dijelaskan nash
secara khusus.
Tujuan utama al Maslahah al Mursalah
adalah kemaslahatan; yakni memelihara dari kemudlaratan dan menjaga
kemanfaatannya.
MAQOSHID
SYARI’AH
Maqashid Syari’ah ialah mewujudkan
kemaslahatan manusia dengan memenuhi kebutuhan dharuriyat, hajiyat
dan tahsiniayat mereka,
Maksud-maksud ditetapkannya Syari’at
mencari sesuatu, mendatanginya dan
menetapkannya.
“Maksudnya
adalah: “tujuan-tujuan, target-target, hasil-hasil dan ma’na-ma’na yang dibawa
oleh syari’at dan ditetapkan dalam hukum untuk diterapkan dan dihasilkan
kapanpun dan dimanapun.”
Standar
Maqashid Syariah
Para ulama menetapkan standar maqoshidus
syari’ah: “merealisasikan kabaikan hidup (mashlahat) manusia di dunia dan
akhirat, baik cepat maupun lambat.
Di dunia: manusia mendapatkan segala apa
yang bermanfaat, berguna, memberi kebaikan, kebahagiaan dan kedamaian, dan juga
menjauhkan mereka dari apa saja yang mengganggu, mencelakakan serta terhindar
dari kerusakan baik cepat atau lambat” (lihat Q.S. Al An’am: 82)
Di akhirat: manusia menang dengan
mendapatkan Ridho Allah Swt di Syurga dan selamat dari adzab dan murka-Nya di
Neraka” (Q.S. Ali Imron: 185)
Klasifikasi
Maqashid Syari’ah dari sisi manfaatnya
- Al-Maslahah Ad Dhorurriyah (Manfaat yang bersifat darurat dan mendesak)
Maksudnya:
“manfaat yang menentukan keberlangsungan hidup manusia baik dunia maupun
akhiratnya, yang bergantung diatasnya eksistensi dan kebahagiaan mereka,
jika mashlahah dhoruuriyyah ini hilang maka kacaulah tatanan kehidupan,
rusaklah hubungan sesama manusia, dan akan menyebar kekacauan dan keberadaan
manusia terancam bahaya, hancur, binasa dll.
Bentuknya
terbatas pada kebutuhan manusia terhadap 5 hal, yaitu: Agama, jiwa (diri),
akal, keturunan, dan harta.
- Al-Maslahah Al Hajiyyah (Manfaat yang bersifat Kebutuhan)
Maksudnya:
“adalah perkara-perkara yang dibutuhkan manusia untuk menjamin berjalannya kehidupan
manusia dengan lancar dan mudah, terhindar dari kesulitan dan meringankan beban
mereka serta membantu mereka untuk dapat menanggung beban kehidupan. Bila
perkara ini hilang tatanan kehidupan manusia tidak menjadi kacau, eksistensi
mereka tidak terancam, dan mereka tidak terancam bahaya, hancur dan kacau, akan
tetapi mereka akan menemui kesusahan, kesempitan dan kesulitan”
Contohnya:
rukhsoh dalam ibadah (sholat, shoum dll).
- Al-Maslahah At Tahsiniyah (Manfaat yang bersifat pelengkap)
Maksudnya: “perkara-perkara yang
dituntut manusia untuk memenuhi etika sopan santun dan harga diri seseorang,
manusia membutuhkannya agar urusan mereka berjalan dengan bentuk, cara, dan
konsep yang paling baik, indah dan lurus”
Contohnya:
apa yang dianggap dan dirasa paling baik dan mulia berdasarkan orang yang
memandang.
Dua
sarana untuk merealisasikan maqooshidus syari’at:
Hukum-hukum Syari’ah yang berbentuk
untuk menjamin keberadaan dan membentuk mashlahat tersebut.
Hukum-hukum syari’ah yang bertujuan
untuk memelihara, membangun dan merawat, serta melindunginya dari
pelanggaran.
Syarah
Kaedah
Pengeluaran pemerintah harus
mengutamakan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta.
DHORURIYATUL KHOMSI
1. Memelihara
Agama
Agama adalah pengetahuan dasar agama dan
ibadah. Untuk ini perlu Pendidikan dasar agama bagi semua rakyat.Pemerintah
bertanggung jawab untuk membiayainya. Pendidikan agama sejak TK harus menjadi
prioritas pemerintah. Seyogianya secara serius menerapkan wajib belajar 9
tahun. Pemerintahan Islam klasik mendorong anak mempelajari dan menghafal
Alquran, hadits, memahami pokok-pokok agama (tawhid, fiqh dan akhlak),
Pemberantasan buta aksara al-quran merupakan kewajiban dharury (mutlak) bagi
pemerintah. Subsidi kepada guru agama (TK-TPA), dan para guru diniyah, subsisi
untuk guru agama, para imam masjid dan para ustaz. Negara wajib menganggarkan
dana untuk membiayai kebutuhan agama ini. Negara wajib juga mengadakan polisi
khusus untuk mengawasi pelaksanaan puasa dalam rangka memelihara agama.
Demikian pula dalam urusan haji dan umrahiáh.
Tanggung jawab negara dalam pokok-pokok
agama seperti di atas merupakan implementansi maqashid syari’ah
Tanggung jawab negara dalam pokok-pokok
agama seperti di atas merupakan implementansi maqashid syariah.
1. Memelihara
Jiwa
Memelihara jiwa artinya menghormati hak
hidup setiap nyawa (jiwa) manusia. Nyawa seseorang harus dilindungi, karena itu
Islam mewajibkan hukuman qishash.
Menerapkan hukuman qishash adalah maslahah.
Termasuk memelihara jiwa adalah memelihara
kesehatan masyarakat. Kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia. Untuk itu,
perlu fasilitas Rumah sakit, Puskesmas dan penciptaan lingkungan sehat, dinas
kebersihan, truck angkutan sampah, teknologi pengolahan Sampah.
Memelihara jiwa (nyawa) dari kematian
adalah dharuriyat, Membangun rumah sakit dan menyediakan para dokternya adalah
hajiyat, sedangkan menyediakan Fakultas Kedokteran menjadi tahsiniyat.
Menjaga kesehatan adalah kebutuhan
dharury. Mendirikan dinas kebersihan dan menyediakan trukc pengangkut sampah
adalah hajiyat Menyediakan teknologi
pengolahan sampah kebutuhan tahsinat.
2. Memelihara
Akal
Kebutuhan akal manusia adalah
pendidikan. Pendidikan menjadi kebutuhan rakyat yang paling dasar. Setiap
rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Pemerintah harus menyediakan
lembaga pendidikan dan menyiapkan para guru dan dosen, mulai dari TK sampai Perg.Tinggi. Tanggung
jawab ini dilaksanakan secara bertahap. Bisa dimulai wajib belajar 6 tahun
untuk tahap awal, selanjutnya wajib belajar 9 tahun, dst. Negara wajib
memprioritaskan anggaran/biaya pendidikan
3. Memelihara
Keturunan
Adalah hubungan munakahat Islami untuk
melahirkan keturunan yang sah. Untuk menjaga keturunan yang sah, maka Islam
melarang perzinaan dan mensyariatkan perkawinan. Dalam Islam, perkawinan adalah
kebutuhan dasar manusia. Pemerintah harus membiayai perkawinan bagi mereka yang
tidak mampu, bahkan sampai pada biaya pesta. Ini telah dipraktekkan di zaman
Islam awal dan abad-abad sesudahnya. Di antara sumber dana untuk membiayainya
ialah dari sumber waqaf produktif.
4. Memelihara
Harta
Islam memelihara harta dengan cara
mewajibkan hukum potong tangan bagi pencuri. Tujuan (maqashid) hukuman tersebut
ialah agar harta manusia terpelihara.
Harta adalah kebutuhan dasar manusia. yang mencakup sandang, papan, dan biaya-biaya
dasar lainnya. Tanpa harta manusia tidak
bisa hidup. Untuk mendapatkan harta, manusia diperintahkan syariáh untuk
bekerja. Pemerintah harus mengatasi
pengangguran dan menyediakan lapangan kerja, melaksanakan training UMKM,
program pendampingan, menyediakan dana pinjaman lunak (qardh) bagi UMKM, dsb.
Hubungan
dan Gradasi Dharuriyat, Hajiyat dan Tahsiniyat
Ø Memelihara jiwa (nyawa)
atau kehidupan agar tidak mati adalah maslahah dharuriyat.
Ø Larangan merokok adalah
maslahah hajiyat
Ø Larangan iklan rokok di
TV atau media lainnya adalah maslahah tahsiniyat.
Ø Larangan Allah meminum
miras adalah karena larangan itu mengandung maslahah dharuriyat
Ø Larangan memproduksi miras adalah maslahah
hajiyat
Ø Larangan syariáh untuk mengiklankan miras
karena untuk mewujudkan maslahah tahsiniyat.
Prinsip-prinsip
Praktis Maqasid asy-Syariah
Tingkat kemaslahatan dalam maqasid
syariah dibagi menjadi tiga yaitu : daruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.
Kemaslahatan daruriyat adalah bagian
yang paling penting dibanding yang lainnya.
Memelihara kemaslahatan hajiyat dan
tahsiniyat merupakan bagian dari cara memelihara kemaslahatan daruriyat.
Tidak boleh memelihara kemaslahatan
tahsiniyat dengan mengorbankan kemaslahatan hajiyat. Begitu juga tidak boleh
memeilihara kemaslahatan hajiyat denganmengorbankan kemaslahatan daruriyat.
Kemaslahatan 5 perkara pokok , yaitu
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, harus disusun secara teratur sesuai
dengan skala prioritasnya.
Dalil maslahat tidak boleh bertentangan
dengan Al-Qur’an, Sunah dan Qiyas.
Jika terdapat 2 maslahat yang saling
bertentangan dalam perkara yang sama, maka yang didahulukan adalah maslahat
yang lebih umum daripada maslahat yang khusus.
KARAKTERISTIK SYARI’AT ISLAM
Pengertian Syari’at Islam
Syari’at
dari segi bahasa berarti mazhab dan jalan lurus, menurut istilah, syari’at
berarti agama dan berbagai hukum yang disyari’atkan Allah untuk
hamba-hamba-Nya.
Islam
berarti tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT, kemudian kata ini digunakan
secara khusus untuk menyebutkan agama yang diturunkan Allah kepada manusia
melalui Muhammad SAW. Dengan makna inilah kata Islam disebutkan dalam
Al-Qur’an.
“Pada
hari ini telah disempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam ini sebagai agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
“Barangsiapa
mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali-Imran:
85)
Atas
dasar itu, syari’at menurut istilah berarti hukum-hukum yang disyari’atkan oleh
Allah bagi hamba-hamba-Nya, baik berupa penetapan syari’at ini berdasarkan
Al-Qur’an atau Sunnah Nabi berupa perkataan , perbuatan dan peng akuan. Jadi, syari’at Islam menurut
istilah tidak lain adalah hukum –hukum yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi, yang merupakan wahyu dari Allah kepada Nabi-Nya untuk disampaikan kepada
umat manusia
Karakteristik Syari’at
Islam.
Syari’at Islam memiliki
karakteristik yang membedakannya dari selainnya, bersumber dari sisi Allah,
balasannya diberikan di dunia dan akhirat, mencakup semua tempat dan waktu, dan
meliputi semua urusan kehidupan
Macam-macam
Karakteristik Syari’at Islam
A.
Rabbaniyah
Rabbaniyah => “RABB” + “ALIF”
“NUN”Berarti berhubungan kepada Rabb dan manusia yang berpredikat Rabbani bila
ia berhubungan dengan Allah sebagai satu-satunya Rabb. Q.S Ali-Imron ayat 79.
Pengaruh Rabbaniyah :
Membentuk dan membuahkan:
1.
Pengetahuan tentang tujuan keberadaan manusia
2.
Manusia akan mengikuti fitrahnya
3.
Keselamatan jiwa dari perpecahan dan konflik Batin
4.
Terbebas dari penghambaan terhadap duniawi.
B.
Insaniyah
dalam sifat Rabbaniyah manusia
dijadikan tujuan dan sasarannya, ini juga mengandung arti adanya jalinan
hubungan baik dengan Allah yang sekaligus ridha-Nya merupakan tujuan manusia
dan sasaran Islam.
Diturunkan
untuk meningkatkan taraf hidup manusia, membimbing, memelihara sifat-sifat
humanistik serta menjaganya dari proses2 the humanisasi dan dari sifat2
kehewanan. Q.S 25:1.
C.
Akhlaqiyah
Akhlaqiyah sesungguhnya ia mencakup
kehidupan dengan segala aspeknya dan semua bidangnya. Sebagaimana dengan apa
yang didikotomikan oleh manusia dengan mengatas namakan agama, filsafat,
tradisi ataupun masyarakat: maka etika moral dalam islam telah menggabungkannya
dalam keharmonisan, saling melengkapi bahkan islam menambahkannya dalam nilai
lebih. Disini moralitas akhlaq rabbniyah yang menjadi inspirasi dalam
pelaksanaannya. Karena sesungguhnya jika akhlaq ini diterapkan tidak akan
merugikan manusia baikk muslim mauppun non muslim, bhkan bagi semesta alam ini
IKHTITAM
Sedemikian lengkap dan sempurnanya
syariah islam menjadikan seorang muslim sangat memungkinkan untuk dengan mudah
ta’abbud ilallah pemahaman yang hanya cenderung memegang salah satunya saja
sebagaiman terjadi dalam aliran2 di kalangan kaum muslimin hanya akan mereduksi
pemhaman kita tentang islam yang akhirnya merugikan kita sendiri dan barangkali
inilah faktor utama kegagalan umat islam dalam membangun kejayaan islam di muka
bumi ini. Mungkinkah hal ini akan terulang?
KHOSHOIS SYARIAH 2
Bahasan
pokok khoshois syariah ada 3 yaitu :
1.
Waqiyah
pengertian bahwa waqiah ini bersifat
kontekstual dan sesuai dengan realiatas zaman
Contoh
:
v Pelarangan yang segala di haramkan seperti
daging babi, khomer dll.
v Nikah
v Ibadah
Sifat-sifat Waqiyah
- Mewadahi sifat dan aspek-aspek insaniah
- Tazir ( mendera atau memukul)
Waqiyah mencakup
berbagai hal yakni :
Ø Akiadah
Ø Ibadah
Ø Akhlak
Ø Tarbiyah
Ø Syariah
2
...
Syumuliyah
Asy-Syahid Hasan al-Banna pernah
mengatakan bahwa: "….adalah suatu risalah yang panjang terbentang hingga
meliputi (mencakup) semua abad sepanjang zaman, terhampar luas hingga meliputi semua
cakrawala umat, dan begitu mendalam (mendetail) hingga memuat urusan-urusan
dunia dan akhirat."
Fungsi Syumuliyah :
ü Risalah untuk semua zaman
ü Risalah
untuk seluruh dunia dan alam semesta
ü Risalah
untuk semua fase kehidupan manusia
ü Risalah
untuk semua aspek kehidupan
Syumuliyah meliputi
berbagai bidang yaitu :
- Bidang Aqidah
- Bidang Syari'ah
- Bidang Ibadah
- Bidang Akhlaq
3.
Tanasuqiyyah
-
Teratur, kompak dan
seimbang
-
Tanasuqiyyah ini juga
bisa disebut dengan takamul (komprehenshif)
Alat-alat
untuk memudahkan dalam memahami konteks
ini :
- Luasnya wilayah ijtihad dalam syariat islam
- Nash-nash syariah dalam hukum kuli
- Nash-nash atas pemahaman yang beragam
- Syariah mencakup pemeliharaan dalam hal darurat dalam kondisi tertentu
Al
Murunah-Fis sariatil Islamiyah.
(ruang
toleransi dalam Islam)
Al-murunah fis-sariatil Islamiyah ada 2 yg meliputi
:
- Teks syariah yang multi intepretasi
- Pertimbangan situasi dan kondisi masa, (perubaan fatwa)
Apa Pengertian Syariat Islam itu ?
·
Menurut Ibn al-Manzhur
yang telah mengumpulkan pengertian dari ungkapan dalam bahasa arab asli dalam
bukunya Lisan al’Arab . secara bahasa syariah itu mempunyai beberapa
maksud. Diantara maksudnya adalah masyra’ah al-ma’ (sumber air). Hanya
saja sumber air tidak mereka sebut syari’ah kecuali sumber itu airnya sangat
berlimpah dan tidak habis-habis (kering). Kata syari’ah itu asalnya dari kata
kerja syara’a, kata ini menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-us Shihah,bermaksud
nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al
masalik (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum – yasyra’u
– syar’an ertinya adalah sanna (menetapkan). Sedang menurut
Al-Jurjani, syari’ah juga bermaksud mazhab dan thariqah mustaqimah
/jalan yang lurus. Jadi maksud kata syari’ah secara bahasa membawa
banyak maksud. Ungkapan syari’ah Islamiyyah yang kita bincangkan maksudnya
bukanlah semua membawa makna secara bahasa itu.
·
Pengertian syariat
Islam dapat kita peroleh dengan menggabungkan pengertian syariat dan Islam.
Untuk kata Islam, secara bahasa ertinya inqiyad (tunduk) dan istislam
li Allah (berserah diri kepada Allah). Hanya saja al-Quran menggunakan kata
Islam untuk menyebut agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw.
Firman Allah menyatakan :
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Artinya
: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. (TMQ. al-Ma’idah [05]: 3)
Karakteristik Syariah Islam
·
Bersumber Dari Allah SWT
Artinya syariah Islam bukanlah ciptaan, buatan atau
rekayasa manusia. Namun benar-benar merupakan syariah yang Allah SWT turunkan
kepada umat manusia, baik berupa hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an,
maupun melalui sunnah Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman (QS. Al-Maidah : 48)
“Bagi tiap-tiap umat yang ada di antara kamu, kami
jadikan (tetapkan) suatu Syariat dan jalan
agama (yang wajib diikuti)”.
·
Aspek Sanksi & Penghargaan Dalam Syariah Islam Mencakup Dunia dan
Akhirat
Artinya,
hukuman dan balasan kebaikan dalam syariah Islam, tidak hanya berupa hukuman di
dunia, namun juga hukuman di akhirat.
Allah SWT berfirman:
“Hukuman yang demikian itu adalah suatu kehinaan di dunia bagi mereka dan
di akhirat kelak mereka beroleh azab seksa yang amat besar”. (QS. Al-Maidah :
33)
·
Langgeng Sepanjang Masa Untuk Seluruh Umat Manusia.
Artinya bahwa
syariah Islam merupakan pedoman hidup yang langgeng untuk semua manusia,
diseluruh tempat dan di semua masa.
Allah SWT berfirman (QS. Saba’ : 28)
Dan tidaklah
kami mengutusmu (wahai Muhammad), melainkau untuk seluruh umat manusia, dengan
membawa berita gembira (kepada orang-orang beriman) dan pemberi peringatan
(kepada orang-orang yang ingkar). Akan tetapi kebanyakan maunsia tidak
mengetahui (hakikat tersebut).
Pertimbangan
Situasi dan Kondisi Masa
Para
ulama’ telah menjelaskan bahwa fatwa bisa berubah. Karenanya kita dapati para
ulama’ (bahkan Rasulullah) pernah memberikan fatwa yang berbeda untuk
permasalahan yang sama. Lebih jauh bahkan Imam Syafi’i memiliki kumpulan fatwa
baru (qaul jadid) yang berbeda dari fatwa-fatwa lama (qaul qadim). Faktor yang
mempengaruhi perubahan fatwa itu adalah: perubahan tempat, perubahan waktu,
perubahan kondisi, dan perubahan tradisi (‘urf).A
Perubahan
Tempat
Lingkungan
bisa mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku. Karenanya para ulama’ menjadikan
perubahan tempat sebagai salah satu faktor perubahan fatwa. Artinya, dalam satu
masalah yang sama bisa berbeda fatwa karena subyeknya berbeda
tempat/lingkungan. Di antaranya :
Perubahan tempat oleh
perubahan iklim
Ini
berkaitan dengan curah hujan yang bisa menghalangi keluar rumah dan terkait
dengan banyak ibadah seperti shalat jamaah, wudhu, tayamum, dan sebagainya.
Perubahan
Waktu
Yang
dimaksudkan di sini bukan berubahnya fatwa karena perubahan tahun. Tetapi
konteks pada waktu tersebut.
Pada masa Abu Bakar hukuman
ditetapkan menjadi 40 kali cambukan. Karena banyak orang yang berani mabuk,
Umar menetapkan 80 kali cambukan, disetarakan dengan pencemaran nama baik. Dan
ini yang paling ringan. Begitupun apabila melihat perubahan waktu yang semakin buruk akhlaq manusia. Salah
satunya Yusuf Qaradhawi memfatwakan
hukuman bagi pengedar narkoba sama dengan hukuman membegal (al-harabah),
yakni pada surat Al-Maidah ayat 33.
Perubahan
Kondisi
Contohnya : Fatwa Ibnu Abbas tentang
taubatnya orang yang membunuh. Sebelumnya ia mengatakan taubatnya bisa
diterima. Tetapi hari itu saat ada orang bertanya ia menjawab tidak diterima
taubatnya. Ketika murid-muridnya bertanya ia menjelaskan: “Karena orang tadi
hendak membunuh orang muslim.” Jika saja ia diberi fatwa taubatnya bisa
diterima ia tentu akan melaksanakan niat di balik kemarahannya itu.
Perubahan
Tradisi
Di
antara faktor perubahan fatwa adalah perubahan tradisi yang menjadi pijakan
fatwa sebelumnya. Contohnya dalam tradisi perdagangan dan ekonomi. Jika kita
membayangkan “menggenggam” (al-qabdh) sebagaimana dijelaskan oleh para ahli
fiqih, yaitu dari tangan ke tangan, kita pasti akan mengharamkan cek. Begitupun
bolehnya akad melalui telepon, internet, faksimil, dan lain-lain yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Akad sebelumnya terbatasi dengan
pertemuan langsung antara penjual dan pembeli.
Perubahan
Kemampuan Manusia
Sekarang
ilmu kedokteran telah mampu mencangkok organ tubuh manusia. Dulu tidak pernah
terbayangkan. Perubahan kemampuan menyebabkan perubahan dalam hukum. Begitupun
dengan pulang bepergian pada waktu malam. Dulu dilarang oleh hadits karena bisa
mengagetkan, istri butuh persiapan, dan lain-lain. Sekarang dengan teknologi HP
dan sejenisnya, kita bisa memberi kabar kepulangan kita sehingga tidak masalah
jika pulang waktu malam.
Perubahan
Pendapat dan Pemikiran
Terkadang,
ilmu pengetahuan tidak berubah tetapi pemikiran seorang mujtahid bisa berubah.
Hal tersebut berdasarkan penelitiannya, perenungan, evaluasi terhadap hal yang sedang
dipelajari atau fatwa sebelumnya, sehingga bisa menguak hal yang tersembunyi
dan menampakkan hal yang samar.
ISLAM DALAM
TERAPAN I
(Landasan Normatif Islam)
“Pedoman aturan/landasan
aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya yang
bersumber pada ajaran agama islam atau nilai-nilai sendiri”.
Kegagalan
Sekularisme
“Suatu paham yang memisahkan antara
urusan agama dengan kehidupan dunia seperti politik,pemerintahan, ekonomi,
pendidikan dan sebagainya”.
Ø Menurut Prof. Dr. Yusuf Al
Qardhawi
Istilah ilmu atau paham pada
sekulerisme “al imaniyyah” dipilih untuk mengelabui mata umat islam agar
menerimanya.
Karena
sekulerisme sebenarnya adalah “al ladiniyah”/tanpa agama, “al
laaqidah”/tanpa aqidah
Kegagalan
sosialisme
Ajaran atau paham kenegaraan dan ekonomi yang
berusaha supaya harta benda, industri dan
perusahaan menjadi milik negara.
Prinsip dasar sosialisme :
v
Penghapusan kepemilikan swasta secara keseluruhan maupun sebagian
v
Persamaan kedudukan manusia tanpa memandang potensi dan kapasitas mereka
v
Pemberian limit kebebasan kepemili- kan pihak swasta dan melarang keluar
dari ideologi pemaksaan negara ter- hadap kebijaksanaan perekonomian
Contoh kegagalan sosialisme :
Dari
persamaan kedudukan manusia antara laki-laki dan perempuan (persamaan gender):
Mikheil
Gorbacheu, pemimpin era komunisme Uni Soviet membeberkan fakta bahwa kegagalan
sosialisme antara lain dipicu karena masuknya perempuan dalam sektor publik.
Sektor publik yang dimaksud adalah bidang pekerjaan
kasar, yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki ketimbang perempuan
Hal ini harus di bayar mahal dengan rapuhnya send-sendi
di harmonsasi keluarga. Puncaknya bak bom waktu, Uni Soviet yang digdaya itu
harus terpecah.
ISLAM DALAM
TERAPAN II
(Islam dan perkembangan zaman Penerapan
Syariat berdasarkan zaman)
Islam pada awal mulanya
Islam
dimulai dengan ajaran Muhammad saw di tempat kelahirannya Mekkah . sudah bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan
suatu badan kepercayaan agama pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan
suatu masyarakat merdeka, dengan sistem sendiri tentang pemerintahan, hukum,
dan Lembaga Generasi Muslimin pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah
satu titik perubahan penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622
M sebagai permulaan takwin Islam baru.
Agama Islam
adalah agama yang paling sempurna, cocok dan sesuai dengan kemajuan zaman, dan
rasional.Pada tahap pertama, penyiaran agama Islam dilakukan dengan sembunyi –
sembunyi, terbatas di kalangan keluarga dan para sahabatnya. Penganut Islam
pertama yaitu Siti Khadijah istrinya, Ali bin Abi Thalib sepupunya, Zaid bin
Haritsah pembantunya, dan Abu Bakar bin Abu Quhafah sahabatnya. Dalam waktu
kurang lebih 4 tahun tercatat 40 orang pemeluk agama Islam
Rasulullah SAW
tinggal dan menetap, perhatian utamanya adalah meletakkan dasar – dasaryang
sangat diperlukan guna menegakkan tugas risalahnya.Ada tiga perhatian utamanya
yaitu:
1. Memperkokoh
hubungan umat Islam dengan Tuhannya
2. Memperkokoh hubungan
intern umat Islam, utamanya antara Muhajirin dan Ansar
3. Mengatur hubungan
antara umat Islam dan orang – orang yang tidak seagama.
Perkembangan Islam pada zaman Umayyah
Berdirinya
Daulah Bani Umaiyah tidak hanya merupakan peralihan kekuasaan dari Hasan bin
Ali kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi peristiwa tersebut merupakan
perubahan sistem pemerintahan dalam masyarakat Islam. Meskipun pada hakikatnya
pemerintahan Bani Umaiyah adalah kelanjutan dari Pemerintahan Khulafaur
Rasyidin, tetapi tidak semua sistem yang telah dibangun oleh Khulafaur Rasyidin
dilanjutkan. Beberapa sistem ada yang disempurnakan, dan sebagian lagi dirubah
secara total.
Islam pada zaman sekarang
Periode
transformasi modern peradaban Islam secara garis besar dpt dibagi menjadi 3
fase, & sekaligus memperlihatkan beberapa gambaran umum yg berlaku di
seluruh kawasan muslim, di antaranya :
Fase pertama,
merupakan periode antara akhir abad 18 sampai awal abad 20, yg ditandai dgn
hancurnya sistem kenegaraan muslim & dominasi teritorial & komersial
Eropa. Dalam fase ini elit politik, agama, & kesukuan masyarakat muslim berusaha menetapkan pendekatan keagamaan
& ideologi baru bagi perkembangan internal masyarakat mereka.
Fase kedua,
yaitu fase pembentukan nasional yg berlangsung setelah Perang Dunia
I sampai pertengahan abad 20. Dalam fase ini kalangan elit negeri-negeri
muslim berusaha membawakan identitas politik modern
terhadapmasyarakat mereka & berusaha memprakarsai pengembangan ekonomi
serta perubahan nasional.
Fase ketiga,
ialah fase konsolidasi negara-negara nasional di seluruh kawasan
muslim.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut,
makam-makam yang banyak dikunjungi denngan tujuan mencari syafaat,
keberuntungan dan lain-lain sehingga membawa kepada paham syirik, mereka
usahakan untuk dihapuskan. Pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahab yang
mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-19 adalah
sebagai berikut.
•
Hanya alquran dan hadis yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran Islam. Pendapat
ulama bukanlah sumber
•
Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
•
Pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup
Kiat Sukses Penerapan/Tathbiq Syari’at Islam
Pendahuluan
Kewajiban Asasi Manusia adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al Quran Surat
Adz-Dzariyat ayat 56, Allah SWT menegaskan bahwasanya tidaklah manusia
diciptakan melainkan hanya untuk ibadah kepada Allah SWT.
Syariat Islam yang sudah bisa ditegakkan, dengan atau tanpa
perundang-undangan negara, maka wajib untuk segera kita laksanakan. Sedangkan
mana-mana bagian Syariat Islam yang belum bisa dilaksanakan kecuali dengan
melibatkan aturan negara, maka kita harus terus memperjuangkan formalisasinya
dalam bentuk perundang-undangan.
Hukum syariat pun diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu :
1.
Pertama, Ahkamul Fardi yaitu Hukum Syariat Perorangan, seperti pengucapan
dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dsb.
2.
Ahkamul Usroh yaitu Hukum Syariat Rumah Tangga, seperti pernikahan,
perceraian, hak dan kewajiban suami isteri, hak dan kewajiban orangtua dan
anak, masalah nafkah, wasiat dan waris, dsb.
3.
Ahkamul Mujtama' yaitu Hukum Syariat Sosial Ekonomi Kemasyarakatan,
seperti pendidikan, ekonomi, asuransi, perbankan, tradisi, budaya, adat
istiadat, dan masalah mu'amalat lainnya.
4.
Ahkamud Daulah yaitu Hukum Syariat Tata Negara, seperti syarat Kepala
Negara, tata cara penetapan Kepala Negara, Hak dan Kewajiban Kepala Negara dan
Rakyat, pertahanan dan keamanan, dsb. Termasuk katagori ini semua Hukum Syariat
yang tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan kekuatan negara, seperti Qishash,
Hudud, Hubungan Internasional dan Hukum Perang.
Strategi
Penerapan Syari’ah (Tathbiq Syari’ah)
- Menggairahkan Ijtihad
Untuk mengawal hukum Islam tetap dinamis, responsif dan punya
adaptabilitas yang tinggi terhadap tuntutan perubahan, adalah dengan cara
menghidupkan dan menggairahkan kembali semangat berijtihad di kalangan umat
Islam.
Pada posisi ini ijtihad merupakan inner dynamic bagi lahirnya
perubahan untuk mengawal cita-cita universalitas Islam sebagai sistem ajaran
yang shalihun li kulli zaman wal makan.
Umat Islam menyadari sepenuhnya bahwa sumber-sumber hukum
normatif–tekstual sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru di
bidang hukum tidak terbatas jumlahnya.
2. Totalitas dalam Islam
Al-Islam adalah ad-Dien (sistem kehidupan) yang diturunkan Allah kepada
ummat manusia melalui Rasul-Nya agar manusia selamat dan bahagia di dunia dan
akhirat.
Sebagai sistem nilai dalam kehidupan, Islam harus dilaksanakan secara kaffah
(menyeluruh) sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Qs.al-Baqarah:208)
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Qs.al-Baqarah:208)
Tidak dibenarkan melaksanakan Islam secara parsial. Sebagian dilaksanakan
sebagian ditinggalkan. Ritualnya berdasarkan Islam tapi mu'amalahnya
menggunakan sistem non-Islam.
3. Merubah Tradisionalisme
Islam tradisionalis merupakan model
pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi
mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas oleh para ulama
terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau merujukkan
dengannya.
Tradisionalisme adalah ajaran yang mementingkan
tradisi yang diterima dari generasi-generasi sebelumnya sebagai pegangan hidup.
Tradisi dapat berasal dari praktek hidup yang sudah berjalan lama, ini disebut
tradisi kultural. Dapat pula berasal dari keyakinan keagamaan yang berpangkal
pada wahyu, ini disebut
tradisi keagamaan.